Badung (Antara Bali) -- Sejumlah pelukis Bali di kawasan Peti Tenget, Kuta, Kabupaten Badung, Bali mengeluhkan hasil karya seninya terkendala pemasaran dan kenaikan harga bahan baku lukisan.

"Kendala pemasaran disebabkan kurangnya sinergi antara pelaku seni lukis dengan pemerintah daerah dan pusat, sehingga kami kurang mampu sendirian mengakses pasar," ujar Asep, seorang seniman lukis di kawasan Jlalan Peti Tenget, Banjar Umalas, Kabupaten Badung, Jumat.

Menurut dia, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang berdampak terhadap kenaikan harga bahan baku lukisan dan harga kebutuhan pokok turut menjadi faktor pasar seni lukis menjadi kurang bergairah.

"Wisatawan nusantara yang biasanya banyak berkunjung sekaligus membeli produk seni lukisan kami, sudah berkurang sejak baru rencana kenaikan harga BBM," ujarnya.

Sebagai dampak pasar yang sepi, katanya, dalam sebulan hanya terjual tujuh sampai 10 lembar lukisan, padahal biasanya terjual 25 lembar lukisan per bulan.

"Mudah mudahan ada pesanan dari pemilik hotel atau Villa bahkan diharapkan pesanan dari luar negeri," ujarnya.

Ia menjelaskan, sebelumnya untuk membuat sebuah lukisan abstrak yang berlualitas menghabiskan modal usaha hingga Rp360.000 per lembar, namun sekarang harus mengeluarkan modal Rp500.000 per lembarnya.

Menurut dia, sebelum kenaikan harga BBM, lukisan abstrak ukuran 50x50 cm dijual seharga Rp700.000 per lembar, namun sekarang dijual seharga Rp900.000 per lembar, untuk ukuran 80x60 cm yang sebelumnya dijual seharga antara Rp900.000 hingga Rp1.200.000 namun kini dijual seharga Rp1.500.000.

Sedangkan untuk lukisan ukuran 90x120 cm sebelumnya seharga Rp3.500.000 kini dijual seharga Rp5000.000.

Harga jual dari sebuah lukisan tidak dapat dilihat dari bentuk ataupun kecerahan saja, melainkan dari konsep dan perasaan dari si pelukis, maka baru bisa menikmati lukisan abstrak.

Menurut dia, lukisan abstrak Bali banyak diminati para kolektor-kolektor mancanegara yang sedang berkunjung hanya sekedar wisata maupun kunjungan kerja saja.

Lain halnya Hendi, seorang pelukis realita, juga di kawasan Jalan Peti Tenget Kerobokan mengaku hasil karyanya lebih memadukan gaya lukis realita dengan gaya seni abstrak yang cukup populer di pasar lokal maupun mancanegara.

Menurutnya, hasil lukisan sangat ditentukan ciri dan karakter khas dari si pelukisnya, artinya tidak dapat disamakan dengan hasil lukisan seorang seniman dengan seniman lainnya karena bahan lukisan dan tema atau konsep lukisannya berbeda beda sangat dipengaruhi karakter pelukisnya.

Ia menjelaskan, untuk sebuah lukisan realita dengan ukuran 50x50 cm sebelum kenaikan harga BBM dijual seharga Rp500.000 per unit, namun setelah kenaikan harga BBM yang berimbas pada kenaikan harga bahan baku harga jual ditingkatkan menjadi Rp800.000 per lembar.

"Sedangkan lukisan untuk ukuran 80x60 cm sebelumnya dijual seharga Rp750.000 per unit namun kini dijual Rp1.200.000 per unit dan ukuran 90x120 cm sebelumnya dijual Rp975.000 per unit kini dijual menjadi Rp1.500.000.

Ia menjelaskan, keadaan pasar sekarang berbeda dengan keadaan sebelumnya, karena keadaan yang sekarang cukup rumit dan kurang bersinergi antara UKM dengan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.

Ditambah lagi adanya masalah-masalah politik yang menghambat laju perekonomian yang ada.

Seorang pembeli lukisan Bali, Mark Peter, wisatawan Australia mengatakan, lukisan yang dibuat oleh pelukis bernuansa dan cukup mempunyai warna dalam tiap goresan kanvas, nilai serta memiliki makna terdalam. (WDY)

Pewarta: Oleh Mayolus Fajar

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014