Denpasar (Antara Bali) - Rencana pembangunan reklamasi Teluk Benoa, Kabupaten Badung, mendapat perlawanan sejumlah masyarakat Tanjung Benoa dengan menggelar aksi demonstrasi penolakan dengan alasan reklamasi itu akan merusak lingkungan sekitar.

Warga yang tergabung dalam "Tanjung Benoa Tolak Reklamasi" (TBTR) melakukan aksi dengan pemasangan spanduk di seputar perempatan Kelurahan Tanjung Benoa, Minggu, yang intinya rencana reklamasi di Teluk Benoa akan berdampak pada lingkungan di Tanjung Benoa.

Menurut Koordinator Lapangan Aksi TBTR Nyoman Rino, aksi tersebut bertujuan mengingatkan kembali kepada masyarakat terkait dengan pengawalan hasil keputusan dari masing-masing banjar, yaitu tiga banjar (dusun) dari total empat banjar di Tanjung Benoa satu tahun lalu. Dengan menyatakan sikap tolak reklamasi Teluk Benoa.

"Ini merupakan aksi yang keempat. Namun, pertama kali dalam wadah organisasi yang berbeda dibanding tiga aksi terdahulu yang merupakan organisasi baru lanjutan dari organisasi yang lama dengan nama Gempar.

"Hari ini kami sebar 100 bendera kecil nantinya dipasang di depan rumah yang secara tegas menolak reklamasi," kata Ketua Aksi TBTR I Wayan Kartika didampingi Sekretaris I Nyoman Wirayun, Bendahara I Nyoman Darta, dan Humasnya Ketut Sudarsana.

Sementara itu, I Wayan Citra seorang tokoh masyarakat Banjar Anyar menyayangkan adanya aksi demonstrasi menentang reklamasi tersebut.

"Mengenai perjanjian di sana memang benar adanya. Akan tetapi, Banjar Anyar tidak pernah menandatangani tersebut.

Dalam rapat yang dihadiri oleh semua elemen masyarakat tersebut isinya adalah keputusannya merevisi perjanjian yang ditandatangani oleh prajuru desa dan pihak LPM, yang akhirnya memberikan mandat Jero Bendesa (Ketua Adat) Tanjung Benoa untuk mengirimkan tiga orang utusan yang mewakili masing-masing banjar sebagai tim perevisi perjanjian.

Namun, Jero Bendesa pada saat itu memberikan tenggang waktu karena berkaitan dengan pemilu," katanya.

Citra lebih lanjut mengatakan bahwa semua banjar pun telah mengirimkan semua perwakilan untuk melakukan revisi.

"Yang disayangkan kenapa belum muncul hasil revisi secara resmi, tetapi dimunculkan keputusan yang lama dan dipampang kembali sedemikian rupa dalam poster tersebut," katanya.

Ia mengaku akan menanyakan kepada Bendesa Adat sebab pada saat aksi tidak ada di tempat karena melakukan persembahyangan ke Pura Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur.

Semestinya, kata dia, kenapa keputusan revisi tersebut tidak keluar secepatnya, jangan sampai menjelang hari raya suci malah timbul permasalahan akibat kisruh yang sudah tenang kini malah diperkeruh kembali.

"Langkah awal kami akan mendesak agar nantinya hasil keputusan yang telah direvisi tersebut diturunkan kepada seluruh masyarakat tanjung benoa dan segera membentuk tim revisi perjanjian tersebut," ujar Citra.

Setelah terbit perjanjian tersebut, dia berharap bisa menguntungkan semua masyarakat Tanjung Benoa yang bergantung dari sektor pariwisata sehingga perlu dikembangkan agar Tanjung Benoa bisa lebih maju.

"Aksi ini kemungkinan digerakkan oleh masyarakat yang tidak tahu hasil jalannya rapat itu sendiri, sedangkan saya yang secara persis tahu dan hadir saja tidak berani memunculkan atribut-atribut agar tidak memperkeruh keadaan," katanya. (WRA)

Pewarta: Oleh Komang Suparta

Editor : I Gede Wira Suryantala


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014