Wisatawan mancanegara dari berbagai negara di belahan dunia yang ingin menikmati suasana sepi, hening, dan damai datanglah ke Bali saat umat Hindu melaksanakan Tapa Brata Penyepian menyambut Tahun Baru Saka 1937, 21 Maret 2015.
Bali yang dijuluki Pulau Surga kehidupan saat itu sunyi senyap bagai pulau mati tanpa penghuni karena saat itu masyarakat Hindu Bali melarang segala aktivitas warga, baik di dalam maupun luar rumah.
Bahkan, malam harinya gelap gulita karena tidak seorang pun diizinkan menyalakan lampu, atau lampu tidak sampai bersinar ke luar rumah. Suasana demikian sangat mendukung bagi mereka yang senang melakukan meditasi atau yoga untuk mendapatkan ketenangan batin.
Suasana itulah sebenarnya dinanti-natikan oleh masyarakat internasional karena kondisi itu tidak ada duanya di belahan dunia selain di Bali, tutur pengamat dan pelaku pariwisata Bali Dewa Rai Budiasa.
Menurut pria kelahiran Gianyar yang pernah bertugas di Kedutaan RI di Jerman itu, sebenarnya banyak turis asing yang justru ingin tahu dan menikmati sunyi dan gelap gulita pada malam tahun baru saka di Bali. Pasalnya, di negara mana pun di dunia mereka tidak akan bisa menjumpai hal seperti itu.
Wisatawan mancanegara tentu sangat asyik bisa menikmati kesunyian di Pulau Dewata dalam kurun waktu 24 jam sebab masyarakat internasional di negerinya tidak pernah mengalami giliran pemadaman listrik atau sarana transportasi yang hiruk pikuk.
Bali pada Hari Suci Nyepi mulai pukul 06.00 hingga pagi kembali keesokan harinya mengalami bebas polusi udara karena tidak ada satu pun kendaraan yang melintas di jalan raya, baik di perkotaan maupun di perdesaan.
Umat Hindu saat itu melaksanakan Tapa Bratha Penyepian, yakni empat pantangan yang harus dilakukan meliputi tidak bekerja (amati karya), tidak menyalakan lampu atau api (amati geni), tidak bepergian (amati lelungan), serta tidak mengadakan rekreasi, bersenang-senang, atau hura-hura (amati lelanguan).
Pertamina juga menghentikan pasokan avtur kepada pengusaha penerbangan sebab pintu masuk Pulau Bali, termasuk aktivitas penerbangan di Bandara Ngurah Rai, juga dihentikan sehari penuh.
Paket Khusus Nyepi
Mengingat banyaknya minat masyarakat mancanegara akan kegiatan Nyepi di Bali, para pengusaha hotel maupun restoran mengundang turis dalam dan luar negeri untuk bisa menyaksikan salah satu keunikan Pulau Dewata.
Wisatawan yang menggunakan fasilitas hotel dalam menikmati keunikan Bali itu tetap tidak mengganggu umat Hindu melaksanakan tapa brata penyepian.
Paket wisata Nyepi itu bukan ditujukan kepada umat Hindu untuk keluar rumah menghindari pantangan yang harus dilaksanakan pada Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1937 walaupun kenyataannya ada.
Bali sebagai daerah tujuan wisata yang dikenal masyarakat dunia, memang harus membuka diri kepada wisatawan dalam dan luar negeri untuk menikmati keunikan yang dimiliki masyarakat Bali, termasuk pada Hari Raya Nyepi.
Pemerintah Kabupaten Badung yang di wilayahnya terdapat ratusan hotel berbintang yang berjejer di Pantai Kuta, Bualu, hingga kawasan Nusa Dua tidak melarang manajemen perhotelan menjual paket Nyepi kepada wisatawan yang ingin berlibur ke Pulau Dewata untuk menikmati rutual Nyepi.
Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung Ida Bagus Anom Basma mengaku tidak melarang penjualan paket Nyepi di setiap perhotelan, asalkan tidak mengganggu pelaksanaan Catur Brata Penyepian.
