Bogor (Antara Bali) - Pemerintah Republik Indonesia dan Republik
Tiongkok kembali memperkuat kerja sama di bidang kelautan dan perikanan,
khususnya bidang perikanan budidaya, dalam rangka meningkatkan
investasi dan transfer teknologi.
"Kerja sama ini akan di dorong untuk meningkatkan penguasaan teknologi terkini tentang akuakultur oleh para peneliti dan perekayasa Indonesia," kata Direktur Jenderal Perikanan Budi daya, Slamet Soebjakto dalam siaran pers yang diterima Antara melalui surat elektronik di Bogor, Selasa.
Slamet mengatakan, kerja sama tersebut juga diharapkan dapat memperluas jaringan pemasaran produk perikanan Indonesia dan Tiongkok khususnya di Hongkong, sekaligus menarik investor dari daerah tersebut untuk menanamkan modalnya di bidang perikanan budi daya di Tanah Air.
Lebih lanjut Slamet menjelaskan, Indonesia memiliki potensi perikanan budi daya yang cukup besar yaini 17,74 juta hektar dan pemanfaatannya terus akan ditingkatkan.
"Dengan ketersediaan teknologi, jaringan pasar yang cukup baik serta komoditas unggul yang diminati oleh pasar global, menjadikan Indonesia harus terus menjalin kerja sama dengan negaa lain termasuk Tiongkok dalam hal peningkatan investasi," kata Slamet.
Menurutnya, kerja sama tersebut memiliki peluang besar khususnya untuk komoditas udang yang saat ini udang dari Indonesia memiliki keunggulan bebas dari penyakit dan menggunakan teknologi yang sudah mapan dari intensif sampai super intensif.
"Sehingga investor asing tidak perlu khawati untuk menanamkan modalnya di Indonesia," kata Slamet.
Kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Republik Tiongkok telah dibahas pada rangkaian kerja Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo di APEC Ocean Related Minister Meeting (AOMM) ke-4 beberapa waktu lalau di Xiamen, Beijing dan Hongkong.
Dalam agenda kerja tersebut, Direktur Jenderal Perikanan Budi daya, Slamet Soebjakto melakukan pembahasan inisiasi kerja sama di bidang akuakultur dengan Guangdong Hengxing Group Co. Ltd dan China Southern Association for International Friendly Contact.
Slamet memaparkan, Guangdong Hengxing Group Co. Ltd merupakan salah satu perusahaan swasta terkemuka asal Tiongkok yang bergerak dibidang produk pakan, akuatik, pembenihan, dan perdagangan domestik dan internasional.
Sementara itu, China Southern Association for International Friendly Contact (CAIFC) merupakan organisasi kemasyarakatan yang terkenal di Tiongkok Bagian Selatan yang bergerak dalam bidang hubungan, komunikasi di dalam industri dan kerjasama antara entitas ekonomi.
"Dukungan dari investor-investor sangat diperlukan agar bisnis akuakultur di Indonesia dapat lari dengan cepat. Tentunya dengan tetap memperhatikan dampak peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat pembudidaya kita dan mampu menggerakkan perekonomian di daerah maupun nasional," ujar Slamet.
Slamet menambahkan, kebijakan industrialisasi perikanan budidaya berbasis "blue economy" atau ekonomi biru, juga menjadi landasan terbentuknya kerjasama ini. Saat ini Tiongkok juga sedang mengembangkan konsep yang sama (blue economy) di negaranya.
"Melalui kerjasama ini, kita juga akan menyerap teknologi yang dikembangkan oleh Tiongkok dalam menerapkan "blue economy", sehingga industrialisasi perikanan budi daya berbasis blue economy akan juga segera di kembangkan," kata Slamet.
"Saat ini DJPB sedang mengembangkan kawasan perikanan budi daya berbasis "blue economy" di Propinsi NTB dan NTT bekerjasama dengan FAO," ujar Slamet menambahkan.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Kerja sama ini akan di dorong untuk meningkatkan penguasaan teknologi terkini tentang akuakultur oleh para peneliti dan perekayasa Indonesia," kata Direktur Jenderal Perikanan Budi daya, Slamet Soebjakto dalam siaran pers yang diterima Antara melalui surat elektronik di Bogor, Selasa.
Slamet mengatakan, kerja sama tersebut juga diharapkan dapat memperluas jaringan pemasaran produk perikanan Indonesia dan Tiongkok khususnya di Hongkong, sekaligus menarik investor dari daerah tersebut untuk menanamkan modalnya di bidang perikanan budi daya di Tanah Air.
Lebih lanjut Slamet menjelaskan, Indonesia memiliki potensi perikanan budi daya yang cukup besar yaini 17,74 juta hektar dan pemanfaatannya terus akan ditingkatkan.
"Dengan ketersediaan teknologi, jaringan pasar yang cukup baik serta komoditas unggul yang diminati oleh pasar global, menjadikan Indonesia harus terus menjalin kerja sama dengan negaa lain termasuk Tiongkok dalam hal peningkatan investasi," kata Slamet.
Menurutnya, kerja sama tersebut memiliki peluang besar khususnya untuk komoditas udang yang saat ini udang dari Indonesia memiliki keunggulan bebas dari penyakit dan menggunakan teknologi yang sudah mapan dari intensif sampai super intensif.
"Sehingga investor asing tidak perlu khawati untuk menanamkan modalnya di Indonesia," kata Slamet.
Kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Republik Tiongkok telah dibahas pada rangkaian kerja Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo di APEC Ocean Related Minister Meeting (AOMM) ke-4 beberapa waktu lalau di Xiamen, Beijing dan Hongkong.
Dalam agenda kerja tersebut, Direktur Jenderal Perikanan Budi daya, Slamet Soebjakto melakukan pembahasan inisiasi kerja sama di bidang akuakultur dengan Guangdong Hengxing Group Co. Ltd dan China Southern Association for International Friendly Contact.
Slamet memaparkan, Guangdong Hengxing Group Co. Ltd merupakan salah satu perusahaan swasta terkemuka asal Tiongkok yang bergerak dibidang produk pakan, akuatik, pembenihan, dan perdagangan domestik dan internasional.
Sementara itu, China Southern Association for International Friendly Contact (CAIFC) merupakan organisasi kemasyarakatan yang terkenal di Tiongkok Bagian Selatan yang bergerak dalam bidang hubungan, komunikasi di dalam industri dan kerjasama antara entitas ekonomi.
"Dukungan dari investor-investor sangat diperlukan agar bisnis akuakultur di Indonesia dapat lari dengan cepat. Tentunya dengan tetap memperhatikan dampak peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat pembudidaya kita dan mampu menggerakkan perekonomian di daerah maupun nasional," ujar Slamet.
Slamet menambahkan, kebijakan industrialisasi perikanan budidaya berbasis "blue economy" atau ekonomi biru, juga menjadi landasan terbentuknya kerjasama ini. Saat ini Tiongkok juga sedang mengembangkan konsep yang sama (blue economy) di negaranya.
"Melalui kerjasama ini, kita juga akan menyerap teknologi yang dikembangkan oleh Tiongkok dalam menerapkan "blue economy", sehingga industrialisasi perikanan budi daya berbasis blue economy akan juga segera di kembangkan," kata Slamet.
"Saat ini DJPB sedang mengembangkan kawasan perikanan budi daya berbasis "blue economy" di Propinsi NTB dan NTT bekerjasama dengan FAO," ujar Slamet menambahkan.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014