Denpasar (Antara Bali) - Direktur Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali dr Bagus Darmayasa meminta peran aktif dari berbagai puskesmas di Pulau Dewata untuk melaporkan kepada pihaknya kalau menemukan pasien dengan status gangguan kejiwaan.
"Peran puskesmas terdekat ini sangat penting karena mereka yang umumnya lebih dahulu tahu tentang kondisi kejiwaan masyarakat setempat sehingga harus secepatnya memberitahukan pada kami. Akhirnya mereka bisa secepatnya memperoleh penanganan," katanya di Denpasar, Rabu.
Menurut dia, meskipun selama ini pihaknya sudah melakukan sistem "jemput bola" dengan layanan keliling pada 92 puskesmas di Bali, tetap diperlukan informasi pasien kejiwaan yang ditemui oleh pihak puskesmas karena siapa tahu ada yang luput saat memberikan layanan keliling tersebut.
"Di puskesmas juga tidak memiliki tenaga spesialis kejiwaan. Sedangkan setiap layanan keliling yang kami berikan itu diberangkatkan satu dokter spesialis, dua perawat, apoteker dan sopir. Setiap harinya para petugas medis RSJ bergerak menyasar tiga puskesmas," ucap pimpinan RSJ yang berlokasi di Kabupaten Bangli itu.
Untuk mendekatkan pelayanan kejiwaan kepada masyarakat, tambah dr Bagus, pihaknya pun telah memberikan pelayanan "homecare" dengan datang langsung ke rumah-rumah penduduk.
"Kami juga berencana membuat penelitian penyebab gangguan kejiwaan dari para pasien yang sudah menjalani rawat inap dengan sistem tabulasi," ucapnya.
Menurut dia, secara umum mayoritas penyebab gangguan jiwa masyarakat akibat persoalan di rumah masing-masing, termasuk faktor kesulitan ekonomi.
"Kami baru bisa menggali penyebab utama gangguan jiwa yang dialami ketika pasien sudah menjalani perawatan karena mereka akan ebih tenang. Sedangkan saat pasien baru masuk, umumnya kondisi mereka masih sangat gelisah dan kacau," ujar dr Bagus.
Saat ini jumlah pasien yang menjalani perawatan di RSJ Provinsi Bali itu sekitar 339 pasien. Dari semua pasien tersebut sebanyak 233 pasien menggunakan fasilitas Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM), 53 orang menggunakan binsos, dan 53 orang menggunakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Sebelumnya Gubernur Bali Made Mangku Pastika meminta Direktur Rumah Sakit Jiwa (RSJ) di provinsi itu untuk melakukan penelitian kecil-kecilan tentang penyebab terjadinya gangguan jiwa pada masyarakat.
"Dengan mengetahui faktor penyebab dari gangguan jiwa tersebut, maka akan bisa dicarikan cara perawatan yang lebih pas bagi pengidap dan bahkan bisa dilakukan pencegahan sebelum gangguan itu terjadi," katanya saat mengunjungi RSJ belum lama ini.
Menurut Pastika, lewat penelitian itu akan bisa dikelompokkan pasien-pasien berdasarkan faktor penyebabnya dengan demikian penanganannya pun akan bisa dilakukan dengan cara yang berbeda sesuai kondisi para pasien. (ADT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Peran puskesmas terdekat ini sangat penting karena mereka yang umumnya lebih dahulu tahu tentang kondisi kejiwaan masyarakat setempat sehingga harus secepatnya memberitahukan pada kami. Akhirnya mereka bisa secepatnya memperoleh penanganan," katanya di Denpasar, Rabu.
Menurut dia, meskipun selama ini pihaknya sudah melakukan sistem "jemput bola" dengan layanan keliling pada 92 puskesmas di Bali, tetap diperlukan informasi pasien kejiwaan yang ditemui oleh pihak puskesmas karena siapa tahu ada yang luput saat memberikan layanan keliling tersebut.
"Di puskesmas juga tidak memiliki tenaga spesialis kejiwaan. Sedangkan setiap layanan keliling yang kami berikan itu diberangkatkan satu dokter spesialis, dua perawat, apoteker dan sopir. Setiap harinya para petugas medis RSJ bergerak menyasar tiga puskesmas," ucap pimpinan RSJ yang berlokasi di Kabupaten Bangli itu.
Untuk mendekatkan pelayanan kejiwaan kepada masyarakat, tambah dr Bagus, pihaknya pun telah memberikan pelayanan "homecare" dengan datang langsung ke rumah-rumah penduduk.
"Kami juga berencana membuat penelitian penyebab gangguan kejiwaan dari para pasien yang sudah menjalani rawat inap dengan sistem tabulasi," ucapnya.
Menurut dia, secara umum mayoritas penyebab gangguan jiwa masyarakat akibat persoalan di rumah masing-masing, termasuk faktor kesulitan ekonomi.
"Kami baru bisa menggali penyebab utama gangguan jiwa yang dialami ketika pasien sudah menjalani perawatan karena mereka akan ebih tenang. Sedangkan saat pasien baru masuk, umumnya kondisi mereka masih sangat gelisah dan kacau," ujar dr Bagus.
Saat ini jumlah pasien yang menjalani perawatan di RSJ Provinsi Bali itu sekitar 339 pasien. Dari semua pasien tersebut sebanyak 233 pasien menggunakan fasilitas Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM), 53 orang menggunakan binsos, dan 53 orang menggunakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Sebelumnya Gubernur Bali Made Mangku Pastika meminta Direktur Rumah Sakit Jiwa (RSJ) di provinsi itu untuk melakukan penelitian kecil-kecilan tentang penyebab terjadinya gangguan jiwa pada masyarakat.
"Dengan mengetahui faktor penyebab dari gangguan jiwa tersebut, maka akan bisa dicarikan cara perawatan yang lebih pas bagi pengidap dan bahkan bisa dilakukan pencegahan sebelum gangguan itu terjadi," katanya saat mengunjungi RSJ belum lama ini.
Menurut Pastika, lewat penelitian itu akan bisa dikelompokkan pasien-pasien berdasarkan faktor penyebabnya dengan demikian penanganannya pun akan bisa dilakukan dengan cara yang berbeda sesuai kondisi para pasien. (ADT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014