Ponorogo (Antara Bali) - Panitia penyelenggara ritual Garebek Suro
di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, menggelar kirab pusaka untuk
memeriahkan perhelatan budaya tradisional tahunan yang telah masuk
kalender wisata nasional tersebut, Jumat.
Prosesi kirab pusaka yang dimulai sekitar pukul 14.00 WIB itu menyedot perhatian ribuan warga dari berbagai pelosok desa, lintas daerah hingga turis mancanegara.
Mereka bahkan rela berjubel memadati sepanjang jalur yang dilintasi rombongan kirab pusaka sehingga menyebabkan jalanan macet total.
Bupati Ponorogo, Amin mengatakan, kirab pusaka merupakan bagian dari ritual garebeg suro yang digelar dalam rangka menggali dan melestarikan sejarah Ponorogo.
"Acara ini untuk melestarikan sejarah Kota Ponorogo sekaligus nguri-nguri (melestarikkan) budaya leluhur Kota Reog," ujarnya.
Kirab pusaka diikuti oleh berbagai elemen masyarakat, baik dari pemerintah daerah, BUMD, sekolah dan perguruan tinggi, yang merupakan ilustrasi kejayaan pemerintahan Kerajaan Wengker pada masanya.
Sebelum dikirab empat buah pusaka yang menjadi simbol pengagem (pegangan) Pemerintah Ponorogo di masa lalu ini, terlebih dahulu dilakukan prosesi pengambilan pusaka dari tempat penyimpanannya, di halaman petilasan (makam) "Batoro Kathong", yang berada di Desa Setono, Kecamatan Jenangan, yang dianggap kota lama Kabupaten Ponorogo.
Kemudian keempat pusaka kebanggaan Kabupaten Ponorogo, yaitu tunggul nogo, pusaka berbentuk tombak, Songsong Tunggul Wulung pusaka berbentuk payung, Angkin Cinde Puspito pusaka berbentuk sabuk serta pusaka kiai baru (pusaka pemerintahan sekarang) menuju kota pusat pemerintahan sekarang.
Setelah tiba di Paseban Alun-alun Ponorogo, keempat pusaka itu kemudian dijamas (dimandikan), dengan air bunga telon.
Airnya diambil dari dari tujuh sumber mata air di Ponorogo, di antaranya, sumber air Gunung Kucur, sumber air Telaga Ngebel, sumber air Masjid Tegalsari (tertua) dan sejumlah sumber mata air lainnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Prosesi kirab pusaka yang dimulai sekitar pukul 14.00 WIB itu menyedot perhatian ribuan warga dari berbagai pelosok desa, lintas daerah hingga turis mancanegara.
Mereka bahkan rela berjubel memadati sepanjang jalur yang dilintasi rombongan kirab pusaka sehingga menyebabkan jalanan macet total.
Bupati Ponorogo, Amin mengatakan, kirab pusaka merupakan bagian dari ritual garebeg suro yang digelar dalam rangka menggali dan melestarikan sejarah Ponorogo.
"Acara ini untuk melestarikan sejarah Kota Ponorogo sekaligus nguri-nguri (melestarikkan) budaya leluhur Kota Reog," ujarnya.
Kirab pusaka diikuti oleh berbagai elemen masyarakat, baik dari pemerintah daerah, BUMD, sekolah dan perguruan tinggi, yang merupakan ilustrasi kejayaan pemerintahan Kerajaan Wengker pada masanya.
Sebelum dikirab empat buah pusaka yang menjadi simbol pengagem (pegangan) Pemerintah Ponorogo di masa lalu ini, terlebih dahulu dilakukan prosesi pengambilan pusaka dari tempat penyimpanannya, di halaman petilasan (makam) "Batoro Kathong", yang berada di Desa Setono, Kecamatan Jenangan, yang dianggap kota lama Kabupaten Ponorogo.
Kemudian keempat pusaka kebanggaan Kabupaten Ponorogo, yaitu tunggul nogo, pusaka berbentuk tombak, Songsong Tunggul Wulung pusaka berbentuk payung, Angkin Cinde Puspito pusaka berbentuk sabuk serta pusaka kiai baru (pusaka pemerintahan sekarang) menuju kota pusat pemerintahan sekarang.
Setelah tiba di Paseban Alun-alun Ponorogo, keempat pusaka itu kemudian dijamas (dimandikan), dengan air bunga telon.
Airnya diambil dari dari tujuh sumber mata air di Ponorogo, di antaranya, sumber air Gunung Kucur, sumber air Telaga Ngebel, sumber air Masjid Tegalsari (tertua) dan sejumlah sumber mata air lainnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014