Jakarta (Antara Bali) - Rencana Presiden terpilih Joko Widodo untuk membangun poros maritim dan tol laut rentan salah arah jika tidak didahului pemulihan lingkungan serta menjamin hak masyarakat lokal dan nelayan kecil atas ruang kelola wilayah pesisir laut.

"Persoalan sosial lingkungan harus menjadi perhatian dan prioritas untuk diselesaikan terlebih dahulu," kata Ode Rakhman, dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) untuk Pengkampanye Pesisir dan Laut Walhi, di Jakarta, Sabtu.

Persoalan yang harus diselesaikan menurutnya antara lain pembatalan reklamasi teluk Benoa, pembatalan pembangunan PLTU Batang dan audit lingkungan terhadap kegiatan pertambangan yang dilakukan Freeport dan Newmont.

Ia mengatakan, hal tersebut penting ditempuh pada awal pemerintahan Joko Widodo sebagai tolak ukur bahwa visi maritim Jokowi dan Jusuf Kalla turut mengoreksi sejumlah kebijakan pembangunan sebelumnya yang telah mencederai hak masyarakat pesisir dan kelestarian lingkungan.

Divisi Advokasi Hukum dan Kebijakan Koalisi Rakyat untuki Keadilan Perikanan (KIARA), Marthin Hadiwinata mengatakan, penting bagi pemerintah untuk merivisi berbagai peraturan perundang-undangan tata kelola pesisir dan laut yang selama ini telah mengakibatkan masyarakat nelayan miskin dan memberikan celah penanam modal asing terhadap sumber daya ikan, raung laut dan pulau-pulau kecil di Indonesia.

"Konsep poros maritim dan kebijakan tol laut jangan malah menjadi jalan bebas hambatan bagi pemodal asing untuk terus menguasai laut kita," kata dia.

Ia menambahkan harusnya Indonesia menolak dan menghentikan modus migrasi kapal-kapal ikan asing beroperasi di laut Indonesia.

Aktivis Change.org, Arief Aziz berharap seluruh masyarakat Indonesia dan semua elemen masyarakat sipil ikut mengawasi dan memberikan masukan agar konsep poros maritim dan tol laut sejalan dengan cita-cita perubahan Indonesia yang lebih baik.

"Ruang-ruang partisipasi masyarakat dalam mengawasi pembangunan harus terbuka lebar, pemerintah mendatang harus lebih transparan, tidak anti kritik, termasuk membangun sistem keterbukaan informasi publik yang dapat diakses publik." jelas Arief. (WDY)

Pewarta:

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014