Makassar (Antara Bali) - Ketua Dewan Pers Bagir Manan berharap jajaran pers tetap menjunjung tinggi profesionalisme dan kebebasan pers dalam menghadapi kondisi politik terkini yang sedang terjadi, khususnya antara legislatif dan eksekutif.

"Saya yakin pers akan tetap profesional dalam kebebasannya sehingga tidak akan terjadi polarisasi media-media dalam kondisi perpolitikan dewasa ini," katanya di sela-sela Pelatihan Penyegaran bagi para ahli pers dari Dewan Pers se-Indonesia bagian timur di Makassar yang berakhir Jumat (3/10).

Menurut dia, apa yang terjadi di DPR RI dimana semua pimpinan DPR berasal dari Koalisi Merah Putih, merupakan hal wajar dan jangan sampai berimplikasi pada dikotomi media-media yang pada Pilpres 2014 tampak telah terpolarisasi berdasarkan koalisi partai-partai pendukung capres/cawapres.

"Mereka semua kan mengaku berjuang untuk demokrasi dan kepentingan rakyat. Jadi pemberitaan pers mengenai kemelut politik ini jangan sampai menimbulkan krisis," katanya.

Mantan Ketua MA itu menegaskan bahwa pers tidak boleh terbelah dan harus mempunyai preferensi, tidak boleh sekedar memberitakan ini dan itu.

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Bandung itu juga mengaku sependapat dengan beberapa tokoh pers yang menyebutkan bahwa Indonesia sedang mengalami krisis politik.

Karena itu, pers harus mengambil peran untuk memberikan pencerahan dan pendidikan politik yang baik agar Indonesia tidak tercebur ke dalam kondisi yang lebih parah seperti yang terjadi di beberapa negara.

Selain pers, Bagir Manan juga berharap kalangan LSM dan pergurun tinggi untuk mengambil peran merespon secara proporsional kondisi politik yang terjadi, khususnya antara dua koalisi yang bersaing sejak pilpres.

"Mana ya LSM dan perguruan tinggi, kok belum merespons kondisi yang terjadi, baik secara politis maupun teknis," katanya dalam nada tanya saat memberikan pengarahan kepada peserta pelatihan.

Ia mengatakan, pers ke depan menghadapi tantangan yang semakin berat justru karena kebebasan yang diberikan kepadanya dan telah diperjuangkan hampir 15 tahun terakhir.

Pers, katanya, tidak akan menyelesaikan masalah kalau pers menjadi bagian dari masalah tersebut.

"Kalau ini terjadi maka mutu pers akan turun. Pers tidak akan bermutu," katanya.

Menurut dia, pers akhir-akhir ini menghadapi situasi anarkitis yang elitis. Anarkis dalam elit itu lebih buruk dari anarkis masyarakat karena anarkitis elitis dilakukan oleh orang yang berpikir tetapi anarkitis dimasyarakat itu hanya anarkis dalam tindak saja.

"Kalau anarki elitis ini terjadi dan tidak tekrontrol, pasti ke tirani," ujarnya. (WDY)

Pewarta:

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014