Jakarta (Antara Bali) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat menegaskan
tidak ada lagi pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) meskipun ada
rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu atau Panitia Pengawas Pemilu
setempat, kata Komisioner Hadar Nafis Gumay, di Jakarta, Minggu.
"Undang-Undang (Nomor 42 Tahun 2008) mengatakan bahwa jika ada masalah yang memenuhi syarat untuk dilakukan pemungutan suara ulang, itu dilakukan 10 hari setelah pemungutan suara, artinya kemarin (Sabtu, 19/7) menjadi hari terakhir pelaksanaan PSU," kata Hadar di sela-sela Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Nasional di Gedung KPU Pusat.
Terkait rekomendasi Bawaslu DKI Jakarta terkait pemeriksaan terhadap 5.802 tempat pemungutan suara (TPS) yang diduga terindikasi pelanggaran, Hadar mengatakan pihaknya tetap meminta KPU setempat untuk memeriksa persoalan yang terjadi. Namun untuk pelaksanaan PSU di ribuan TPS tersebut, KPU menyatakan hal itu tidak mungkin lagi dilakukan.
"Untuk 5.802 TPS ini tidak mungkin lagi (PSU), karena batas waktunya sudah lewat. Tetapi kami tetap meminta KPU dan Bawaslu DKI Jakarta untuk mengkaji itu dengan mengumpulkan petugas KPPS, PPS, PPK setempat," kata Hadar.
Sebelumnya, Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Hatta wilayah DKI Jakarta Muhammad Taufik menilai hasil rekapitulasi suara Pilpres tingkat Provinsi DKI Jakarta cacat hukum apabila tetap dilakukan pengesahan.
Hal itu disebabkan pihaknya menemukan adanya indikasi kecurangan selama pelaksanaan pemungutan suara pada 9 Juli lalu.
Menurut Taufik, seharusnya KPU DKI Jakarta menjalankan dulu rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta yang minta adanya pengecekan indikasi pelanggaran di 5.802 TPS tersebut.
"Bawaslu jelas merekomendasikan KPU untuk melakukan kroscek lebih dulu terhadap 5.802 TPS yang terindikasi ada pelanggaran, tapi tidak dilakukan dan malah mau melakukan rekapitulasi. Kalau tetap dilakukan rekapitulasi artinya hasilnya cacat hukum," kata Taufik.
Taufik mengatakan Bawaslu merekomendasikan pengecekan terhadap 5.802 TPS lantaran di sana terindikasi adanya pelanggaran yakni adanya warga luar TPS yang mencoblos di sana. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Undang-Undang (Nomor 42 Tahun 2008) mengatakan bahwa jika ada masalah yang memenuhi syarat untuk dilakukan pemungutan suara ulang, itu dilakukan 10 hari setelah pemungutan suara, artinya kemarin (Sabtu, 19/7) menjadi hari terakhir pelaksanaan PSU," kata Hadar di sela-sela Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Nasional di Gedung KPU Pusat.
Terkait rekomendasi Bawaslu DKI Jakarta terkait pemeriksaan terhadap 5.802 tempat pemungutan suara (TPS) yang diduga terindikasi pelanggaran, Hadar mengatakan pihaknya tetap meminta KPU setempat untuk memeriksa persoalan yang terjadi. Namun untuk pelaksanaan PSU di ribuan TPS tersebut, KPU menyatakan hal itu tidak mungkin lagi dilakukan.
"Untuk 5.802 TPS ini tidak mungkin lagi (PSU), karena batas waktunya sudah lewat. Tetapi kami tetap meminta KPU dan Bawaslu DKI Jakarta untuk mengkaji itu dengan mengumpulkan petugas KPPS, PPS, PPK setempat," kata Hadar.
Sebelumnya, Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Hatta wilayah DKI Jakarta Muhammad Taufik menilai hasil rekapitulasi suara Pilpres tingkat Provinsi DKI Jakarta cacat hukum apabila tetap dilakukan pengesahan.
Hal itu disebabkan pihaknya menemukan adanya indikasi kecurangan selama pelaksanaan pemungutan suara pada 9 Juli lalu.
Menurut Taufik, seharusnya KPU DKI Jakarta menjalankan dulu rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta yang minta adanya pengecekan indikasi pelanggaran di 5.802 TPS tersebut.
"Bawaslu jelas merekomendasikan KPU untuk melakukan kroscek lebih dulu terhadap 5.802 TPS yang terindikasi ada pelanggaran, tapi tidak dilakukan dan malah mau melakukan rekapitulasi. Kalau tetap dilakukan rekapitulasi artinya hasilnya cacat hukum," kata Taufik.
Taufik mengatakan Bawaslu merekomendasikan pengecekan terhadap 5.802 TPS lantaran di sana terindikasi adanya pelanggaran yakni adanya warga luar TPS yang mencoblos di sana. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014