Jakarta (Antara Bali) - Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yudhi Chrisnandi memberi saran terkait dengan rekrutmen calon hakim supaya melalui proses CPNS.
"Untuk proses rekrutmen, calon hakim bisa ikuti CPNS terlebih dahulu, dan yang bertanggung jawab untuk penyelenggaraan ini ya pemerintah, khususnya Kemenpan," ujar Yudhi usai pertemuan dengan Komisi Yudisial di Gedung Komisi Yudisial Jakarta, Rabu (4/2) sore.
Ia menyebutkan para calon hakim sebaiknya mengikuti proses CPNS karena dilihat dari sisi UU ASN, akan menjadi lebih praktis mengingat kebutuhan akan hakim yang kian mendesak.
Menurut pihak KY, perekrutan hakim bisa dilakukan secara langsung dan tidak melalui CPNS. Dari perekrutan langsung tersebut, para calon hakim akan melalui pendidikan dan bagi mereka yang dinyatakan lulus akan dilantik sebagai hakim dan menjadi pejabat negara.
Calon hakim yang tidak lulus akan dikembalikan ke masyarakat.
"Pandangan itu bagus sebenarnya, dari sisi keuangan negara juga jadi lebih irit, lebih praktis dan kami pun akan siap membantu," kata Yudhi.
Kendati demikian, Yudhi menilai bahwa proses rekrutmen hakim secara mandiri oleh KY dan MA masih harus menunggu perpres, sementara desakan akan kebutuhan hakim terus berjalan.
"Kalau kami praktisnya saja, buka formasi rekrutmen CPNS lalu mereka yang lolos seleksi mendapatkan pendidikan hakim. Selanjutnya yang lulus pendidikan menjadi tanggung jawab KY dan MA karena menjadi hakim dan pejabat negara. Tapi sebelum jadi hakim ya tanggung jawab pemerintah karena mereka CPNS," katanya.
Sejak 2010 KY tidak membuka rekrutmen hakim karena adanya perbedaan persepsi terkait dengan penempatan jabatan hakim sebagai pejabat negara, karena menyangkut sistem penggajian, fasilitas, dan proses pengadaan.
Kebutuhan hakim di seluruh Indonesia mencapai 1.200 orang, sedangkan pada 2015 kebutuhan mendesak akan hakim mencapai 500 hingga 700 hakim, kata Yudhi. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Untuk proses rekrutmen, calon hakim bisa ikuti CPNS terlebih dahulu, dan yang bertanggung jawab untuk penyelenggaraan ini ya pemerintah, khususnya Kemenpan," ujar Yudhi usai pertemuan dengan Komisi Yudisial di Gedung Komisi Yudisial Jakarta, Rabu (4/2) sore.
Ia menyebutkan para calon hakim sebaiknya mengikuti proses CPNS karena dilihat dari sisi UU ASN, akan menjadi lebih praktis mengingat kebutuhan akan hakim yang kian mendesak.
Menurut pihak KY, perekrutan hakim bisa dilakukan secara langsung dan tidak melalui CPNS. Dari perekrutan langsung tersebut, para calon hakim akan melalui pendidikan dan bagi mereka yang dinyatakan lulus akan dilantik sebagai hakim dan menjadi pejabat negara.
Calon hakim yang tidak lulus akan dikembalikan ke masyarakat.
"Pandangan itu bagus sebenarnya, dari sisi keuangan negara juga jadi lebih irit, lebih praktis dan kami pun akan siap membantu," kata Yudhi.
Kendati demikian, Yudhi menilai bahwa proses rekrutmen hakim secara mandiri oleh KY dan MA masih harus menunggu perpres, sementara desakan akan kebutuhan hakim terus berjalan.
"Kalau kami praktisnya saja, buka formasi rekrutmen CPNS lalu mereka yang lolos seleksi mendapatkan pendidikan hakim. Selanjutnya yang lulus pendidikan menjadi tanggung jawab KY dan MA karena menjadi hakim dan pejabat negara. Tapi sebelum jadi hakim ya tanggung jawab pemerintah karena mereka CPNS," katanya.
Sejak 2010 KY tidak membuka rekrutmen hakim karena adanya perbedaan persepsi terkait dengan penempatan jabatan hakim sebagai pejabat negara, karena menyangkut sistem penggajian, fasilitas, dan proses pengadaan.
Kebutuhan hakim di seluruh Indonesia mencapai 1.200 orang, sedangkan pada 2015 kebutuhan mendesak akan hakim mencapai 500 hingga 700 hakim, kata Yudhi. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015