Negara (Antara Bali) - Legislator Jembrana dari Komisi B Membenarkan, retribusi penimbangan ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pengambengan, yang dilakukan Pemkab Jembrana rawan bocor.
"Itu merupakan masalah klasik. Memang cukup sulit untuk melakukan pengawasan di penimbangan tersebut," kata Ketua Komisi B, Nyoman S Kusumayasa, yang membidangi masalah kelautan, di Negara, Minggu.
Ia sepakat dengan Kepala Dinas Kelautan, Perikanan Dan Kehutanan, I Made Dwi Maharimbawa, yang mengancam memberikan sanksi tegas berupa pemecatan, terhadap petugas yang memanipulasi data penimbangan.
Menurutnya, dengan status sebagai pegawai kontrak, pemerintah bisa melakukan pemutusan hubungan kerja, terhadap petugas yang nakal di penimbangan ikan.
Meskipun membenarkan potensi adanya kebocoran di penimbangan ikan, ia mengatakan, kehilangan pendapatan terbesar dari sektor tersebut berasal dari perahu yang tidak masuk ke PPN Pengambengan.
"Masih banyak perahu yang menurunkan ikan di luar PPN, sehingga hasil tangkapnya tidak masuk ke penimbangan. Kalau tidak masuk ke penimbangan, otomatis tidak bisa dipungut retribusi," ujarnya.
Menurutnya, untuk mendapatkan retribusi yang maksimal dari penimbangan ikan, Pemkab Jembrana harus membuat aturan untuk melarang perahu membongkar hasil tangkap di luar pelabuhan.
Melihat potensi yang ada, ia optimis, pendapatan dari sektor ini masih bisa ditingkatkan cukup besar, bahkan bisa menembus Rp1 miliar pertahun, jika hasil tangkap stabil.
"Untuk mencapai hasil maksimal, segala potensi kebocoran harus ditutup, baik yang berasal dari permainan nakal petugas pungut, maupun perahu yang bongkar hasil tangkap di luar pelabuhan," katanya.
Dari retribusi penimbangan ikan, Pemkab Jembrana memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada tahun 2014 sebesar Rp709 juta lebih dari target Rp600 juta.
Retribusi dikenakan bagi penjual maupun pembeli ikan yang melakukan penimbangan di pelabuhan, masing-masing satu persen dari transaksi.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Itu merupakan masalah klasik. Memang cukup sulit untuk melakukan pengawasan di penimbangan tersebut," kata Ketua Komisi B, Nyoman S Kusumayasa, yang membidangi masalah kelautan, di Negara, Minggu.
Ia sepakat dengan Kepala Dinas Kelautan, Perikanan Dan Kehutanan, I Made Dwi Maharimbawa, yang mengancam memberikan sanksi tegas berupa pemecatan, terhadap petugas yang memanipulasi data penimbangan.
Menurutnya, dengan status sebagai pegawai kontrak, pemerintah bisa melakukan pemutusan hubungan kerja, terhadap petugas yang nakal di penimbangan ikan.
Meskipun membenarkan potensi adanya kebocoran di penimbangan ikan, ia mengatakan, kehilangan pendapatan terbesar dari sektor tersebut berasal dari perahu yang tidak masuk ke PPN Pengambengan.
"Masih banyak perahu yang menurunkan ikan di luar PPN, sehingga hasil tangkapnya tidak masuk ke penimbangan. Kalau tidak masuk ke penimbangan, otomatis tidak bisa dipungut retribusi," ujarnya.
Menurutnya, untuk mendapatkan retribusi yang maksimal dari penimbangan ikan, Pemkab Jembrana harus membuat aturan untuk melarang perahu membongkar hasil tangkap di luar pelabuhan.
Melihat potensi yang ada, ia optimis, pendapatan dari sektor ini masih bisa ditingkatkan cukup besar, bahkan bisa menembus Rp1 miliar pertahun, jika hasil tangkap stabil.
"Untuk mencapai hasil maksimal, segala potensi kebocoran harus ditutup, baik yang berasal dari permainan nakal petugas pungut, maupun perahu yang bongkar hasil tangkap di luar pelabuhan," katanya.
Dari retribusi penimbangan ikan, Pemkab Jembrana memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada tahun 2014 sebesar Rp709 juta lebih dari target Rp600 juta.
Retribusi dikenakan bagi penjual maupun pembeli ikan yang melakukan penimbangan di pelabuhan, masing-masing satu persen dari transaksi.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015