Denpasar (Antara Bali) - Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr. Ketut Suarjaya mengakui vaksin HIV/AIDS sudah dikembangkan oleh badan kesehatan dunia (WHO) yang masih dalam tahap riset dan uji coba selama sepuluh tahun terakhir.

"Vaksin HIV/AIDS saat ini sudah dikembangkan oleh WHO selama sepuluh tahun dan sudah masuk dalam tahap riset dan uji coba," ujar Suarjaya di Denpasar, Senin.

Ia mengatakan bahwa melihat kasus HIV/AIDS yang semakin meningkat, WHO memasukkan program pengembangan vaksin HIV tersebut sebagai salah satu upaya pencegahan penularan penyakit tersebut.

Ketut Suarjaya menuturkan dari pemaparan oleh Kepala Departemen Penyakit Infeksi di Alfred Hospital dan Monash University, Prof Sharon Lewin melalui penelitiannya telah menemukan beberapa individu atau manusia yang mampu membuat super antibodi yang mampu mengenali sejumlah virus.

"Beberapa antibodi ini sudah dikenali namun baru diujicobakan di laboratorium," ujar Suarjaya.

Pihaknya mengharapkan dengan penemuan dan pengembangan vaksi tersebut dapat bermanfaat untuk semua masyarakat dunia sehingga penyebaran penyakit tersebut dapat ditekan.

Ia menjelaskan total pasien yang menderita HIV/AIDS di Bali saat ini tercatat 9.477 kasus yakni yang mengidap HIV (5022) dan AIDS (4455).

Pasien yang belum menunjukkan gejala sakit dan terlihat sehat masih tergolong tahap HIV dan yang baru mengidap gelaja symptomatis akibat serangan virus mulai terlihat (Tahap AIDS).

"Penyakit yang sering muncul pada tahap AIDS yakni dengan gejala - gejala TBC, diare dan jamur di mulut," ujarnya.

Untuk jumlah kematian akibat virus HIV di Bali semenjak tahun 1987 tercatat 545 orang dan faktor resiko penyebab penularan penyakit tersebut yang tertinggi akibat hubungan heteroseksual sebanyak 7.840 kasus.

Sedangkan untuk rentang usia cenderung pada usia 20-29 yang paling banyak menderita HIV/AIDS yakni sebanyak 3.646 orang dan usia 30-39 (3433).

Meskipun sudah ada Anti Retro Viral (ARV), terapi tersebut hanya dapat menekan jumlah virus. Namun, gejala HIV tidak akan muncul apabila kualitas hidup pasien tersebut terjaga.

Ia menambahkan ARV tersebut terbukti dapat menurunkan jumlah virus dan dapat menghambat penularan HIV/AIDS hingga 96 persen.

"Apabila pasien HIV berhenti melakukan terapi ARV maka jumlah virus tersebut akan kembali meningkat sehingga dapat menimbulkan penyakit yang menganggu kualitas hidup pasien itu sendiri dan berakhir pada kematian," ujar Ketut Suarjaya. (WDY)

Pewarta: Oleh I Made Surya

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014