Denpasar (Antara Bali) - Dinas Kesehatan Provinsi Bali berupaya memaksimalkan pencegahan wabah ebola dengan menerapkan aturan kesehatan internasional (Internasional Health Regulation/IHR).
"Merebaknya virus dari Afrika tersebut, harus kami antisipasi dengan langkah-langkah," Kepala Dinkes Bali, dr I Ketut Suarjaya, di Denpasar, Selasa.
Virus ebola pertama kalinya ditemukan di Afrika pada tahun 1976 yang saat ini kembali muncul sehingga harus diwaspadai penularannya.
Virus tersebut sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan kematian dalam waktu singkat yang ditularkan melalui cairan tubuh manusia.
"Tidak hanya itu virus ini juga dapat berkembang di dalam kotoran dan juga dapat berkembang apabila saat sakit cara pengobatan tidak maksimal," ujarnya.
Suarjaya menjelaskan bahwa Bali sebagai destinasi pariwisata internasional cukup rawan terkena dampak virus mematikan tersebut sehingga pihaknya terus berupaya memaksimalkan langkah pemantauan secara terus menerus atau "surveilans".
"Untuk itu kami akan menyiagakan tim kesehatan yang akan dikendalikan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) sehingga penyebaran virus tersebut dapat diminimalisir," ujarnya.
Meskipun virus ebola tidak ada di Indonesia, pihaknya tetap mengimbau kepada seluruh masyarakat agar tetap waspada terhadap penyakit menular tersebut sehingga penyebarannya dapat ditekan.
"Memang virus ini tidak ada di Indonesia.Namun kita harus tetap waspada," ujarnya.
Ia menyebutkan gejala-gejala penderita ebola, di antaranya muntah, diare, sakit badan, pendarahan dalam dan luar, serta demam. "Untuk penyebaran virus itu biasanya langsung kontak dari cairan tubuh seseorang dengan masa inkubasinya dua hingga 21 hari. Namun umumnya lima sampai 10 hari," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Merebaknya virus dari Afrika tersebut, harus kami antisipasi dengan langkah-langkah," Kepala Dinkes Bali, dr I Ketut Suarjaya, di Denpasar, Selasa.
Virus ebola pertama kalinya ditemukan di Afrika pada tahun 1976 yang saat ini kembali muncul sehingga harus diwaspadai penularannya.
Virus tersebut sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan kematian dalam waktu singkat yang ditularkan melalui cairan tubuh manusia.
"Tidak hanya itu virus ini juga dapat berkembang di dalam kotoran dan juga dapat berkembang apabila saat sakit cara pengobatan tidak maksimal," ujarnya.
Suarjaya menjelaskan bahwa Bali sebagai destinasi pariwisata internasional cukup rawan terkena dampak virus mematikan tersebut sehingga pihaknya terus berupaya memaksimalkan langkah pemantauan secara terus menerus atau "surveilans".
"Untuk itu kami akan menyiagakan tim kesehatan yang akan dikendalikan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) sehingga penyebaran virus tersebut dapat diminimalisir," ujarnya.
Meskipun virus ebola tidak ada di Indonesia, pihaknya tetap mengimbau kepada seluruh masyarakat agar tetap waspada terhadap penyakit menular tersebut sehingga penyebarannya dapat ditekan.
"Memang virus ini tidak ada di Indonesia.Namun kita harus tetap waspada," ujarnya.
Ia menyebutkan gejala-gejala penderita ebola, di antaranya muntah, diare, sakit badan, pendarahan dalam dan luar, serta demam. "Untuk penyebaran virus itu biasanya langsung kontak dari cairan tubuh seseorang dengan masa inkubasinya dua hingga 21 hari. Namun umumnya lima sampai 10 hari," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014