Mangupura (Antara Bali) - Keputusan Presiden Joko Widodo menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dan premium, mulai Senin (17/11) malam berpengaruh terhadap aktivitas dan kehidupan usaha kecil menengah (UKM) produk mebel.
"Jika harga jual mebel dinaikkan maka akan ada penurunan pembeli, sehingga dikhawatirkan modal kami yang kecil akan lama kembalinya dan usaha bisa saja tidak jalan," ujar seorang pengrajin mebel David di Sempidi, Badung, Kamis.
Karena itu, katanya, untuk sementara masih menjual produk mebel dengan harga yang lama, meski keuntungan kecil tidak menjadi masalah karena yang penting usaha tetap lancar agar roda ekonomi keluarga bisa jalan.
Menurut dia, kebijakan mematok harga tetap juga kebetulan harga bahan baku (kayu) masih belum naik mengikuti kenaikan harga BBM, hanya saja dari segi ongkos buruh yang mau tidak mau harus dinaikkan mengikuti kenaikan harga kebutuhan pokok.
"Kalau ongkos buruh tidak dinaikkan, tentu dikhawatirkan `meloncat` ke tempat usaha lain padahal sudah dibina cukup lama, namun demikian masalah harga ini kami dalam posisi menunggu dan melihat situasi perkembangan harga bahan baku dan konsumen," ujarnya.
Ia mengaku kesulitan mencari buruh yang memiliki integritas tinggi sehingga menjadi kendala dalam mendorong kemajuan usaha, padahal menghadapi persaingan ketat dengan para pengusaha sejenis yang padat modal dan memiliki akses pasar yang luas.
Menurut dia, gaji para buruh selalu mengalami kenaikan, tetapi satu masalah yang ada dari tahun ke tahun adalah etos kerja para buruh selalu bermasalah tidak mampu mengikuti irama persaingan yang terjadi, dengan tanpa kreativitas yang seharusnya nyata diwujudkan.
David menjelaskan, kondisi persaingan yang ketat tersebut mempengaruhi tingkat penjualan produk dan akhirnya juga berpengaruh terhadap kualitas kehidupan sebagai pengrajin mebel dari tahun ke tahun yang tidak berkembang.
"Padahal kami masih menanggung empat orang anak, satu orang istri dan lima buruh yang membantu dalam pekerjaan membuat mebel," ujarnya.
Ia menjelaskan dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jelas berpengaruh terhadap pendapatan perusahaan, karena harus melakukan nego harga dengan para pelanggan yang cenderung tidak mau membeli barang dengan harga tinggi, meski harga BBM sudah naik.
Karena itu, katanya, hingga kini belum berani menaikkan harga mebel sehingga harga masih tetap seperti biasa yaitu untuk satu kursi minimalis dipatok harga Rp250.000, tempat tidur dengan ukuran 160 Cm dipatok harga Rp 2.900.000.
Sedangkan almari buffet dipatok dari harga Rp2.500.000 sampai Rp3.700.000, meja opium seharga Rp600.000 sampai 1.500.000, tempat duduk tabung Rp300.000 per unit, ujarnya.
Ia menjelaskan, untuk kualitas bahan masih tetap sama tanpa perbedaan sedikit pun, karena hampir semua bahan (kayu) didatangkan dari beberapa provinsi penghasil kayu jati, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk semua jenis kayu (sesuai permintaan).
"Tingkat ketebalan kayu akan mempengaruhi harga jual, bahan finishing (kerapian dan ketelitian) serta tingkat kesulitan mengukir," ujarnya.
Dia menambahkan, untuk empat bulan kedepan mungkin masih bisa memakai harga lama dengan nilai keuntungan yang kecil saja, karena belum ada kenaikan harga bahan baku (kayu). Khusus pembeli secara kargo biaya biaya angkutan ditanggung sepenuhnya pembeli.
Menurut dia, pembelian tidak hanya datang langsung ke tempat pembuatan, melainkan juga dibeli melalui online, sehingga dalam enam tahun terakhir banyak mafia mebel bergentayangan dengan modus calon pembeli disuguhkan katalog harga melalui internet.
