Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika menolak usulan peningkatan anggaran promosi pariwisata karena lebih baik dana tersebut digunakan untuk mengatasi persoalan kemiskinan di Pulau Dewata.
"Di Bali masih banyak orang miskin, mash banyak program bedah rumah, Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM), beasiswa miskin, dan sebagainya yang harus dijalankan," katanya di Denpasar, Selasa.
Dia berpandangan bahwa promosi pariwisata dengan membawa rombongan maupun duta kesenian beramai-ramai ke luar negeri itu kurang efektif karena yang menonton di sana juga kebanyakan warga negara Indonesia (WNI). Jauh lebih efektif kalau wisatawan asing didatangkan ke Bali selanjutnya promosi dari mulut ke mulut.
Caranya, ucap Pastika, dengan berbagai konferensi maupun kegiatan wisata digelar di Bali. Dalam konferensi maupun kegiatan tersebut harus dijaga keamanannya dengan baik dan diberikan pelayanan yang sebaik-baiknya.
"Anggaranya tidak nol sama sekali, tetapi saya tidak setuju kalau uang rakyat dipakai `wira-wiri` seperti rombongan sirkus," ujarnya sembari menyebutkan kerap duta promosi ke luar negeri yang benar-benar bisa berbicara hanya satu dua, sedangkan selebihnya sebagai penggembira.
Pemerintah, lanjut dia, juga harus berpikir kewirausahaan (government entrepreneurship) yakni dapat mengelola sumber daya dengan sebaik-baiknya, tanpa ada pihak yang dirugikan. "Bagaimana menjual Bali supaya laku, tanpa harus mengeluarkan uang. Itulah prinsip ekonomi yang harus diterapkan," katanya.
Mantan Kapolda Bali itu menganggap lebih cocok kalau para pelaku pariwisata di Pulau Dewata mempromosikan usahanya dengan menggunakan uangnya sendiri dan tidak lagi menunggu anggaran pemerintah.
"Mereka semua punya perusahaan, punya hotel. Emang duitnya nanti dikasih ke pemerintah? Tidak juga, kecuali PHR (pajak hotel dan restoran). Tetapi PHR pun yang bayar juga sesungguhnya konsumen," ucapnya.
Menurut Pastika, tidak adil kalau pemerintah harus membiayai pelaku pariwisata yang memiliki hotel besar-besar dan kaya. Menjadi lebih tepat kalau pelaku pariwisata juga membantu pemerintah mengatasi persoalan kemiskinan.
Saat ini ada sekitar 15 ribu rumah tidak layak huni yang masih ditempati warga miskin di Bali.
Ia juga menyayangkan kurangnya kepekaan dari pelaku pariwisata, misalnya untuk membantu pemerintah dalam program bedah rumah. "Saya ngomong begini udah dari dulu. Bolak-balik ngomong tidak ada reaksi apa-apa," ucap Pastika. (M038)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Di Bali masih banyak orang miskin, mash banyak program bedah rumah, Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM), beasiswa miskin, dan sebagainya yang harus dijalankan," katanya di Denpasar, Selasa.
Dia berpandangan bahwa promosi pariwisata dengan membawa rombongan maupun duta kesenian beramai-ramai ke luar negeri itu kurang efektif karena yang menonton di sana juga kebanyakan warga negara Indonesia (WNI). Jauh lebih efektif kalau wisatawan asing didatangkan ke Bali selanjutnya promosi dari mulut ke mulut.
Caranya, ucap Pastika, dengan berbagai konferensi maupun kegiatan wisata digelar di Bali. Dalam konferensi maupun kegiatan tersebut harus dijaga keamanannya dengan baik dan diberikan pelayanan yang sebaik-baiknya.
"Anggaranya tidak nol sama sekali, tetapi saya tidak setuju kalau uang rakyat dipakai `wira-wiri` seperti rombongan sirkus," ujarnya sembari menyebutkan kerap duta promosi ke luar negeri yang benar-benar bisa berbicara hanya satu dua, sedangkan selebihnya sebagai penggembira.
Pemerintah, lanjut dia, juga harus berpikir kewirausahaan (government entrepreneurship) yakni dapat mengelola sumber daya dengan sebaik-baiknya, tanpa ada pihak yang dirugikan. "Bagaimana menjual Bali supaya laku, tanpa harus mengeluarkan uang. Itulah prinsip ekonomi yang harus diterapkan," katanya.
Mantan Kapolda Bali itu menganggap lebih cocok kalau para pelaku pariwisata di Pulau Dewata mempromosikan usahanya dengan menggunakan uangnya sendiri dan tidak lagi menunggu anggaran pemerintah.
"Mereka semua punya perusahaan, punya hotel. Emang duitnya nanti dikasih ke pemerintah? Tidak juga, kecuali PHR (pajak hotel dan restoran). Tetapi PHR pun yang bayar juga sesungguhnya konsumen," ucapnya.
Menurut Pastika, tidak adil kalau pemerintah harus membiayai pelaku pariwisata yang memiliki hotel besar-besar dan kaya. Menjadi lebih tepat kalau pelaku pariwisata juga membantu pemerintah mengatasi persoalan kemiskinan.
Saat ini ada sekitar 15 ribu rumah tidak layak huni yang masih ditempati warga miskin di Bali.
Ia juga menyayangkan kurangnya kepekaan dari pelaku pariwisata, misalnya untuk membantu pemerintah dalam program bedah rumah. "Saya ngomong begini udah dari dulu. Bolak-balik ngomong tidak ada reaksi apa-apa," ucap Pastika. (M038)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014