Bangli (Antara Bali) - Kopi luwak (lubak) Bangli, Bali, menembus pasar ekspor di tiga negara, yakni Prancis, Australia dan Jepang, sayangnya saat ini pengelolaan kopi termahal di pasaran itu masih menggunakan mesin sederhana.
"Kita masih kewalahan dalam pengolahan karena mesin penggilingan yang digunakan masih sederhana. Saat ini mesin penggilingan yang bagus mencapai harga Rp1 miliar, jadi kami belum mampu membelinya," kata I Kadek Ardi Negara didampingi istrinya Raka Santhi, saat ditemui di bengkel kerjanya di Jalan Lettu Kanten, Bangli, Selasa
Kendati diramu peralatan sederhana, kata Ardi asal Desa Songan, Kintamani, Bali ini, produksi kopinya sudah merambah pasar ekspor ke tiga negara yakni Jepang, Prancis, dan Australa.
"Kami menjamin produksi kopi luwak halal dan sehat untuk dikonsumsi, sebagai buktimnya usaha kami telah dilengkapi berbagai perijinan dan telah diteliti Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Denpasar," jelas mantan Anggota DPRD periode 2004-2009 itu yang kini menekuni dunia bisnis kopi luwak.
Ia menceritakan, awal mula ketertertarikannya terhadap kopi luwak, tidak lepas dari hobinya memelihara binatang termasuk luwak (musang-red). Setelah itu, rumahnya ke datangan tamu asing, kemudian tamu itu menawarkannya untuk membuka usaha kopi luwak.
"Teman saya itu, kemudian mengajak saya untuk menekuni usaha kopi luwak ini," katanya.
Ia melanjutkan, mulai mengumpulkan luwak (lubak) memberikan makanan biji kopi hingga memproduksinya. "Pertama kali memang sangat susah, saya pikir akan gagal, tetapi saran dan petunjuk teman asing saya itu terus saya lakukan," ucapnya.
Setiap pagi sekitar pukul 05.00 Wita, kata Ardi, dirinya membiasakan diri untuk bangun sekaligus bekerja memungut biji dari kotoran luwak, kemudian kotoran biji kopi itu dibersihkan selanjutnya dijemur. Setelah itu dilanjutkan dengan proses sangrai, serta persiapan proses pembuatan kopi bubuk.
"Kerja keras untuk motifasi kami mengembangkan usaha ini," tutur mantan politisi PNIM ini.
Ia menyebutkan, untuk satu ekor luwak bisa menghasilkan sekitar 300-500 gram kulit tanduk basah. Sementara dari sekitar lima kilogram tanduk basah menghasilkan satu kilogram kulit tanduk kering.
Kemudian, setelah diolah, dari satu kilogram kopi tanduk kering menghasilkan 700 gram kopi bersih (green bean). "Dari 700 gram biji bersih menghasilkan sekitar 600 gram roasted atau kopi bubuk," imbuh Raka Santhi.
Awal produksi, sambung Ardi melalui tangan rekan tamu asingnya, produksi kopi luwaknya di pasarkan kepada rekan-rekannya di Prancis, Jepang serta Australia. "Setelah waktu terus berjalan, permintaaan kopi luwak di negera itu terus meningkat, dan sampai saat ini saya masih melayaninya," ujarnya.
Terkait kopi luwak yang di ekspor, kata Ardi, untuk Prancis dirinya baru mampu melayani 700 kilogram kopi luwak, sedangkan Australia dan Jepang baru mencapai 150 Kg.
"Harga kopi luwak Bangli, Bali baru bisa menembus harga Rp1,5 juta per satu kilogramnya, beda dengan daerah lainnya yang sudah menembus angka Rp5 juta," ucapnya.
