Denpasar (Antara Bali) - Sejumlah aktivis lembaga swadaya masyarakat di Bali berkumpul di Taman Baca Kesiman, Denpasar, Minggu malam, untuk mengenang kematian aktivis Hak Asasi Manusia, Munir, 10 tahun yang lalu.
LSM tersebut di antaranya Walhi Bali, Sloka Institute, Taman 65 dan Ajar. "Kami mengenang seorang Munir sebagai salah satu penyemangat dalam memperjuangkan HAM. Dalam konteks Walhi, sangat penting membawa semangat ini," kata Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali, Suryadi Darmoko.
Setelah 10 tahun, dia melihat kasus pelanggaran HAM masih mengambang dan hanya menyentuh level terbawah seperti halnya kasus kematian Munir.
"Kasus pelanggaran HAM selama ini masih mengambang. Hanya menyentuh level eksekutor lapangan," ucapnya.
Untuk itu kepada pemerintahan baru Joko Widodo-Jusuf Kalla, dia mengharapkan kasus pelanggaran HAM dari masa lalu yang belum terungkap di Tanah Air, bisa dituntaskan.
"Kami berharap pemerintahan baru nanti bisa menuntaskan korban pada masa lampau. Siapa saja yang terlibat harus diadili," katanya.
Dalam mengenang Munir, para aktivis itu membaca puisi, refleksi Munir, testimoni, dan pemutaran film dokumenter terkait perjalanan hidup aktivis HAM asal Kota Batu, Jawa Timur.
"Munir itu orang yang sederhana. Terakhir saya bertemu dengan beliau (Munir) tahun 2003 dalam sebuah acara di Denpasar," ucap Gendo Suardana, salah satu aktivis lingkungan di Denpasar.
Munir Said Thalib meninggal di dalam pesawat Garuda Indonesia yang terbang dari Jakarta menuju Amsterdam, Belanda, pada 7 September 2004.
Aktivis HAM di Lembaga Pemantau HAM Indonesia Imparsial itu melambung namanya saat masih di Kontras sebagai sebuah komisi yang menaungi orang hilang dan korban kekerasan pada kasus penculikan Tim Mawar dari Kopassus.
Pria kelahiran Batu pada 8 Desember 1965 itu meninggal karena diracun dari senyawa arsenik dalam makanan munir selama perjalanan udara berdasarkan laporan autopsi dari Institut Forensik Belanda yang juga dikonfirmasi pihak kepolisian di Indonesia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
LSM tersebut di antaranya Walhi Bali, Sloka Institute, Taman 65 dan Ajar. "Kami mengenang seorang Munir sebagai salah satu penyemangat dalam memperjuangkan HAM. Dalam konteks Walhi, sangat penting membawa semangat ini," kata Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali, Suryadi Darmoko.
Setelah 10 tahun, dia melihat kasus pelanggaran HAM masih mengambang dan hanya menyentuh level terbawah seperti halnya kasus kematian Munir.
"Kasus pelanggaran HAM selama ini masih mengambang. Hanya menyentuh level eksekutor lapangan," ucapnya.
Untuk itu kepada pemerintahan baru Joko Widodo-Jusuf Kalla, dia mengharapkan kasus pelanggaran HAM dari masa lalu yang belum terungkap di Tanah Air, bisa dituntaskan.
"Kami berharap pemerintahan baru nanti bisa menuntaskan korban pada masa lampau. Siapa saja yang terlibat harus diadili," katanya.
Dalam mengenang Munir, para aktivis itu membaca puisi, refleksi Munir, testimoni, dan pemutaran film dokumenter terkait perjalanan hidup aktivis HAM asal Kota Batu, Jawa Timur.
"Munir itu orang yang sederhana. Terakhir saya bertemu dengan beliau (Munir) tahun 2003 dalam sebuah acara di Denpasar," ucap Gendo Suardana, salah satu aktivis lingkungan di Denpasar.
Munir Said Thalib meninggal di dalam pesawat Garuda Indonesia yang terbang dari Jakarta menuju Amsterdam, Belanda, pada 7 September 2004.
Aktivis HAM di Lembaga Pemantau HAM Indonesia Imparsial itu melambung namanya saat masih di Kontras sebagai sebuah komisi yang menaungi orang hilang dan korban kekerasan pada kasus penculikan Tim Mawar dari Kopassus.
Pria kelahiran Batu pada 8 Desember 1965 itu meninggal karena diracun dari senyawa arsenik dalam makanan munir selama perjalanan udara berdasarkan laporan autopsi dari Institut Forensik Belanda yang juga dikonfirmasi pihak kepolisian di Indonesia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014