Kuta (Antara Bali) - Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) menganggap pertumbuhan ekonomi nasional yang terus membaik bisa memicu terjadinya peningkatan jumlah penderita diabetes mellitus.

"Berdasarkan penelitian kami, diabetes itu merupakan penyakit masyarakat perkotaan. Semakin meningkat pendapatan masyarakat, semakin tinggi pula risiko terkena diabetes," kata Ketua Perkeni Prof Dr Ketut Suastika SpPD-KEMD di Kuta, Bali, Rabu.

Ia menyebutkan bahwa pada 2010 jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai tujuh juta orang. Tiga tahun kemudian jumlah itu bertambah menjadi 8,5 juta.

"Saat ini Indonesia menempati peringkat kesepuluh jumlah penderita diabetes. Pada tahun 2030, Indonesia diperkirakan naik ke peringkat keenam dengan jumlah penderita sekitar 12 juta," ungkap Rektor Universitas Udayana (Unud) Denpasar itu.

Menariknya, survei yang dilakukan oleh Suastika dan tim dari Unud menyebutkan bahwa penderita diabetes di Bali paling banyak tinggal di sekitar daerah wisata.

Dalam survei yang melibatkan 1.846 responden tersebut, penyakit diabetes terbanyak diderita oleh masyarakat yang tinggal di kawasan Legian, Kabupaten Badung, dan kawasan Ubud, Kabupaten Gianyar.

"Legian dan Ubud ini yang berdasarkan survei kami jumlah pendrerita diabetes di atas angka delapan persen. Mereka yang kami survei itu penduduk asli Legian dan Ubud, bukan dari kalangan wisatawan atau pendatang," ujarnya.

Menurut dia, pendapatan masyarakat di kedua wilayah yang dikenal sebagai kantong wisatawan itu lebih tinggi dibandingkan dengan di daerah lain di Pulau Dewata itu.

"Bahkan di Legian ada 300 orang dengan tingkat obesitas tinggi sebagai gejala seseorang terkena diabetes karena memang pendapatan mereka tinggi-tinggi," tuturnya, menambahkan.

Ia menganggap bahwa diabetes sebagai pintu masuk berbagai jenis penyakit, seperti gagal ginjal, stroke, dan jantung, dengan tingkat kematian 50-60 persen.

Berdasarkan studi epidemiologi terbaru Perkeni pada 2011 juga menyebutkan bahwa Indonesia menjadi daerah epidemi diabetes mellitus tipe II yang bisa diatasi dengan pengaturan pola makan dan latihan fisik.

Oleh sebab itu, Suastika menyarankan kepada penderita diabetes untuk melakukan tes kadar gula darah dalam tubuh secara mandiri dan berkelanjutan.

"Bagi dokter, tentu merasa dimudahkan kalau ada pasien yang datang sambil membawa hasil tes gula darah. Dan, diabetes itu penyakit yang tidak bisa disembuhkan, kecuali hanya dengan mengontrol kadar gula darah," ujar dokter ahli penyakit dalam itu.

Selain itu, dia juga mengingatkan pihak sekolah dan guru untuk rajin mengontrol jajanan anak didiknya.

"Makanan yang dijual di sekolah-sekolah sekarang ini banyak kandungan kimia yang dapat memicu si anak terkena obesitas sejak dini dan berpotensi terserang diabetes. Sekolah dan guru yang harus rajin mengontrol makanan anak didiknya," ucap Suastika.(WDY)

Pewarta: Oleh M. Irfan Ilmie

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014