Taipei (Antara Bali) - Gaji pokok tenaga kerja Indonesia sektor informal di Taiwan dipastikan naik per 1 Juli 2015 sebagaimana hasil kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan Taiwan.
"Salah satu upaya kami adalah menaikkan gaji pokok TKI sektor informal dari 15.000 NT (dolar Taiwan) menjadi 17.500 NT per 1 Juli 2015," kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid dalam dialog dengan TKI di kantor Sekretariat Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI-NU) Taiwan di Taipei, Minggu.
Pengumuman itu disambut tepuk tangan dan ucapan syukur dari ratusan TKI yang memadati aula PCI-NU Taiwan pada sore itu.
Menurut dia, hal tersebut bagian dari keberhasilan Pemerintah Indonesia dalam melakukan dialog tripartit. "Yang belum berhasil sepenuhnya kami hapus adalah jual-beli job order TKI formal," kata Ketua Umum Gerakan Pemuda Anshor itu yang baru sekitar 1,5 bulan menjabat Kepala BNP2TKI.
Meskipun demikian, pihaknya sudah melakukan kesepakatan informal dengan sejumlah agen TKI di Taiwan agar memungut biaya jasa pelayanan penempatan tidak lebih dari 30.000 NT kepada TKI sektor formal.
Selama ini para TKI sektor formal membayar jasa pelayanan kepada agen sekitar 1.800 NT per bulan selama tiga tahun masa kerja. "Kesepakatan informal itu belum ada keputusan resmi," ujar Nusron.
Karena itu, pihaknya mendorong Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (dulu PJTKI) untuk menekan agen TKI di Taiwan agar biaya jasa pelayanan penempatan dibayarkan satu kali gaji selama tiga tahun atau senilai tidak lebih dari 30.000 NT.
"Kalau agen di sini tidak mau, PPTKIS harus mengancam tidak mengirimkan TKI-nya. Pemerintah tidak punya target apa pun dalam pengiriman TKI. Murni hanya faktor pelayanan kepada WNI yang ingin bekerja di luar negeri," katanya.
"Saya yakin, orang Indonesia tidak datang ke sini pun masih bisa makan," katanya didampingi Wakil Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei Harsono Aris Yuwono, Direktur Promosi BNP2TKI Anjar Prihantoro Winarso, Kepala Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (UPTP3TKI) Surabaya Agus Heri Santoso, dan staf profesional BNP2TKI Miftah Farid itu.
Dalam kesempatan itu, Nusron mengimbau jajaran PCI-NU Taiwan turut membantu pemerintah dalam mengatasi berbagai persoalan yang dialami TKI.
"Staf KDEI sebagai perwakilan pemerintah di Taiwan ini sangat terbatas, hanya 50 orang, sedangkan jumlah TKI di Taiwan mencapai 229 ribu orang. Mayoritas TKI adalah warga nahdiyin," ujarnya.
Ia menyambut positif keberadaan PCI-NU di Taiwan yang aktif menggelar acara keagamaan. "Selanjutnya saya juga mendorong PCI-NU dan KDEI membuat MoU terkait perawatan jenazah TKI secara syar`i," katanya.
Selain berdialog dengan para TKI di Sekretariat PCI-NU Taiwan, Nusron juga berpidato di KDEI, mengunjungi tempat penampungan TKI bermasalah di Taoyuan dan mendatangi sentra TKI di Keelung.
Selepas dari Taiwan, dia akan melanjutkan kunjungan kerjanya ke Hong Kong, Senin (26/1). (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Salah satu upaya kami adalah menaikkan gaji pokok TKI sektor informal dari 15.000 NT (dolar Taiwan) menjadi 17.500 NT per 1 Juli 2015," kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid dalam dialog dengan TKI di kantor Sekretariat Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI-NU) Taiwan di Taipei, Minggu.
Pengumuman itu disambut tepuk tangan dan ucapan syukur dari ratusan TKI yang memadati aula PCI-NU Taiwan pada sore itu.
Menurut dia, hal tersebut bagian dari keberhasilan Pemerintah Indonesia dalam melakukan dialog tripartit. "Yang belum berhasil sepenuhnya kami hapus adalah jual-beli job order TKI formal," kata Ketua Umum Gerakan Pemuda Anshor itu yang baru sekitar 1,5 bulan menjabat Kepala BNP2TKI.
Meskipun demikian, pihaknya sudah melakukan kesepakatan informal dengan sejumlah agen TKI di Taiwan agar memungut biaya jasa pelayanan penempatan tidak lebih dari 30.000 NT kepada TKI sektor formal.
Selama ini para TKI sektor formal membayar jasa pelayanan kepada agen sekitar 1.800 NT per bulan selama tiga tahun masa kerja. "Kesepakatan informal itu belum ada keputusan resmi," ujar Nusron.
Karena itu, pihaknya mendorong Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (dulu PJTKI) untuk menekan agen TKI di Taiwan agar biaya jasa pelayanan penempatan dibayarkan satu kali gaji selama tiga tahun atau senilai tidak lebih dari 30.000 NT.
"Kalau agen di sini tidak mau, PPTKIS harus mengancam tidak mengirimkan TKI-nya. Pemerintah tidak punya target apa pun dalam pengiriman TKI. Murni hanya faktor pelayanan kepada WNI yang ingin bekerja di luar negeri," katanya.
"Saya yakin, orang Indonesia tidak datang ke sini pun masih bisa makan," katanya didampingi Wakil Kepala Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei Harsono Aris Yuwono, Direktur Promosi BNP2TKI Anjar Prihantoro Winarso, Kepala Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (UPTP3TKI) Surabaya Agus Heri Santoso, dan staf profesional BNP2TKI Miftah Farid itu.
Dalam kesempatan itu, Nusron mengimbau jajaran PCI-NU Taiwan turut membantu pemerintah dalam mengatasi berbagai persoalan yang dialami TKI.
"Staf KDEI sebagai perwakilan pemerintah di Taiwan ini sangat terbatas, hanya 50 orang, sedangkan jumlah TKI di Taiwan mencapai 229 ribu orang. Mayoritas TKI adalah warga nahdiyin," ujarnya.
Ia menyambut positif keberadaan PCI-NU di Taiwan yang aktif menggelar acara keagamaan. "Selanjutnya saya juga mendorong PCI-NU dan KDEI membuat MoU terkait perawatan jenazah TKI secara syar`i," katanya.
Selain berdialog dengan para TKI di Sekretariat PCI-NU Taiwan, Nusron juga berpidato di KDEI, mengunjungi tempat penampungan TKI bermasalah di Taoyuan dan mendatangi sentra TKI di Keelung.
Selepas dari Taiwan, dia akan melanjutkan kunjungan kerjanya ke Hong Kong, Senin (26/1). (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015