Denpasar (Antara Bali) - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) ingin menghilangkan kesan adanya dikotomi antara pasar modern dan pasar tradisional agar mampu bersaing dengan peritel asing.

"Dikotomi modern dan tradisional sepantasnya segera ditanggalkan. Persaingan bukan di antara kita. Akankah kita bisa merebut kesempatan yang terbentang luas? Harapan kita ritel Indonesia bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri," kata Ketua Umum Aprindo, Pudjianto, dalam keterangan pers yang diterima Antara di Denpasar, Selasa.

Menurut dia, peritel tidak boleh hanya berpangku tangan, tetapi harus besiap diri apalagi menghadapi serbuan peritel asing dengan berbagai gemerlap yang bisa menarik minat konsumen.

Ia menganggap peritel asing pun tidak sepenuhnya bisa "head to head" tanpa melibatkan peran pelaku ritel lokal yang sudah memahami dan menguasai pasar dalam negeri.

Penetrasi ritel asing tersebut juga bisa menjadi peluang untuk mengakomodasi keinginan berinvestasi dan memulai bisnis di Indonesia dengan menjalin kerja sama atau pola kemitraan.

Pudjianto melihat perekonomian yang membaik dalam 10 tahun terakhir itu membuat posisi Indonesia menjadi incaran para investor asing dari Eropa, Jepang, dan Tiongkok.

Selain itu, peritel dari Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Singapura juga berminat mengembangkan usahanya di Indonesia.

"Pasar di negara kita memang terbentang luas, apalagi wilayah Indonesia Timur. Kawasan tersebut sangat potensial dan daya beli masyarakat setempat tidak kalah dibandingkan masyarakat kota besar di Pulau Jawa, Bali dan Sumatera, serta semakin terbuka lebar ketika pembenahan distribusi melalui program tol laut pemerintah berhasil dijalankan," ujarnya.

Namun secara nasional, penetrasi ritel modern di tanah air paling rendah dibandingkan negara tetangga. Menurut Fitch Ratings dengan tingkat penetrasi 14 persen Indonesia jauh tertinggal dibandingkan Filipina 25 persen atau Malaysia 53 persen. Menurut data Nielsen ritel FMCG, termasuk rokok, masih mendominasi sebaran ritel modern di Indonesia yakni mencapai 25 persen.

Aprindo mencatat hingga semester I/2014 tercatat sekitar 24.000 gerai ritel modern yang tersebar di seluruh Indonesia diprediksi akan terus tumbuh dengan perkiraan sebesar 10 persen di tahun depan.

Selanjutnya sektor ritel modern memang tumbuh lebih cepat dibandingkan pedagang tradisional selama lima tahun terakhir.

Tetapi menurut Fitch Ratings kontribusi terhadap seluruh industri ritel hampir tidak beranjak dari kisaran 20 persen. Hal itu menyiratkan pasar ritel modern masih luas untuk berekspansi.

"Nah, pasar Indonesia yang bakal menjadi sasaran empuk peritel dari luar itu, kalau tidak dilindungi, jaringan distribusinya akan dikuasai asing," ujar Pudjianto menambahkan.

Oleh karena itu, pemerintah selayaknya memberikan kebijakan yang pro pemain lokal dan selektif terhadap pemain asing yang akan masuk.

Keberpihakan pemerintah mutlak dibutuhkan. Kebijakan di sektor ritel yang melempangkan jalan pertumbuhan (ekspansi) ritel modern lokal di Tanah Air merupakan faktor yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah baru karena bisnis ritel lebih mengutamakan pertumbuhan dengan berekspansi. (WDY)

Pewarta: Oleh Wira Suryantala

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014