Denpasar (Antara Bali) - Total biaya produksi usaha ternak babi di Bali mencapai Rp713.000 per ekor setiap tahunnya, dengan pengeluaran terbesar untuk pakan ternak 59,30 persen.
"Dari total rumah tangga yang mengusahakan ternak babi secara sambilan 59,46 persen memelihata hanya satu hingga empat ekor," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Panasunan Siregar di Denpasar, Sabtu.
Ia mengatakan, data tersebut diperoleh dari hasil sensus pertanian tahun 2013 yang dilakukan secara rinci terhadap sektor peternakan, pertanian, perikanan dan kehutanan.
Khusus peternakan babi sebanyak 69,94 persen rumah tangga bertujuan untuk pengemukan.
Penggemukan tersebut sebagian besar yakni 94,84 persen dilakukan dengan cara pengkandangan dan pemeliharaan yang intensif.
Panasunan Siregar menambahkan, sebanyak 37,26 persen rumah tangga yang memelihara usaha ternak babi tidak menjual ternaknya secara rutin dan 61,17 persen di antaranya menjual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Rumah tangga tersebut umumnya menjual ternak babi sekitar bulan September saat harga dinilai menguntungkan, atau menjelang Hari Raya Galungan dan Kuningan yang datangnya dua kali setiap tahun.
Masyarakat peternak babi menunggu momentum penampahan Galungan untuk menjual ternak babinya, karena saat itu harga umumnya selalu baik, karena pada saat yang bersamaan dilakukan pemotongan babi yang mencapai ribuan ekor.
Berkat antisipasi dan persediaan ternak babi menjelang Galungan, Bali dalam beberapa tahun terakhir ini dapat memenuhi kebutuhan, tidak lagi mendatangkannya secara khusus dari luar Bali.
Populasi ternak babi di Bali sangat berfluktuasi, karena dalam pemeliharaan selama satu tahun beratnya sudah mencapai 100 kg yang siap dijual. Populasi babi di Bali sedikitnya lebih dari satu juta ekor. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Dari total rumah tangga yang mengusahakan ternak babi secara sambilan 59,46 persen memelihata hanya satu hingga empat ekor," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Panasunan Siregar di Denpasar, Sabtu.
Ia mengatakan, data tersebut diperoleh dari hasil sensus pertanian tahun 2013 yang dilakukan secara rinci terhadap sektor peternakan, pertanian, perikanan dan kehutanan.
Khusus peternakan babi sebanyak 69,94 persen rumah tangga bertujuan untuk pengemukan.
Penggemukan tersebut sebagian besar yakni 94,84 persen dilakukan dengan cara pengkandangan dan pemeliharaan yang intensif.
Panasunan Siregar menambahkan, sebanyak 37,26 persen rumah tangga yang memelihara usaha ternak babi tidak menjual ternaknya secara rutin dan 61,17 persen di antaranya menjual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Rumah tangga tersebut umumnya menjual ternak babi sekitar bulan September saat harga dinilai menguntungkan, atau menjelang Hari Raya Galungan dan Kuningan yang datangnya dua kali setiap tahun.
Masyarakat peternak babi menunggu momentum penampahan Galungan untuk menjual ternak babinya, karena saat itu harga umumnya selalu baik, karena pada saat yang bersamaan dilakukan pemotongan babi yang mencapai ribuan ekor.
Berkat antisipasi dan persediaan ternak babi menjelang Galungan, Bali dalam beberapa tahun terakhir ini dapat memenuhi kebutuhan, tidak lagi mendatangkannya secara khusus dari luar Bali.
Populasi ternak babi di Bali sangat berfluktuasi, karena dalam pemeliharaan selama satu tahun beratnya sudah mencapai 100 kg yang siap dijual. Populasi babi di Bali sedikitnya lebih dari satu juta ekor. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014