Ia menambahkan, untuk memenuhi pasar di tiga negara itu, saat ini dirinya memelihara 43 ekor luwak. Musang atau luwak akan melakukan aktifitas makan biji kopi pada malam hari. "Kemampuan makan satu luwak mencapai 80 persen dari kopi yang sengaja ditaruh di kandang," ujarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010
"Kita masih kewalahan dalam pengolahan karena mesin penggilingan yang digunakan masih sederhana. Saat ini mesin penggilingan yang bagus mencapai harga Rp1 miliar, jadi kami belum mampu membelinya," kata I Kadek Ardi Negara didampingi istrinya Raka Santhi, saat ditemui di bengkel kerjanya di Jalan Lettu Kanten, Bangli, Selasa
Kendati diramu peralatan sederhana, kata Ardi asal Desa Songan, Kintamani, Bali ini, produksi kopinya sudah merambah pasar ekspor ke tiga negara yakni Jepang, Prancis, dan Australa.
"Kami menjamin produksi kopi luwak halal dan sehat untuk dikonsumsi, sebagai buktimnya usaha kami telah dilengkapi berbagai perijinan dan telah diteliti Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Denpasar," jelas mantan Anggota DPRD periode 2004-2009 itu yang kini menekuni dunia bisnis kopi luwak.
Ia menceritakan, awal mula ketertertarikannya terhadap kopi luwak, tidak lepas dari hobinya memelihara binatang termasuk luwak (musang-red). Setelah itu, rumahnya ke datangan tamu asing, kemudian tamu itu menawarkannya untuk membuka usaha kopi luwak.
"Teman saya itu, kemudian mengajak saya untuk menekuni usaha kopi luwak ini," katanya.
Ia melanjutkan, mulai mengumpulkan luwak (lubak) memberikan makanan biji kopi hingga memproduksinya. "Pertama kali memang sangat susah, saya pikir akan gagal, tetapi saran dan petunjuk teman asing saya itu terus saya lakukan," ucapnya.
Setiap pagi sekitar pukul 05.00 Wita, kata Ardi, dirinya membiasakan diri untuk bangun sekaligus bekerja memungut biji dari kotoran luwak, kemudian kotoran biji kopi itu dibersihkan selanjutnya dijemur. Setelah itu dilanjutkan dengan proses sangrai, serta persiapan proses pembuatan kopi bubuk.
"Kerja keras untuk motifasi kami mengembangkan usaha ini," tutur mantan politisi PNIM ini.
Ia menyebutkan, untuk satu ekor luwak bisa menghasilkan sekitar 300-500 gram kulit tanduk basah. Sementara dari sekitar lima kilogram tanduk basah menghasilkan satu kilogram kulit tanduk kering.
Kemudian, setelah diolah, dari satu kilogram kopi tanduk kering menghasilkan 700 gram kopi bersih (green bean). "Dari 700 gram biji bersih menghasilkan sekitar 600 gram roasted atau kopi bubuk," imbuh Raka Santhi.
Awal produksi, sambung Ardi melalui tangan rekan tamu asingnya, produksi kopi luwaknya di pasarkan kepada rekan-rekannya di Prancis, Jepang serta Australia. "Setelah waktu terus berjalan, permintaaan kopi luwak di negera itu terus meningkat, dan sampai saat ini saya masih melayaninya," ujarnya.
Terkait kopi luwak yang di ekspor, kata Ardi, untuk Prancis dirinya baru mampu melayani 700 kilogram kopi luwak, sedangkan Australia dan Jepang baru mencapai 150 Kg.
"Harga kopi luwak Bangli, Bali baru bisa menembus harga Rp1,5 juta per satu kilogramnya, beda dengan daerah lainnya yang sudah menembus angka Rp5 juta," ucapnya.
Ia menambahkan, untuk memenuhi pasar di tiga negara itu, saat ini dirinya memelihara 43 ekor luwak. Musang atau luwak akan melakukan aktifitas makan biji kopi pada malam hari. "Kemampuan makan satu luwak mencapai 80 persen dari kopi yang sengaja ditaruh di kandang," ujarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010