Denpasar (Antara Bali) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia, Provinsi Bali, menyosialisasikan kewajiban penggunaan uang Rupiah kepada pelaku pariwisata di daerah itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
"Dari dulu kita lazim menggunakan valas tetapi dalam ketentuan hukum itu belum tentu benar," kata Kepala Divisi Sistem Pembayaran, Manajemen Intern, Komunikasi dan Layanan Publik, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Gentur Wibisono dalam sosialisasi kewajiban penggunaan Rupiah, di Denpasar, Senin.
Sejumlah pelaku pariwisata di antaranya biro perjalanan wisata, perhotelan hingga perusahaan penukaran mata uang asing dilibatkan dalam sosialisasi itu mengingat keberadaan mereka yang dekat dengan aktivitas penggunaan mata uang asing.
Dalam kesempatan itu, Gentur mengingatkan kembali pelaku usaha pariwisata untuk menggunakan uang Rupiah dalam setiap transaksi yang berlaku di Tanah Air.
Selain itu, pelaku usaha juga diharuskan mencantumkan harga barang dan jasa dalam bentuk nominal Rupiah dan dilarang menolak penggunaan mata uang Indonesia itu dalam transaski dalam negeri.
Dalam Pasal 21 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang dan transaksi keuangan lainnya yang dilaksanakan di wilayah NKRI.
Dalam ayat 2 pasal tersebut, kewajiban tidak berlaku bagi transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan APBN, penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri, transaksi perdagangan internasional, simpanan di bank dalam bentuk valuta asing atau transaksi pembiayaan internasional.
Pelanggaran terhadap kewajiban penggunaan rupiah dapat dikenakan sanksi pidana kurungan maksimal satu tahun dan denda maksimal Rp 200 juta untuk transaksi tunai.
Sedangkan pelanggaran transaksi non-tunai, diberikan teguran tertulis, denda sebesar satu persen dari nilai transaksi dan maksimal Rp1 miliar dan atau larangan untuk ikut dalam lalu lintas pembayaran.
Bank sentral itu, lanjut dia, berencana membuat selebaran informasi bekerja sama dengan Angkasa Pura kepada para penumpang di bandara yang baru tiba dari luar negeri dalam tiga bahasa yakni bahasa Inggris, Indonesia dan Mandarin.
Sementara itu, Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali, Ida Bagus Ngurah Wijaya menyambut baik dan mendukung aturan tersebut.
Pihaknya mengakui bahwa selama ini transaksi menggunakan mata uang asing misalnya dolar AS dinilai banyak memberikan kerugian, salah satunya menurunkan daya saing pariwisata dengan negara tetangga lainnya.
"Kalau tetap menggunakan dolar, daya saing menurun. Kita bisa lebih mahal misalnya di Eropa dibandingkan Thailand, Malaysia dan Vietnam yang menggunakan mata uangnya sendiri. Mereka mengubah semuanya menggunakan mata uang sendiri. Daya saing mereka jauh lebih bagus," katanya.
Meski demikian, pihaknya mengharapkan adanya aturan agar tersedianya fasilitas penukaran mata uang asing yang melekat di perhotelan melalui mekanisme yang legal untuk menghindari adanya penipuan yang menimpa turis mancanegara yang dikhawatirkan merusak citra Bali. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Dari dulu kita lazim menggunakan valas tetapi dalam ketentuan hukum itu belum tentu benar," kata Kepala Divisi Sistem Pembayaran, Manajemen Intern, Komunikasi dan Layanan Publik, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Gentur Wibisono dalam sosialisasi kewajiban penggunaan Rupiah, di Denpasar, Senin.
Sejumlah pelaku pariwisata di antaranya biro perjalanan wisata, perhotelan hingga perusahaan penukaran mata uang asing dilibatkan dalam sosialisasi itu mengingat keberadaan mereka yang dekat dengan aktivitas penggunaan mata uang asing.
Dalam kesempatan itu, Gentur mengingatkan kembali pelaku usaha pariwisata untuk menggunakan uang Rupiah dalam setiap transaksi yang berlaku di Tanah Air.
Selain itu, pelaku usaha juga diharuskan mencantumkan harga barang dan jasa dalam bentuk nominal Rupiah dan dilarang menolak penggunaan mata uang Indonesia itu dalam transaski dalam negeri.
Dalam Pasal 21 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang dan transaksi keuangan lainnya yang dilaksanakan di wilayah NKRI.
Dalam ayat 2 pasal tersebut, kewajiban tidak berlaku bagi transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan APBN, penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri, transaksi perdagangan internasional, simpanan di bank dalam bentuk valuta asing atau transaksi pembiayaan internasional.
Pelanggaran terhadap kewajiban penggunaan rupiah dapat dikenakan sanksi pidana kurungan maksimal satu tahun dan denda maksimal Rp 200 juta untuk transaksi tunai.
Sedangkan pelanggaran transaksi non-tunai, diberikan teguran tertulis, denda sebesar satu persen dari nilai transaksi dan maksimal Rp1 miliar dan atau larangan untuk ikut dalam lalu lintas pembayaran.
Bank sentral itu, lanjut dia, berencana membuat selebaran informasi bekerja sama dengan Angkasa Pura kepada para penumpang di bandara yang baru tiba dari luar negeri dalam tiga bahasa yakni bahasa Inggris, Indonesia dan Mandarin.
Sementara itu, Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali, Ida Bagus Ngurah Wijaya menyambut baik dan mendukung aturan tersebut.
Pihaknya mengakui bahwa selama ini transaksi menggunakan mata uang asing misalnya dolar AS dinilai banyak memberikan kerugian, salah satunya menurunkan daya saing pariwisata dengan negara tetangga lainnya.
"Kalau tetap menggunakan dolar, daya saing menurun. Kita bisa lebih mahal misalnya di Eropa dibandingkan Thailand, Malaysia dan Vietnam yang menggunakan mata uangnya sendiri. Mereka mengubah semuanya menggunakan mata uang sendiri. Daya saing mereka jauh lebih bagus," katanya.
Meski demikian, pihaknya mengharapkan adanya aturan agar tersedianya fasilitas penukaran mata uang asing yang melekat di perhotelan melalui mekanisme yang legal untuk menghindari adanya penipuan yang menimpa turis mancanegara yang dikhawatirkan merusak citra Bali. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015