Denpasar (Antara Bali) - Rumah Penggak Men Mersi Kesiman Denpasar bekerja sama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Bali menggelar diskusi seni aplikasi tema Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-37 tahun 2015 "Jagaddhita" memperkokoh kesejahteraan masyarakat.
"Diskusi menampilkan tiga pembicara melibatkan seniman, budayawan, pengamat seni, siswa, mahasiswa dan berbagai unsur terkait lainnya," kata Ketua Penggak Men Mersi Kesiman Denpasar, Kadek Wahyudita, Minggu.
Ia mengatakan, ketiga pembicara itu terdiri atas Agus Teja Sentosa, S.Sn, M.Sn (Gus Teja World Musik), I Wayan Sudiarsa (Pacet Dejavu) dan Ary Wijaya (Palawara).
Ketiga seniman gamelan berbicara serta mengupas tema PKB yaitu aplikasi konsep Jagadhita dalam pengembangan seni musik dan kerawitan Bali.
"Yang muda berkarya, perkembangan seni musik dan kerawitan Bali telah melahirkan karya-karya baru dari gagasan composer muda kreatif," ujar Kadek Wahyudita.
Kadek Wahyudita menambahkan, diskusi seni tersebut sengajar menampilkan para komposer muda kreatif, sekaligus menyambut musim liburan kenaikan kelas bagi anak-anak sekolahan.
Karya -karya dari ketiga komposer muda tersebut patut diapresiasi dan mereka telah mendapat tempat di hati penikmat seni musik Bali, bahkan telah sukses menembus pasar musik, serta tampil dalam kegiatan tingkat nasional maupun internasional.
Gus Teja misalnya, adalah komposer muda yang menghasilkan karya -karya musikal dari suling. Kemahiran memainkan suling sukses menampilkan karya seni musik yang diterima pasar, seperti hotel-hotel, restaurant, tempat perbelanjaan.
Karya Gus Teja telah melahirkan beberapa album diantaranya "Morning Happiness", "Rytheme of Paridise" dan album terbaru Ulah Egar.
Sementara I Wayan Sudiarsa atau akrab disapa Pacet Dejavu adalah komposer muda yang getol menggarap karya-karya seni musik dengan barungan gong suling. Karya-karyanya telah mengisi berbagai macam acara dan diabadikan dalam bentuk kaset pandang dengar (CD).
Pacet asal perkampungan seniman Ubud, Kabupaten Gianyar kerap menggarap konsep iringan musik instrumental hingga mencapai sukses dalam ajang lomba seni tari dan musik di tingkat nasional seperti karya Legong Buwuk yang berhasil meraih juara umum di tingkat nasional.
Sementara Ary Wijaya dari kelompok Palawara Music Company, menyajikan karya ekslusif inovatif. Musik etnik yang baru nan dinamis itu dibentuk tahun 2006 silam, kelompok musik memadukan komposisi musik etnik tradisi dan modern menghadirkan wahana musik yang baru.
Penjelajahan menemukan perpaduan musik yang beda, tanpa meninggalkan pakem tradisi begitu pula genre musik modern, digarap apik oleh Ary dan kawan-kawan.
Diskusi tersebut, kata Kadek Wahyu, dilatarbelakangi ruang komposer muda dewasa ini sejatinya semakin terbuka. Gagasan -gagasan kreatif para seniman muda semakin variatif ada hal yang baru, sehingga patut diapresiasi dan ditauladani.
"Melalui diskusi yang mengangkat aplikasi konsep jagadhita, atau harmonisasi seniman berkarya ini, kita ingin menggali dan mengupas kesuksesan komposer muda kita berkarya, sehingga kreativitas mereka bisa dijadikan contoh dan motivasi bagi seniman muda lainya," ujar Dek Wahyu. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Diskusi menampilkan tiga pembicara melibatkan seniman, budayawan, pengamat seni, siswa, mahasiswa dan berbagai unsur terkait lainnya," kata Ketua Penggak Men Mersi Kesiman Denpasar, Kadek Wahyudita, Minggu.
Ia mengatakan, ketiga pembicara itu terdiri atas Agus Teja Sentosa, S.Sn, M.Sn (Gus Teja World Musik), I Wayan Sudiarsa (Pacet Dejavu) dan Ary Wijaya (Palawara).
Ketiga seniman gamelan berbicara serta mengupas tema PKB yaitu aplikasi konsep Jagadhita dalam pengembangan seni musik dan kerawitan Bali.
"Yang muda berkarya, perkembangan seni musik dan kerawitan Bali telah melahirkan karya-karya baru dari gagasan composer muda kreatif," ujar Kadek Wahyudita.
Kadek Wahyudita menambahkan, diskusi seni tersebut sengajar menampilkan para komposer muda kreatif, sekaligus menyambut musim liburan kenaikan kelas bagi anak-anak sekolahan.
Karya -karya dari ketiga komposer muda tersebut patut diapresiasi dan mereka telah mendapat tempat di hati penikmat seni musik Bali, bahkan telah sukses menembus pasar musik, serta tampil dalam kegiatan tingkat nasional maupun internasional.
Gus Teja misalnya, adalah komposer muda yang menghasilkan karya -karya musikal dari suling. Kemahiran memainkan suling sukses menampilkan karya seni musik yang diterima pasar, seperti hotel-hotel, restaurant, tempat perbelanjaan.
Karya Gus Teja telah melahirkan beberapa album diantaranya "Morning Happiness", "Rytheme of Paridise" dan album terbaru Ulah Egar.
Sementara I Wayan Sudiarsa atau akrab disapa Pacet Dejavu adalah komposer muda yang getol menggarap karya-karya seni musik dengan barungan gong suling. Karya-karyanya telah mengisi berbagai macam acara dan diabadikan dalam bentuk kaset pandang dengar (CD).
Pacet asal perkampungan seniman Ubud, Kabupaten Gianyar kerap menggarap konsep iringan musik instrumental hingga mencapai sukses dalam ajang lomba seni tari dan musik di tingkat nasional seperti karya Legong Buwuk yang berhasil meraih juara umum di tingkat nasional.
Sementara Ary Wijaya dari kelompok Palawara Music Company, menyajikan karya ekslusif inovatif. Musik etnik yang baru nan dinamis itu dibentuk tahun 2006 silam, kelompok musik memadukan komposisi musik etnik tradisi dan modern menghadirkan wahana musik yang baru.
Penjelajahan menemukan perpaduan musik yang beda, tanpa meninggalkan pakem tradisi begitu pula genre musik modern, digarap apik oleh Ary dan kawan-kawan.
Diskusi tersebut, kata Kadek Wahyu, dilatarbelakangi ruang komposer muda dewasa ini sejatinya semakin terbuka. Gagasan -gagasan kreatif para seniman muda semakin variatif ada hal yang baru, sehingga patut diapresiasi dan ditauladani.
"Melalui diskusi yang mengangkat aplikasi konsep jagadhita, atau harmonisasi seniman berkarya ini, kita ingin menggali dan mengupas kesuksesan komposer muda kita berkarya, sehingga kreativitas mereka bisa dijadikan contoh dan motivasi bagi seniman muda lainya," ujar Dek Wahyu. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015