Denpasar (Antara Bali) - Anggota DPRD Bali Kadek Nuartana mendesak pemerintah mengarahkan pemasaran lele, yang selama ini kesulitan mencari pembeli, akibatnya para budidaya ikan lele tersebut mengeluh.

"Saya mendapatkan pengaduan dari para budidaya ikan lele di Desa Nyuh Tebel, Manggis, Kabupaten Karangasem, karena lele yang semestinya sudah panen, tetapi sulit memasarkan," katanya di Denpasar, Senin.

Ia mengharapkan kepada pemerintah provinsi, kabupaten/kota memberikan jalan keluar agar para pembudidaya ikan lele tetap bergairah.

"Pemerintah dalam hal ini, Dinas Perikanan dan Kelautan harus memikirkan nasib para pembudidaya lele. Memang selama ini sudah mendapatkan pembinaan dari dinas terkait, namun para pembudidaya masih kesulitan memasarkan produksinya yang berlimpah," kata anggota Komisi III DPRD Bali ini.

Oleh karena itu, kata dia, dinas perikanan dan kelautan harus lebih gencar mencarikan jalan keluar, sehingga hasil produksinya tidak berlimpah seperti sekarang. Karena jika tangkapannya ditunda sesuai ketentuan, maka para budidaya itu akan lebih banyak rugi.

"Mereka akan rugi, mulai rugi tenaga kerja, pakan dan waktunya cukup tersedia, yang semestinya bisa kembali menebar bibit baru, justru harus menunggu lele yang sudah siap dipanen, karena pembeli tidak ada," ucap politikus asal Karangasem itu.

Dikatakan, kelompok budidaya lele di Desa Nyuh Tebel, Manggis dalam setiap panen menghasilnya produk tiga hingga tiga setengah ton.

"Saya juga ngak ngerti ke mana mereka bawa sebanyak itu hasil panennya. Oleh karena itu saya berharap dinas perikanan dan kelautan mencarikan jalan keluarnya," ujarnya.

Made Arta, suplayer ikan lele asal Denpasar mengakui, selama ini pasokan lele dari Jawa cukup besar. Harganya mampu bersaing dengan ikan lele lokal.

Bahkan, secara umum harga ikan lele lokal masih lebih mahal dibandingan ikan lele luar. Misalnya, sekarang ini harga ikan lele luar berkisar Rp12.000 per kilogramnya. Sedangkan ikan lele lokal sudah mencapai Rp13.000 per kilogram.

"Kami sendiri membeli ke tingkat petani memang harganya lebih tinggi. Oleh karena itu, kami tidak bisa bersaing dengan suplayer luar, khususnya untuk keperluan pedagang rumah makan tenda dan rumah makan biasa," katanya. (WDY)

Pewarta: Oleh I Komang Suparta

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015