Singaraja (Antara Bali) - Pihak Keuskapan Denpasar melalui Romo Herman Yosef Beby dan Romo Yohanes Handriyanto Wijaya, segera melakukan konsolidasi umat Katolik Gereja Paroki Santo Paulus di Kabupaten Buleleng, Bali.

Pernyataan itu disampaikan keduanya, Selasa, usai peristiwa kericuhan terkait pengeluaran paksa Pastor Gereja Paroki Santo Paulus Romo Yohanes Tanumiarja alias Romo Yans beserta keluarga dari kediamannya di Jalan Kartini, Singaraja, ibukota Kabupaten Buleleng.

"Ini memang kejadian yang sangat luar biasa. Karena tidak biasa peristiwa ini terjadi dalam gereja Katolik," ujar Romo Beby kepada wartawan beberapa saat setelah berhasil menenangkan suasana kerusuhan.

Dikatakan, tindakan pengosongan gereja secara paksa dianggap merupakan cara terakhir setelah pihak Keuskupan Denpasar tidak mendapat kepastian dari proses hukum yang sempat ditempuh sebelumnya.

Berdasarkan data, di tahun 2007 terdapat sekitar 1.200 orang umat Katolik di Kabupaten Buleleng. Dari jumlah tersebut, tidak lebih dari 100 orang yang diperkirakan menjadi pendukung dari pastor sebelumnya, yakni Romo Yans.

"Itu pun karena masih ada kedekatan secara suku dan atau ikatan emosional lain berkaitan dengan hubungan keluarga," papar Romo Beby.

Menurutnya, kerusuhan yang terjadi dipicu oleh sikap Romo Yans yang tidak mau patuh terhadap surat perintah dari Keuskupan Denpasar tertanggal 10 Maret 1996.

Dimana, Romo Yans tidak melaksanakan mandat resmi dari pimpinan organisasi keuskupan yang resmi, agar pindah tugas ke gereja paroki di kawasan Monang Maning, Denpasar.

Dikatakan, Romo Yans bahkan sempat mendapat peringatan dari petinggi yang duduk di struktur organisasi Keuskupan Denpasar hingga tingkatan provinsi, tapi tetap tidak diperdulikan oleh yang bersangkutan.

Pada Desember 2009, Uskup Denpasar Mgr Silvester San Pr juga telah mengumumkan perihal sikap resmi gereja yang dia pimpin, terkait polemik yang ditimbulkan terkait eksistensi Romo Yans.

Sikap resmi Keuskupan Denpasar itu dituangkan dalam Surat Gembala sebagaimana tercantum dalam buletin internal Keuskupan Denpasar "Nuntia".

"Perlu disadari, itu adalah salah satu niat baik kami agar Romo Yans tidak sampai kehilangan fungsinya sebagai imam. Namun ternyata dia tetap bersikukuh dan tidak mematuhi perintah pimpinan," ujar Romo Beby.

Romo Yans yang tidak mau beranjak dari Gereja Santo Paulus akhirnya mendapat pemecatan sebagai imam dan tidak boleh melaksanakan tugas kepasturan atau memberikan pelayanan kepada umat Katolik, yakni berdasarkan surat keputusan tanggal 1 Desember 1997.

"Itu juga dikukuhkan oleh Tahta Suci Vatikan dengan alasan pemecatan dilakukan karena ketidaktaatan yang keras kepala," katanya.

Diharapkan, seluruh umat tidak terpengaruh terhadap peristiwa tersebut karena sudah ada kejelasan aturan yang berlaku bagi internal umat Katolik.

Menurutnya, Romo Yans akan tetap dirangkul dan bagi umat pendukung pastor lama tersebut, bisa melihat kondisi serta fakta yang sebenarnya atas kejadian tersebut.

"Mereka yang mendukung Romo Yans juga umat Katolik dan tetap kami terima karena mereka juga bagian dari kami. Jadi, tidak ada yang akan terbuang atau merasa dibuang," ucapnya.(*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010