"Hal tersebut jelas merugikan para pengrajin kayu khususnya para pengrajin ukir kayu dikalangan UKM, karena setiap pengrajin memiliki pengeluaran beban produksi berbeda beda," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Jika harga jual mebel dinaikkan maka akan ada penurunan pembeli, sehingga dikhawatirkan modal kami yang kecil akan lama kembalinya dan usaha bisa saja tidak jalan," ujar seorang pengrajin mebel David di Sempidi, Badung, Kamis.
Karena itu, katanya, untuk sementara masih menjual produk mebel dengan harga yang lama, meski keuntungan kecil tidak menjadi masalah karena yang penting usaha tetap lancar agar roda ekonomi keluarga bisa jalan.
Menurut dia, kebijakan mematok harga tetap juga kebetulan harga bahan baku (kayu) masih belum naik mengikuti kenaikan harga BBM, hanya saja dari segi ongkos buruh yang mau tidak mau harus dinaikkan mengikuti kenaikan harga kebutuhan pokok.
"Kalau ongkos buruh tidak dinaikkan, tentu dikhawatirkan `meloncat` ke tempat usaha lain padahal sudah dibina cukup lama, namun demikian masalah harga ini kami dalam posisi menunggu dan melihat situasi perkembangan harga bahan baku dan konsumen," ujarnya.
Ia mengaku kesulitan mencari buruh yang memiliki integritas tinggi sehingga menjadi kendala dalam mendorong kemajuan usaha, padahal menghadapi persaingan ketat dengan para pengusaha sejenis yang padat modal dan memiliki akses pasar yang luas.
Menurut dia, gaji para buruh selalu mengalami kenaikan, tetapi satu masalah yang ada dari tahun ke tahun adalah etos kerja para buruh selalu bermasalah tidak mampu mengikuti irama persaingan yang terjadi, dengan tanpa kreativitas yang seharusnya nyata diwujudkan.
David menjelaskan, kondisi persaingan yang ketat tersebut mempengaruhi tingkat penjualan produk dan akhirnya juga berpengaruh terhadap kualitas kehidupan sebagai pengrajin mebel dari tahun ke tahun yang tidak berkembang.
"Padahal kami masih menanggung empat orang anak, satu orang istri dan lima buruh yang membantu dalam pekerjaan membuat mebel," ujarnya.
Ia menjelaskan dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jelas berpengaruh terhadap pendapatan perusahaan, karena harus melakukan nego harga dengan para pelanggan yang cenderung tidak mau membeli barang dengan harga tinggi, meski harga BBM sudah naik.
Karena itu, katanya, hingga kini belum berani menaikkan harga mebel sehingga harga masih tetap seperti biasa yaitu untuk satu kursi minimalis dipatok harga Rp250.000, tempat tidur dengan ukuran 160 Cm dipatok harga Rp 2.900.000.
Sedangkan almari buffet dipatok dari harga Rp2.500.000 sampai Rp3.700.000, meja opium seharga Rp600.000 sampai 1.500.000, tempat duduk tabung Rp300.000 per unit, ujarnya.
Ia menjelaskan, untuk kualitas bahan masih tetap sama tanpa perbedaan sedikit pun, karena hampir semua bahan (kayu) didatangkan dari beberapa provinsi penghasil kayu jati, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk semua jenis kayu (sesuai permintaan).
"Tingkat ketebalan kayu akan mempengaruhi harga jual, bahan finishing (kerapian dan ketelitian) serta tingkat kesulitan mengukir," ujarnya.
Dia menambahkan, untuk empat bulan kedepan mungkin masih bisa memakai harga lama dengan nilai keuntungan yang kecil saja, karena belum ada kenaikan harga bahan baku (kayu). Khusus pembeli secara kargo biaya biaya angkutan ditanggung sepenuhnya pembeli.
Menurut dia, pembelian tidak hanya datang langsung ke tempat pembuatan, melainkan juga dibeli melalui online, sehingga dalam enam tahun terakhir banyak mafia mebel bergentayangan dengan modus calon pembeli disuguhkan katalog harga melalui internet.
"Hal tersebut jelas merugikan para pengrajin kayu khususnya para pengrajin ukir kayu dikalangan UKM, karena setiap pengrajin memiliki pengeluaran beban produksi berbeda beda," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014