Denpasar, 2/10 (Antara) - Otak kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Dr Praptini divonis enam tahun penjara atau paling berat dibanding terdakwa lainnya.
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Kamis, terdakwa yang juga mantan Kepala Biro Administrasi Umum IHDN Denpasar itu diwajibkan membayar denda sebesar Rp100 juta, subsider tiga bulan.
"Selain itu, terdakwa juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp2,3 miliar. Jika tidak mampu membayar denda, maka harta bendanya disita atau diganti dengan kurungan penjara selama satu tahun," kata Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Made Suede.
Berdasarkan kesaksian sejumlah saksi yang dihadirkan selama persidangan kasus tersebut, hampir seluruhnya menyudutkan terdakwa.
Namun, selama itu juga terdakwa tetap dengan pendirianya dan selalu membatah keterangan saksi sehingga majelis hakim mengganggap terdakwa sangat berbelit dalam memberikan setiap keterangan.
Sejumlah hal yang dianggap memberatkan mantan Kepala Biro Administrasi Umum IHDN Denpasar itu yaitu terdakwa yang seharusnya menjadi panutan bagi mahasiswa atau bawahannya, tetapi justru menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh pimpinan dan menggerogoti uang negara untuk kepentingan pribadi.
Selain itu, terdakwa juga di depan persidangan dianggap berbelit-belit, perbuatannya telah mengorbankan atasannya maupun bawahannya, terdakwa tidak merasa bersalah dan menyesali perbuatannya.
Bahkan terdakwa dianggap tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas korupsi.
Sedangkan sejumlah hal-hal yang dianggap meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum, selalu bersikap sopan, dan terdakwa merupakan tulang punggung keluarga.
Terdakwa dalam kesempatan itu mengenakan balutan selendang warna hitam dengan baju putih dan bawahan gelap terlihat sangat tidak setuju dengan keputusan persidangan tersebut yang terlihat ketika meninggalkan ruang sidang dengan nada kecewa menyatakan tidak setuju dengan keputusan sidang tersebut.
Terdakwa dengan raut muka tegar dan ceria langsung meninggalkan ruang sidang tanpa menghiraukan rekan-rekan media yang meliput persidangan tersebut.
Kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di IHDN itu berawal dari penyidikan Kejati Bali terkait dengan dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di IHDN pada 2011 dan dikuatkan dengan temuan Kementerian Agama RI yang merilis 10 temuan di IHDN Denpasar berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor 10/S/VII-XVIII/03/2013 tanggal 13 Maret 2013.
Dalam kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di kampus IHDN Denpasar menjerat lima orang tersangka, yaitu Prof I Made Titib (mantan rektor), Ir Wayan Sudiyasa (rekanan proyek), Ni Putu Indera Maritim (rekanan proyek), Drs. I Nyoman Suweca (mantan Sekretaris Pokja Pengadaan Barang dan Jasa di IHND Denpasar), dan Dr Praptini (Mantan Kepala Biro Administrasi Umum IHDN Denpasar) yang didakwa dengan dua pasal tuntutan primer dan subsider.
Kasus tersebut dinilai jaksa telah mengakibatkan memburuknya citra lembaga IHDN dan merugikan negara sebesar Rp4,8 miliar. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Kamis, terdakwa yang juga mantan Kepala Biro Administrasi Umum IHDN Denpasar itu diwajibkan membayar denda sebesar Rp100 juta, subsider tiga bulan.
"Selain itu, terdakwa juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp2,3 miliar. Jika tidak mampu membayar denda, maka harta bendanya disita atau diganti dengan kurungan penjara selama satu tahun," kata Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Made Suede.
Berdasarkan kesaksian sejumlah saksi yang dihadirkan selama persidangan kasus tersebut, hampir seluruhnya menyudutkan terdakwa.
Namun, selama itu juga terdakwa tetap dengan pendirianya dan selalu membatah keterangan saksi sehingga majelis hakim mengganggap terdakwa sangat berbelit dalam memberikan setiap keterangan.
Sejumlah hal yang dianggap memberatkan mantan Kepala Biro Administrasi Umum IHDN Denpasar itu yaitu terdakwa yang seharusnya menjadi panutan bagi mahasiswa atau bawahannya, tetapi justru menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh pimpinan dan menggerogoti uang negara untuk kepentingan pribadi.
Selain itu, terdakwa juga di depan persidangan dianggap berbelit-belit, perbuatannya telah mengorbankan atasannya maupun bawahannya, terdakwa tidak merasa bersalah dan menyesali perbuatannya.
Bahkan terdakwa dianggap tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas korupsi.
Sedangkan sejumlah hal-hal yang dianggap meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum, selalu bersikap sopan, dan terdakwa merupakan tulang punggung keluarga.
Terdakwa dalam kesempatan itu mengenakan balutan selendang warna hitam dengan baju putih dan bawahan gelap terlihat sangat tidak setuju dengan keputusan persidangan tersebut yang terlihat ketika meninggalkan ruang sidang dengan nada kecewa menyatakan tidak setuju dengan keputusan sidang tersebut.
Terdakwa dengan raut muka tegar dan ceria langsung meninggalkan ruang sidang tanpa menghiraukan rekan-rekan media yang meliput persidangan tersebut.
Kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di IHDN itu berawal dari penyidikan Kejati Bali terkait dengan dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di IHDN pada 2011 dan dikuatkan dengan temuan Kementerian Agama RI yang merilis 10 temuan di IHDN Denpasar berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor 10/S/VII-XVIII/03/2013 tanggal 13 Maret 2013.
Dalam kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di kampus IHDN Denpasar menjerat lima orang tersangka, yaitu Prof I Made Titib (mantan rektor), Ir Wayan Sudiyasa (rekanan proyek), Ni Putu Indera Maritim (rekanan proyek), Drs. I Nyoman Suweca (mantan Sekretaris Pokja Pengadaan Barang dan Jasa di IHND Denpasar), dan Dr Praptini (Mantan Kepala Biro Administrasi Umum IHDN Denpasar) yang didakwa dengan dua pasal tuntutan primer dan subsider.
Kasus tersebut dinilai jaksa telah mengakibatkan memburuknya citra lembaga IHDN dan merugikan negara sebesar Rp4,8 miliar. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014