Jakarta (Antara Bali) - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Suryo Bambang Sulisto menyatakan permasalahan defisit transaksi berjalan mengakibatkan sumber ketidakpastian nilai tukar mata uang rupiah, sehingga pemerintah mesti fokus untuk itu.

        "Defisit transaksi berjalan merupakan sumber penyebab rupiah terombang-ambing dalam ketidakpastian," kata Suryo Bambang Sulisto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

        Menurut Suryo, rupiah terus terdepresiasi baik karena faktor internal maupun faktor eksternal, sedang masalah defisit neraca berjalan ini dinilai sudah berjalan beberapa waktu.

        Namun, ia berpendapat bahwa pemerintah tampaknya belum memiliki strategi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. "Banyak devisa dikeluarkan untuk membiayai jasa kesehatan, jasa pelayaran, jasa asuransi luar negeri, sehingga mengakibatkan terjadi defisit neraca jasa-jasa," katanya.

        Selain itu, ujar dia, banyak devisa dikeluarkan untuk berobat keluar negeri dan untuk membiayai pelayaran dan asuransi dalam ekspor nasional.

        Sebagai solusi, menurut Suryo, seyogyanya pemerintah mengizinkan rumah sakit menggunakan dokter-dokter asing selama masa transisi sehingga meningkatkan kualitas jasa kesehatan dan terjadinya alih tehnologi dan penularan etos kerja pada SDM dalam negeri. "Dengan demikian akan meningkatkan orang Indonesia yang berobat di dalam negeri, yang selanjutnya akan mengurangi devisa keluar negeri," katanya.

        Selain itu, pemerintah juga dinilai perlu mendorong pemberdayaan industri jasa pelayaran nasional dan industri asuransi nasional, dengan cara memberikan kredit dengan suku bunga yang disubsidi, mengingat industri tersebut merupakan bisnis jangka panjang.

        Sebagaimana diberitakan, Bank Indonesia memperkirakan defisit neraca transaksi berjalan pada 2015 berada pada kisaran 3,3-3,5 persen terhadap PDB, karena impor diprediksikan masih tinggi terutama barang modal yang digunakan untuk pertumbuhan investasi.

        "Kami memahami defisit tetap ada tapi untuk kegiatan yang lebih produktif, seperti impor barang modal atau barang antara," kata Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo di Jakarta, Senin (19/1).

        Agus mengatakan perkiraan defisit neraca transaksi berjalan tersebut untuk sepanjang tahun, meskipun angkanya masih relatif tinggi, namun secara keseluruhan impor barang-barang konsumtif sudah mulai berkurang.

        Sebelumnya, defisit neraca transaksi berjalan pada 2015 diperkirakan bertahan di tiga persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), namun alokasinya lebih baik dibanding 2014 karena didistribusikan untuk pembiayaan sektor produktif.

        "2015 defisitnya masih kita perkirakan tidak jauh berbeda dengan 2014 yang kita lihat akan di tiga persen. Namun 2015 defisitnya digunakan untuk bangun infrastruktur, dan menggenjot pertumbuhan ekonomi," kata Direktur Departemen Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia (BI) Juda Agung di Jakarta, Kamis (15/1).

        Juda memperkirakan pada 2015 tren penurunan harga minyak dunia yang diprediksi masih berlangsung lama akan memperbaiki defisit neraca transaksi berjalan.

        Stimulus positif itu, kata Juda, akan berhadapan dengan laju impor barang modal yang kian tinggi karena pemerintah berencana menggenjot pembangunan infrastruktur besar-besaran. (WDY)

Pewarta: Oleh Muhammad Razi Rahman

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015