Denpasar (Antara Bali) - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Bali saat ini tengah menunggu kepastian keputusan grasi atau pengampunan dari presiden kepada empat narapidana narkoba.

"Sampai saat ini pengajuan grasi belum ada jawaban. Itu hak prerogratif presiden. Kami masih menunggu," kata Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Bali, Nyoman Putra Surya ditemui di Lapas Kelas II-A Denpasar, di Kerobokan, Kabupaten Badung, Kamis.

Dia menjelaskan bahwa pengajuan grasi tersebut telah dilakukan sebelum 17 Agustus 2014.

"Karena sekarang presiden sudah berganti, mungkin dipelajari ulang," imbuhnya.

Di Bali, kata dia, ada empat orang narapidana narkoba yang dijatuhi hukuman mati mengajukan grasi kepada Presiden saat itu yakni Susilo Bambang Yudhoyono.

Keempat warga binaan yang mendekam di LP Kerobokan yakni dua orang warga negara Australia yang merupakan anggota komplotan dengan nama "Bali Nine"; Andrew Chan dan Myuran Sukumara, seorang warga Inggris yakni Lindsay Sandiford dan warga Indonesia yakni Anak Agung Suarka.

Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu menyatakan bahwa Indonesia saat ini menghadapi situasi darurat narkoba sehingga membuat dirinya berencana tidak akan mengabulkan grasi dari narapidana yang tersangkut narkoba.

Terkait hal tersebut, Kepala Lapas Kelas II-A Denpasar, Sudjonggo menyatakan bahwa pihaknya akan memberikan dampingan psikologis kepada keempat orang tersebut untuk mengantisipasi munculnya kegelisahan setelah adanya kabar dari Kepala Negara yang tidak akan mengabulkan permohonan grasi.

"Kami akan berikan pendampingan psikologis. Tidak hanya bagi keempatnya yang mendapatkan hukuman mati tetapi juga kasus lain yang divonis hukuman tinggi," ucapnya.

Dia menjelaskan bahwa selama ini sudah ada pendampingan yang diberikan pihak lapas bekerja sama dengan Psikologi Universitas Udayana.

Namun pendampingan itu baru bersifat kelompok bukan secara personal.

Sedangkan terkait, kejiwaan keempatnya, Sudjonggo menyatakan bahwa secara kasat mata mereka terlibat biasa saja dengan tetap melakukan aktivitas positif di dalam lapas seperti melakukan hobi melukis.

"Dalam hati orang tidak ada yang tahu tetapi secara kasat mata masih melukis, emosi juga biasa, tidak ada murung, perubahan prilaku juga tidak ada," katanya. (WDY)

Pewarta: Oleh Dewa Wiguna

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014