Kudus (Antara Bali) - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini M. Soemarno meminta kepala daerah untuk turut terlibat dalam menindak pengedar gula rafinasi karena merugikan petani tebu.
"Harus ada tindakan tegas agar gula rafinasi tidak beredar di pasaran," ujarnya saat kunjungan kerja di Pabrik Gula Rendeng Kudus, Sabtu.
Ia mengakui, sudah berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan, terkait gula rafinasi yang hanya boleh untuk industri makanan dan minuman.
Kepala daerah yang menemukan adanya peredaran gula rafinasi di daerahnya, kata dia, bisa langsung ditindak.
Hal itu, kata dia, sangat berguna bagi petani tebu agar harga jual gula petani tidak jatuh menyusul adanya peredaran gula rafinasi di pasaran.
Bahkan, lanjut dia, Presiden juga melarang impor gula saat panen agar harga jual gula petani tidak jatuh.
Beberapa petani yang berdialog langsung dengan Menteri BUMN juga menginginkan adanya tindakan tegas pemerintah terhadap peredaran gula rafinasi yang seharusnya untuk industri makanan dan minuman.
"Silakan mendatangkan gula rafinasi dari luar negeri, namun harus sesuai kebutuhan agar tidak banjir di pasaran," ujar salah satu petani tebu asal Kabupaten Rembang, Riyanto.
Kuslan, petani tebu asal Kudus mengungkapkan, setiap kali panen tebu tiba, selalu muncul gula rafinasi di pasaran sehingga ketika lelang gula petani harga jualnya selalu rendah.
Oleh karena itu, kata dia, perlu diawasi dengan ketat agar tidak merembes di pasaran.
"Jika terbukti ada pelanggaran, seharusnya ada sanksi tegas," ujarnya.
Hanya saja, kata dia, laporan yang disampaikan kepada pemerintah terkait adanya peredaran gula rafinasi ternyata tidak ada tindakan.
Wakil Sekjen DPN APTRI M. Nur Khabsyin menambahkan, peredaran gula rafinasi di pasaran memang ditemukan, seperti di Banyumas dan Cilacap.
Seharusnya, kata dia, gula rafinasi tersebut untuk kepentingan industri makanan dan minuman bukannya dijual kepada masyarakat.
Bupati Kudus Musthofa menegaskan, akan menindaklanjuti permintaan Menteri BUMN terkait peredaran gula rafinasi tersebut.
"Jika ditemukan beredar di Kudus tentu akan kami tindak tegas," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Harus ada tindakan tegas agar gula rafinasi tidak beredar di pasaran," ujarnya saat kunjungan kerja di Pabrik Gula Rendeng Kudus, Sabtu.
Ia mengakui, sudah berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan, terkait gula rafinasi yang hanya boleh untuk industri makanan dan minuman.
Kepala daerah yang menemukan adanya peredaran gula rafinasi di daerahnya, kata dia, bisa langsung ditindak.
Hal itu, kata dia, sangat berguna bagi petani tebu agar harga jual gula petani tidak jatuh menyusul adanya peredaran gula rafinasi di pasaran.
Bahkan, lanjut dia, Presiden juga melarang impor gula saat panen agar harga jual gula petani tidak jatuh.
Beberapa petani yang berdialog langsung dengan Menteri BUMN juga menginginkan adanya tindakan tegas pemerintah terhadap peredaran gula rafinasi yang seharusnya untuk industri makanan dan minuman.
"Silakan mendatangkan gula rafinasi dari luar negeri, namun harus sesuai kebutuhan agar tidak banjir di pasaran," ujar salah satu petani tebu asal Kabupaten Rembang, Riyanto.
Kuslan, petani tebu asal Kudus mengungkapkan, setiap kali panen tebu tiba, selalu muncul gula rafinasi di pasaran sehingga ketika lelang gula petani harga jualnya selalu rendah.
Oleh karena itu, kata dia, perlu diawasi dengan ketat agar tidak merembes di pasaran.
"Jika terbukti ada pelanggaran, seharusnya ada sanksi tegas," ujarnya.
Hanya saja, kata dia, laporan yang disampaikan kepada pemerintah terkait adanya peredaran gula rafinasi ternyata tidak ada tindakan.
Wakil Sekjen DPN APTRI M. Nur Khabsyin menambahkan, peredaran gula rafinasi di pasaran memang ditemukan, seperti di Banyumas dan Cilacap.
Seharusnya, kata dia, gula rafinasi tersebut untuk kepentingan industri makanan dan minuman bukannya dijual kepada masyarakat.
Bupati Kudus Musthofa menegaskan, akan menindaklanjuti permintaan Menteri BUMN terkait peredaran gula rafinasi tersebut.
"Jika ditemukan beredar di Kudus tentu akan kami tindak tegas," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015