Penjualan paket Nyepi dinilai wajar untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisman ke Bali. Pelaksanaan penyepian di sejumlah perhotelan mendapat pengawasan ketat dari pecalang (pengamanan adat Bali) agar tidak mengganggu pelaksanaan Nyepi bagi masyarakat sekitarnya.
Pihak hotel tidak menyalakan lampu berlebihan, melaksanakan aktivitas yang mengganggu Catur Brata Penyepian, dan wisatawan tidak keluar dari areal kawasan hotel.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati mengatakan bahwa libur serangkaian Hari Raya Nyepi tidak mendongkrak tingkat okupansi penginapan di Pulau Dewata.
Libur nasional yang kebetulan jatuh pada hari Sabtu (21/3) tidak ada pengaruhnya terhadap tingkat hunian hotel selama Nyepi, tetapi hanya penambahan yang tidak begitu signifikan.
Bahkan, hampir tidak ada peningkatan persentase hunian selama libur Nyepi itu karena pariwisata Bali kini tengah memasuki musim sepi dengan tingkat hunian yang diperkirakan hingga Nyepi usai mencapai rata-rata 45 persen.
Tahun lalu hotel berbintang saja tidak sampai tembus 60 persen untuk tingkat hunian. Hari Suci Nyepi belum membuat wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, yang secara khusus datang ke Bali untuk merasakan hari raya menyambut tahun baru saka.
Demikian pula, wisatawan yang khusus datang untuk memperingati Nyepi juga tidak begitu banyak, kecuali mereka yang kebetulan ada di Bali.
Para pelaku pariwisata selama ini mengharapkan adanya lonjakan tingkat hunian yang biasanya diisi oleh masyarakat non-Hindu yang berada di Pulau Dewata.
Mereka memilih menginap di hotel karena masih ada toleransi terkait dengan empat pantangan dalam Hari Raya Nyepi atau Catur Beratha Penyepian.
Pengelola penginapan sudah mengetahui rambu-rambu yang tidak boleh dilakukan, seperti tidak menyalakan lampu di luar hotel dan tidak menyelenggarakan pesta atau keramaian. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
Bali yang dijuluki Pulau Surga kehidupan saat itu sunyi senyap bagai pulau mati tanpa penghuni karena saat itu masyarakat Hindu Bali melarang segala aktivitas warga, baik di dalam maupun luar rumah.
Bahkan, malam harinya gelap gulita karena tidak seorang pun diizinkan menyalakan lampu, atau lampu tidak sampai bersinar ke luar rumah. Suasana demikian sangat mendukung bagi mereka yang senang melakukan meditasi atau yoga untuk mendapatkan ketenangan batin.
Suasana itulah sebenarnya dinanti-natikan oleh masyarakat internasional karena kondisi itu tidak ada duanya di belahan dunia selain di Bali, tutur pengamat dan pelaku pariwisata Bali Dewa Rai Budiasa.
Menurut pria kelahiran Gianyar yang pernah bertugas di Kedutaan RI di Jerman itu, sebenarnya banyak turis asing yang justru ingin tahu dan menikmati sunyi dan gelap gulita pada malam tahun baru saka di Bali. Pasalnya, di negara mana pun di dunia mereka tidak akan bisa menjumpai hal seperti itu.
Wisatawan mancanegara tentu sangat asyik bisa menikmati kesunyian di Pulau Dewata dalam kurun waktu 24 jam sebab masyarakat internasional di negerinya tidak pernah mengalami giliran pemadaman listrik atau sarana transportasi yang hiruk pikuk.
Bali pada Hari Suci Nyepi mulai pukul 06.00 hingga pagi kembali keesokan harinya mengalami bebas polusi udara karena tidak ada satu pun kendaraan yang melintas di jalan raya, baik di perkotaan maupun di perdesaan.
Umat Hindu saat itu melaksanakan Tapa Bratha Penyepian, yakni empat pantangan yang harus dilakukan meliputi tidak bekerja (amati karya), tidak menyalakan lampu atau api (amati geni), tidak bepergian (amati lelungan), serta tidak mengadakan rekreasi, bersenang-senang, atau hura-hura (amati lelanguan).
