Denpasar (Antara Bali) - Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DPRD Provinsi Bali mengusulkan supaya desa adat di Pulau Dewata dapat mencantumkan ketentuan pemanfaatan buah lokal dalam "awig-awig" atau aturan tertulis desa setempat.
"Kami menyadari desa pakraman atau desa adat mempunyai peranan yang strategis untuk menyosialisasikan secara terus-menerus pemanfaatan atau pemakaian buah lokal ke seluruh lapisan masyarakat," kata Sekretaris Fraksi PDIP DPRD Provinsi Bali Gede Kusuma Putra saat membacakan pandangan umum fraksinya terkait Raperda APBD Perubahan 2014, di Denpasar, Senin.
Menurut dia, bagi desa adat yang sudah membuat "awig-awig" untuk pemakaian buah lokal dalam setiap ritual upacara juga layak diberikan "reward" atau penghargaan berupa bantuan Rp30-50 juta per tahun dari Pemprov Bali.
"Selama ini kita banyak menghasilkan perda yang substansinya bagaimana ekonomi kerakyatan di Bali dapat berkembang, namun dalam kenyataannya substansi tujuan pembuatan perda itu belum menyentuh ke seluruh lapisan masyarakat dan salah satunya Perda Provinsi Bali No 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Buah Lokal," ujarnya.
Kusuma Putra mengatakan untuk memberikan bonus sebesar Rp30-50 juta bagi desa adat yang sudah mencatumkan pemakaian buah lokal dalam awig-awignya juga tidak perlu menambah anggaran belanja.
"Tidak perlu menambah anggaran karena terkait dengan bantuan hibah dan bansos yang akan ditingkatkan oleh Pemprov Bali kepada setiap desa adat pada 2015 menjadi Rp200 juta dari tahun ini sebesar Rp100 juta," ucapnya.
Pihaknya mengusulkan bagi desa adat yang sudah mempunyai "awig-awig" pemanfaatan buah lokal bisa diberikan bantuan hibah Rp200 juta, sedangkan yang belum, cukup diberikan Rp150 juta. "Artinya Rp50 juta dipakai untuk merangsang desa adat untuk membuat awig-awig pemanfaatan buah lokal," kata Kusuma Putra.
Sebelumnya Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta juga mendesak beberapa regulasi penggunaan buah lokal dalam perda provinsi setempat supaya dimasukkan dalam "awig-awig".
"Kita harus perkuat perda dengan pengenaan sanksi dalam `awig-awig` maupun dengan membentuk peraturan gubernur," katanya saat menyampaikan sambutan pada seminar bertajuk `Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali` beberapa waktu lalu.
Menurut dia, meskipun sudah ada Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Buah Lokal, namun dalam implementasinya belum berjalan dengan optimal. "Oleh karena itu, saya minta supaya desa adat atau desa pakraman mengevaluasi awig-awig setempat dan mengadopsi Perda Buah Lokal, serta di dalamnya diberikan sanksi apabila masyarakat tidak menggunakan buah lokal," ujar Sudikerta. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Kami menyadari desa pakraman atau desa adat mempunyai peranan yang strategis untuk menyosialisasikan secara terus-menerus pemanfaatan atau pemakaian buah lokal ke seluruh lapisan masyarakat," kata Sekretaris Fraksi PDIP DPRD Provinsi Bali Gede Kusuma Putra saat membacakan pandangan umum fraksinya terkait Raperda APBD Perubahan 2014, di Denpasar, Senin.
Menurut dia, bagi desa adat yang sudah membuat "awig-awig" untuk pemakaian buah lokal dalam setiap ritual upacara juga layak diberikan "reward" atau penghargaan berupa bantuan Rp30-50 juta per tahun dari Pemprov Bali.
"Selama ini kita banyak menghasilkan perda yang substansinya bagaimana ekonomi kerakyatan di Bali dapat berkembang, namun dalam kenyataannya substansi tujuan pembuatan perda itu belum menyentuh ke seluruh lapisan masyarakat dan salah satunya Perda Provinsi Bali No 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Buah Lokal," ujarnya.
Kusuma Putra mengatakan untuk memberikan bonus sebesar Rp30-50 juta bagi desa adat yang sudah mencatumkan pemakaian buah lokal dalam awig-awignya juga tidak perlu menambah anggaran belanja.
"Tidak perlu menambah anggaran karena terkait dengan bantuan hibah dan bansos yang akan ditingkatkan oleh Pemprov Bali kepada setiap desa adat pada 2015 menjadi Rp200 juta dari tahun ini sebesar Rp100 juta," ucapnya.
Pihaknya mengusulkan bagi desa adat yang sudah mempunyai "awig-awig" pemanfaatan buah lokal bisa diberikan bantuan hibah Rp200 juta, sedangkan yang belum, cukup diberikan Rp150 juta. "Artinya Rp50 juta dipakai untuk merangsang desa adat untuk membuat awig-awig pemanfaatan buah lokal," kata Kusuma Putra.
Sebelumnya Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta juga mendesak beberapa regulasi penggunaan buah lokal dalam perda provinsi setempat supaya dimasukkan dalam "awig-awig".
"Kita harus perkuat perda dengan pengenaan sanksi dalam `awig-awig` maupun dengan membentuk peraturan gubernur," katanya saat menyampaikan sambutan pada seminar bertajuk `Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali` beberapa waktu lalu.
Menurut dia, meskipun sudah ada Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Buah Lokal, namun dalam implementasinya belum berjalan dengan optimal. "Oleh karena itu, saya minta supaya desa adat atau desa pakraman mengevaluasi awig-awig setempat dan mengadopsi Perda Buah Lokal, serta di dalamnya diberikan sanksi apabila masyarakat tidak menggunakan buah lokal," ujar Sudikerta. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014