Negara (Antara Bali) - Sopir truk yang masuk ke Bali minta, aturan pembatasan muatan diterapkan merata hingga ke Pulau Jawa sehingga mereka tidak terlanjur menyeberang antar pulau.
Permintaan sopir truk tersebut mereka sampaikan, saat operasi penindakan yang dilakukan Dinas Perhubungan Provinsi Bali di jembatan timbang Gilimanuk, Kabupaten Jembrana, Selasa.
"Kalau ditindak disini kami sangat dirugikan, apalagi barang yang kami bawa sampai harus kembali ke Jawa. Seharusnya sejak jembatan timbang di Jawa, aturan seperti itu sudah diterapkan," kata Sanurin, salah seorang sopir.
Hal yang sama juga disampaikan Nyoman Nada, sopir yang truknya mengangkut bahan bangunan, dengan menambahkan, jika harus kembali ke Jawa, ia tidak mampu menanggung biaya bahan bakar.
"Dari Surabaya hingga ke Bali, operasional truk bisa mencapai Rp800 ribu. Kalau harus kembali, siapa yang menanggung biayanya? Bos kami sudah jelas tidak mau, karena sudah diborongkan kepada sopir," katanya.
Seperti yang diperkirakan sebelumnya, operasi dengan cara menghentikan truk di jembatan timbang ini, membuat antrian panjang hingga ke jalan raya Denpasar-Gilimanuk.
Baru sekitar satu jam diterapkan, ratusan truk sudah memadati jalan raya tersebut, hingga sekitar 500 meter dari jembatan timbang.
Para sopir nampak tidak bisa menerima, jika mereka yang disalahkan sepenuhnya atas kelebihan muatan kendaraannya, karena mereka bisa lolos dalam penimbangan di Jawa.
Kepada awak media, mereka menunjukkan bukti kompensasi dari jembatan timbang di wilayah Jawa Timur, seperti Probolinggo dan Pasuruan.
Menurut mereka, jembatan timbang di Jawa Timur memberikan surat kompensasi kepada truk yang kelebihan muatan, dengan membayar Rp50 ribu.
"Ini surat resmi, kenapa di Jawa bisa sementara di Bali tidak? Kalau aturan antar pulau berbeda-beda, kami yang susah," kata Nada.
Melihat antrian truk yang semakin panjang, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jembatan Timbang, Dinas Perhubungan Provinsi Bali, I Wayan Aryana, berkoordinasi dengan kepolisian, dan mengambil keputusan sopir diperbolehkan melanjutkan perjalanan.
"Tapi kami perlu ingatkan kepada para sopir, penindakan baik tilang maupun mengembalikan truk ke daerah asal akan dilakukan. Saat ini kami masih dalam tahap pembinaan," katanya.
Kepada Aryana yang menemuinya, para sopir mengatakan, jika truk yang mereka kemudikan muatannya sesuai tonase, pekerjaan mereka menjadi lebih ringan.
Namun mereka mengungkapkan, para bos yang membuka jalur perdagangan Jawa-Bali tidak mau melakukan hal tersebut, karena akan rugi.
"Seharusnya masalah pembatasan muatan ini juga disampaikan kepada bos pemilik barang dan truk. Kami sebagai sopir hanya menjalankan kendaraan saja," kata salah seorang sopir.
Terkait permintaan sopir untuk memberikan surat kompensasi dengan biaya tertentu, bagi truk yang kelebihan muatan, Aryana mengatakan, akan menyampaikan kepada atasnnya di provinsi.
Namun menurutnya, dalam aturan perhubungan darat ditegaskan, seluruh jembatan timbang tidak diperkenankan memungut biaya.
"Kalau soal lolos di Jawa, karena kekuatan jalan raya disini dan Jawa lain. Hal yang mungkin kami lakukan adalah mengusulkan, agar kekuatan menahan beban jalan raya di Bali sama dengan di Jawa," ujarnya.
