Kuta (Antara Bali) - Provinsi Bali terus mendalami keunggulan kopi robusta yang banyak dikembangkan di kawasan Pupuan, selain terus meningkatkan produktivitas dan kualitas jenis arabika Kintamani.
"Kopi robusta yang banyak dikembangkan di daerah Pupuan kini masih kami pelajari apa kekhasan dan keunggulannya," kata Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Bali I Dewa Made Buana Duwuran di Kuta, Bali, Minggu.
Menurut Dewa, kopi robusta asal Pupuan memang belum sepopuler kopi arabika Kintamani yang sudah disertifikasi perlindungan indikasi geografis sejak 2008.
Kopi Kintamani yang telah lebih lama dibudidayakan dinilai punya keunggulan bisa tumbuh baik dengan pemeliharaan mudah dan biji yang besar.
Sementara kopi robusta, yang harganya di bawah arabika, masih terus digali citarasanya.
"Kami yakin kopi jenis yang sama kalau ditanam di tempat berbeda pasti akan menghasilkan rasa yang beda dan khas. Itu yang sedang kami kembangkan dengan robusta karena kopi Kintamani ini pun citarasanya beda berdasarkan daerah tanamnya," ujarnya.
Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Bali, setiap tahunnya wilayah itu bisa menghasilkan sebanyak 4.000 ton kopi arabika dari wilayah Kintamani.
Sayangnya, baru sekitar setengahnya saja yang mampu diolah dan diekspor dalam bentuk kopi beras atau pecah kulit. Sementara sisanya masuk konsumsi dalam negeri.
"Tapi volumenya masih sedikit karena permintaannya tinggi," katanya.
Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (Dirjen PPHP) Kementerian Pertanian Yusni Emilia Harahap mengatakan pihaknya mendukung penuh pengembangan kopi robusta Pupuan.
"Kami berharap kopi Bali yang lain seperti robusta Pupuan ini bisa segera bertengger di puncak jajaran kopi terkenal dunia seperti kopi Kintamani," katanya.
Meski diakuinya produktivitas kopi masih rendah dibanding komoditas perkebunan lain, Emilia optimistis bisa mengangkat pamor kopi sebagai salah satu komoditas unggulan Indonesia.
Alasannya, Indonesia sudah dikenal dunia sebagai negara penghasil kopi berkualitas dan punya citarasa unik seperti Mandheling, Lintong, Mangkuraja, dan Gayo dari Pulau Sumatera.
Ada pula kopi Java, Jampit dan Preanger dari Pulau Jawa; kopi Kintamani dari Bali; kopi Toraja dan Kalosi dari Sulawesi; kopi Flores dan Nusa Tenggara Timur; serta kopi Baliem dan Nabire dari Papua.
"Indonesia juga menghasilkan kopi termahal di dunia yang memiliki rasa khas dan produksi terbatas, yaitu kopi luwak," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Kopi robusta yang banyak dikembangkan di daerah Pupuan kini masih kami pelajari apa kekhasan dan keunggulannya," kata Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Bali I Dewa Made Buana Duwuran di Kuta, Bali, Minggu.
Menurut Dewa, kopi robusta asal Pupuan memang belum sepopuler kopi arabika Kintamani yang sudah disertifikasi perlindungan indikasi geografis sejak 2008.
Kopi Kintamani yang telah lebih lama dibudidayakan dinilai punya keunggulan bisa tumbuh baik dengan pemeliharaan mudah dan biji yang besar.
Sementara kopi robusta, yang harganya di bawah arabika, masih terus digali citarasanya.
"Kami yakin kopi jenis yang sama kalau ditanam di tempat berbeda pasti akan menghasilkan rasa yang beda dan khas. Itu yang sedang kami kembangkan dengan robusta karena kopi Kintamani ini pun citarasanya beda berdasarkan daerah tanamnya," ujarnya.
Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Bali, setiap tahunnya wilayah itu bisa menghasilkan sebanyak 4.000 ton kopi arabika dari wilayah Kintamani.
Sayangnya, baru sekitar setengahnya saja yang mampu diolah dan diekspor dalam bentuk kopi beras atau pecah kulit. Sementara sisanya masuk konsumsi dalam negeri.
"Tapi volumenya masih sedikit karena permintaannya tinggi," katanya.
Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (Dirjen PPHP) Kementerian Pertanian Yusni Emilia Harahap mengatakan pihaknya mendukung penuh pengembangan kopi robusta Pupuan.
"Kami berharap kopi Bali yang lain seperti robusta Pupuan ini bisa segera bertengger di puncak jajaran kopi terkenal dunia seperti kopi Kintamani," katanya.
Meski diakuinya produktivitas kopi masih rendah dibanding komoditas perkebunan lain, Emilia optimistis bisa mengangkat pamor kopi sebagai salah satu komoditas unggulan Indonesia.
Alasannya, Indonesia sudah dikenal dunia sebagai negara penghasil kopi berkualitas dan punya citarasa unik seperti Mandheling, Lintong, Mangkuraja, dan Gayo dari Pulau Sumatera.
Ada pula kopi Java, Jampit dan Preanger dari Pulau Jawa; kopi Kintamani dari Bali; kopi Toraja dan Kalosi dari Sulawesi; kopi Flores dan Nusa Tenggara Timur; serta kopi Baliem dan Nabire dari Papua.
"Indonesia juga menghasilkan kopi termahal di dunia yang memiliki rasa khas dan produksi terbatas, yaitu kopi luwak," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014