Gianyar (Antara Bali) - Anggota DPRD Gianyar, Bali tampaknya terbelah menjadi dua kelompok ketika menyikapi masalah dukungan pilihan desa adat atau Desa dinas yang disampaikan pihak eksekutif yang dipimpin Bupati Gianyar, Anak Agung Bharata.

"Yang berhak bicara atas nama rakyat itu wakil rakyat bukan bupati," kata Ketua Fraksi Gabungan, Ida Bagus Manu Atmaja usai rapat penetapan Ranperda UU Desa di Kantor DPRD Gianyar, Selasa.

Ia mengatakan, pihaknya kini belum bisa menentukan sikap terkait dengan penetapan desa adat atau desa denas, karena dirinya belum pernah mendengarkan langsung dari bendesa atau perbekel yang mana didaftarkan.

Hal senada juga disampaikan Ida Bagus Rai, politisi Gerindra yang dengan lantang menyodok Ranperda yang masih belum jelas.

"Dalam isi penetapan, namun dalam isi yang didaftarkan ada 70 desa adat, sedangkan di Gianyar sesungguhnya adanya 271 desa ini namanya penggabungan bukan penetapan," ujarnya.

Terkait persoalan ini, kedepan dikhawatirkan akan terjadi konflik, karena banyak desa adat digabung.

Hal yang sama juga disampaikan Ketut Karda, politisi Demokrat yang juga menyayangkan Ranperda yang ragu.

"Oleh sebab itu ketua dewan agar mengagendakan pertemuan dengan bendesa adat dan perbekel (kepala desa) walaupun waktu mepet," katanya didampingi I Made Wirasila.

I Wayan Budiana juga menyampaikann hal yang sama, bahkan pihaklnya yakin Bendesa Tampaksiring tak akan setuju soal pendaftaran desa dinnas.

Sementara itu, Ketua DPRD Gianyar, I Wayan Tagel Winarta mengucapkan terima kasih atas kritik yang disampaikan oleh anggota DPRD.

"Pada prinsipnya sidang ditunda sementara, soal pandangan Fraksi," jelasnya.

Soal pengundangan Bendesa atau Perbekel tidak bisa diagendakam karena waktunya sudah mendesak, katanya. (WDY)

Pewarta: Oleh Putu Arthayasa

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015