Jakarta (Antara Bali) - Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa mantan Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi pemerasan pada sejumlah kegiatan di Kementerian ESDM terkait jabatan Jero Wacik sebagai Menteri periode 2011-2013.

"Saya diperiksa untuk Pak Jero," kata Sutan saat tiba di gedung KPK Jakarta, Rabu.

Namun Sutan mengaku tidak mengetahui perihal pemerasan yang diduga dilakukan oleh Jero.

"Enggak tahu saya, begini loh, saya dipanggil sebagai saksinya Pak Jero Wacik, apa yang mau ditanyakan ke saya kan saya belum tahu," tambah Sutan.

Fungsionaris Partai Demokrat itu pun membantah ia diperiksa karena berasal dari partai yang sama dengan Jero yang menjabat sebagai Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat.

"Enggak, enggak ada urusan sama saya, enggak tahu saya," ungkap Sutan.

Ia juga membantah mengetahui mengenai dugaan tindak pemerasan meski Komisi VII yang pernah dipimpinnya menjadi mitra Kementerian ESDM di DPR.

"Mana tahu kita, kalau laporan kan kita APBN, kalau soal pemerasan mana tahu kita," jelas Sutan.

Sutan sendiri sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2013 di Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).

Sedangkan dalam perkara Jero Wacik, kemarin KPK sudah memeriksa Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto, istri Jero Wacik Triesna Jero Wacik, staf dari Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi dan Politik Daniel Sparingga yaitu Reza Akbar serta Kepala Rumah Tangga Rumah Dinas Menteri ESDM Melinda alias Melly Santoso.

Djoko Suyanto seusai diperiksa hanya mengaku mengonfirmasi keterangan Daniel Sparingga yang sudah diperiksa KPK pada Selasa (9/9).

KPK menyangkakan Jero Wacik dengan pasal 12 huruf e atau pasal 23 Undang-undang No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 jo pasal 421 KUHP.

Pasal 12 huruf e mengatur mengenai penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri yaitu pasal mengenai pemerasan dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

KPK menduga Jero Wacik melakukan pemerasan untuk memperbesar dana operasional menteri (DOM) dalam tiga modus yaitu menghimpun pendapatan dari biaya pengadaan yang dianggarkan Kementerian ESDM, meminta pengumpulan dana dari rekanan untuk program-program tertentu, menganggarkan kegiatan rapat rutin tapi rapat itu ternyata fiktif.

Total dana yang diduga diterima oleh Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat itu adalah Rp9,9 miliar. (WDY)

Pewarta: Oleh Desca Lidya Natalia

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014