Pertamina juga menghentikan pasokan avtur kepada pengusaha penerbangan sebab pintu masuk Pulau Bali, termasuk aktivitas penerbangan di Bandara Ngurah Rai, juga dihentikan sehari penuh.
Paket Khusus Nyepi
Mengingat banyaknya minat masyarakat mancanegara akan kegiatan Nyepi di Bali, para pengusaha hotel maupun restoran mengundang turis dalam dan luar negeri untuk bisa menyaksikan salah satu keunikan Pulau Dewata.
Wisatawan yang menggunakan fasilitas hotel dalam menikmati keunikan Bali itu tetap tidak mengganggu umat Hindu melaksanakan tapa brata penyepian.
Paket wisata Nyepi itu bukan ditujukan kepada umat Hindu untuk keluar rumah menghindari pantangan yang harus dilaksanakan pada Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1937 walaupun kenyataannya ada.
Bali sebagai daerah tujuan wisata yang dikenal masyarakat dunia, memang harus membuka diri kepada wisatawan dalam dan luar negeri untuk menikmati keunikan yang dimiliki masyarakat Bali, termasuk pada Hari Raya Nyepi.
Pemerintah Kabupaten Badung yang di wilayahnya terdapat ratusan hotel berbintang yang berjejer di Pantai Kuta, Bualu, hingga kawasan Nusa Dua tidak melarang manajemen perhotelan menjual paket Nyepi kepada wisatawan yang ingin berlibur ke Pulau Dewata untuk menikmati rutual Nyepi.
Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung Ida Bagus Anom Basma mengaku tidak melarang penjualan paket Nyepi di setiap perhotelan, asalkan tidak mengganggu pelaksanaan Catur Brata Penyepian.
Penjualan paket Nyepi dinilai wajar untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisman ke Bali. Pelaksanaan penyepian di sejumlah perhotelan mendapat pengawasan ketat dari pecalang (pengamanan adat Bali) agar tidak mengganggu pelaksanaan Nyepi bagi masyarakat sekitarnya.
Pihak hotel tidak menyalakan lampu berlebihan, melaksanakan aktivitas yang mengganggu Catur Brata Penyepian, dan wisatawan tidak keluar dari areal kawasan hotel.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati mengatakan bahwa libur serangkaian Hari Raya Nyepi tidak mendongkrak tingkat okupansi penginapan di Pulau Dewata.
Libur nasional yang kebetulan jatuh pada hari Sabtu (21/3) tidak ada pengaruhnya terhadap tingkat hunian hotel selama Nyepi, tetapi hanya penambahan yang tidak begitu signifikan.
Bahkan, hampir tidak ada peningkatan persentase hunian selama libur Nyepi itu karena pariwisata Bali kini tengah memasuki musim sepi dengan tingkat hunian yang diperkirakan hingga Nyepi usai mencapai rata-rata 45 persen.
Tahun lalu hotel berbintang saja tidak sampai tembus 60 persen untuk tingkat hunian. Hari Suci Nyepi belum membuat wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, yang secara khusus datang ke Bali untuk merasakan hari raya menyambut tahun baru saka.
Demikian pula, wisatawan yang khusus datang untuk memperingati Nyepi juga tidak begitu banyak, kecuali mereka yang kebetulan ada di Bali.
Para pelaku pariwisata selama ini mengharapkan adanya lonjakan tingkat hunian yang biasanya diisi oleh masyarakat non-Hindu yang berada di Pulau Dewata.
Mereka memilih menginap di hotel karena masih ada toleransi terkait dengan empat pantangan dalam Hari Raya Nyepi atau Catur Beratha Penyepian.
Pengelola penginapan sudah mengetahui rambu-rambu yang tidak boleh dilakukan, seperti tidak menyalakan lampu di luar hotel dan tidak menyelenggarakan pesta atau keramaian. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015