Beberapa waktu lalu, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan saat mengecek jembatan timbang Gilimanuk memerintahkan, kendaraan yang kelebihan muatan dikembalikan ke daerah asal, untuk memberikan efek jera.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
Permintaan sopir truk tersebut mereka sampaikan, saat operasi penindakan yang dilakukan Dinas Perhubungan Provinsi Bali di jembatan timbang Gilimanuk, Kabupaten Jembrana, Selasa.
"Kalau ditindak disini kami sangat dirugikan, apalagi barang yang kami bawa sampai harus kembali ke Jawa. Seharusnya sejak jembatan timbang di Jawa, aturan seperti itu sudah diterapkan," kata Sanurin, salah seorang sopir.
Hal yang sama juga disampaikan Nyoman Nada, sopir yang truknya mengangkut bahan bangunan, dengan menambahkan, jika harus kembali ke Jawa, ia tidak mampu menanggung biaya bahan bakar.
"Dari Surabaya hingga ke Bali, operasional truk bisa mencapai Rp800 ribu. Kalau harus kembali, siapa yang menanggung biayanya? Bos kami sudah jelas tidak mau, karena sudah diborongkan kepada sopir," katanya.
Seperti yang diperkirakan sebelumnya, operasi dengan cara menghentikan truk di jembatan timbang ini, membuat antrian panjang hingga ke jalan raya Denpasar-Gilimanuk.
Baru sekitar satu jam diterapkan, ratusan truk sudah memadati jalan raya tersebut, hingga sekitar 500 meter dari jembatan timbang.
Para sopir nampak tidak bisa menerima, jika mereka yang disalahkan sepenuhnya atas kelebihan muatan kendaraannya, karena mereka bisa lolos dalam penimbangan di Jawa.
Kepada awak media, mereka menunjukkan bukti kompensasi dari jembatan timbang di wilayah Jawa Timur, seperti Probolinggo dan Pasuruan.
Menurut mereka, jembatan timbang di Jawa Timur memberikan surat kompensasi kepada truk yang kelebihan muatan, dengan membayar Rp50 ribu.
"Ini surat resmi, kenapa di Jawa bisa sementara di Bali tidak? Kalau aturan antar pulau berbeda-beda, kami yang susah," kata Nada.
Melihat antrian truk yang semakin panjang, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jembatan Timbang, Dinas Perhubungan Provinsi Bali, I Wayan Aryana, berkoordinasi dengan kepolisian, dan mengambil keputusan sopir diperbolehkan melanjutkan perjalanan.
"Tapi kami perlu ingatkan kepada para sopir, penindakan baik tilang maupun mengembalikan truk ke daerah asal akan dilakukan. Saat ini kami masih dalam tahap pembinaan," katanya.
Kepada Aryana yang menemuinya, para sopir mengatakan, jika truk yang mereka kemudikan muatannya sesuai tonase, pekerjaan mereka menjadi lebih ringan.
Namun mereka mengungkapkan, para bos yang membuka jalur perdagangan Jawa-Bali tidak mau melakukan hal tersebut, karena akan rugi.
"Seharusnya masalah pembatasan muatan ini juga disampaikan kepada bos pemilik barang dan truk. Kami sebagai sopir hanya menjalankan kendaraan saja," kata salah seorang sopir.
Terkait permintaan sopir untuk memberikan surat kompensasi dengan biaya tertentu, bagi truk yang kelebihan muatan, Aryana mengatakan, akan menyampaikan kepada atasnnya di provinsi.
Namun menurutnya, dalam aturan perhubungan darat ditegaskan, seluruh jembatan timbang tidak diperkenankan memungut biaya.
"Kalau soal lolos di Jawa, karena kekuatan jalan raya disini dan Jawa lain. Hal yang mungkin kami lakukan adalah mengusulkan, agar kekuatan menahan beban jalan raya di Bali sama dengan di Jawa," ujarnya.
Beberapa waktu lalu, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan saat mengecek jembatan timbang Gilimanuk memerintahkan, kendaraan yang kelebihan muatan dikembalikan ke daerah asal, untuk memberikan efek jera.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015