Denpasar (Antara Bali) - Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali Dr. I Gusti Ngurah Sudiana meminta investor kawasan wisata Garuda Wisnu Kencana (GWK) menaati aturan adat yang telah disepakati warga setempat.

"Kami harapkan investor GWK yang baru harus mengikuti kesepakatan yang telah dituangkan dengan investor sebelumnya terkait fasilitas umum Jalan `Rurung Agung` yang digunakan warga untuk ke `setra` atau kuburan," katanya di Denpasar, Kamis.

Hal tersebut dikatakan Ngurah Sudiana karena belakangan ini investor baru dinilai mengingkari kesepakatan yang telah dibuat bersama warga Banjar Giri Darma, Desa Ungasan, Jimbaran, Kabupaten Badung. Sehingga warga adat tersebut melakukan pemblokiran jalan akses menuju kawasan GWK pada Minggu (24/8).

Ia mengatakan berdasarkan aturan adat di Bali dan ajaran Agama Hindu, jalan dan fasilitas umum tersebut yang sudah ada sejak turun-temurun harus tetap dilestarikan. Jika ada pembangunan tetap diberikan akses masuk, misalnya kalau jalan itu menuju ke "setra" minimal lebarnya "apenyandang wadah" atau sekitar enam meter.

"Investor harus memperhatikan kepentingan adat dan budaya setempat. Karena majunya pariwisata di Pulau Dewata karena didukung seni, budaya, dan pemandangan alamnya," kata Ngurah Sudiana yang juga dosen IHDN Denpasar itu.

Ia mengharapkan para investor harus memperhatikan ketentuan dan kesepakatan yang telah disepakati. Dalam hal ini tidak saja terkait kasus di GWK, melainkan semua investor yang masuk ke Bali harus memperhatikan lingkungan dalam arti luas.

"Bali terbuka untuk investor untuk menanamkan investasinya, tapi harus taat terhadap ketentuan. Yang mana boleh dan yang mana dilarang. Salah satu aturannya telah ada pada Perda RTRW Provinsi Bali," katanya.

Sebelumnya, warga Banjar (Dusun) Giri Darma, Desa Adat Ungasan, Badung, melakukan pemblokiran jalan akses ke kawasan wisata GWK, karena pihak investor baru, melarang penggunaan Jalan "Rurung Agung" untuk kepentingan umum.

Dengan permasalahan tersebut warga bereaksi melakukan penutupan akses jalan ke GWK dengan batu kapur dan dijaga warga adat banjar setempat.

Mereka menuntut agar Jalan "Rurung Agung" tersebut tetap dibuka dan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Tidak seperti sekarang investor membuat tembok pembatas, sehingga masyarakat tak bisa menggunakan fasilitas publik itu. (WDY)

Pewarta: Oleh I Komang Suparta

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014