Seantero jagat Bali memancarkan rona religius, membuat setiap orang termasuk wisatawan mancanegara dalam menikmati liburan di Pulau Dewata merasa aman, nyaman, tentram dan kedamaian.
Kehalusan jiwa dan watak Kartini-kartini Bali bisa tersenyum berkat kelembutan maupun kepiawaian dalam membuat banten dan sesaji (rangkaian janur), sarana ritual yang digelar umat Hindu tiada hentinya.
Wanita Bali memang dikenal gigih dan sanggup kerja apa saja yang produktif dalam meningkatkan pendapatan keluarga. Setiap saat mereka sangat sibuk menyiapkan sarana ritual rangkaian beberapa hari suci yang bekalangan ini jatuh secara beruntun, disamping aktivitas dan profesi yang digelutinya.
Memasuki 2014 yang berawal dari hari suci Siwa Ratri hari perenungan dosa yang dirayakan pada 29-30 Januari 2014, menyusul hari Saraswati, hari lahirnya ilmu pengetahuan dan teknologi pada hari Sabtu (8/3) dan hari suci Pagerwesi yang bermakna untuk meningkatkan keteguhan iman pada Rabu (12/3) tutur dosen Fakultas Pertanian Universitas Udayana Dr Ni Luh Kartini.
Sosok wanita kelahiran Buleleng, Bali utara itu menilai kegigihan wanita Bali tampak dengan tanpa pandang bulu dalam melakukan pekerjaan, jenis pekerjaan apapun sangup dilakoninya.
Wanita Bali, selain bekerja keras membantu suami menambah pendapatan keluarga, mereka juga aktif dan berperan dalam menyukseskan kegiatan ritual. "Kartini-kartini" Bali sanggup memberikan pemahaman yang baik tentang kodrat sebagai wanita, yakni menjadi ibu yang penuh kasih sayang dalam kehidupan sehari-hari yang terasa semakin berat.
Wanita Bali menyingsingkan lengan baju bekerja keras. Bisa jadi seorang perempuan Bali pada siang hari menjadi pedagang, menekuni usaha industri kecil dan kerajinan rumah tangga, namun pada malam harinya tampil sebagai seniman pentas di atas panggung.
Mereka tampil menari dengan lincah dan menyanyi di atas pentas diiringi gamelan, instrumen musik tradisional Bali yang mampu menarik perhatian penonton, termasuk wisatawan mancanegara maupun nusantara.
Dibalik "bola mata" penari yang disorot sinar lampu itu, ternyata sosok wanita Bali juga sanggup melakoni pekerjaan kasar, yakni bergelut dalam urusan pangan atau buruh bangunan bekerja di bawah terik matahari, tanpa mengenyampingkan peranannya sebagai ibu rumah tangga dan mengurus keluarga.
Wanita Bali tidak pernah diam, berperan secara aktif dalam berbagai aspek pembangunan serta berusaha meningkatkan kemampuan, keterampilan dan produktivitas kerja, tanpa mengabaikan keluarga, seperti yang dituturkan Direktur Program Doktor Ilmu Agama Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar Dr Ketut Sumadi.
Dengan keluguan wanita Bali mengarungi kehidupan, ternyata sanggup beradaptasi dengan perempuan modern seperti yang diungkapkan W. Gerard Holker, seorang wisatawan yang sudah puluhan kali berkunjung ke Bali itu mengaku sangat terpesona oleh perempuan Pulau Dewata.
Turis yang juga seorang seniman lukis itu, menggambarkan sosok wanita Bali mengenakan pakaian adat serat bunga emas yang gemerlapan sambil membawa sesajen dalam bokor.
Demikian pula perintis seni lukis Pita Maha di Ubud, Rudolf Bonnet sering kali menuangkan karya seninya di atas kanvas, yang inspirasinya dari sosok perempuan Bali yang polos dengan rambut panjang dikepang dan bunga kamboja terselip dipangkal ekor kepang rambutnya.
Mario Antonio Belanco (alm), pelukis kelahiran Spanyol yang belasan puluhan tahun menetap di perkampungan seniman Ubud, tidak luput menggambarkan perempuan Bali dari segi estetisnya, keluguan, kepolosan dan kodratnya.
"Wanita Bali tidak hanya dikenal sebagai ibu rumah tangga, namun memanfaatkan waktunya seefektif mungkin untuk meningkatkan pendapatan keluarga, bukan semata-mata mengandalkan suami," tutur Luh Kartini.
Pria-Wanita Sejajar
Siapapun bisa menilai bahwa pendidikan perempuan Indonesia, termasuk Bali sudah sangat maju seperti yang dicita-citakan RA Kartini, namun hal itu merupakan kerja keras dan hasil perjuangan kaum wanita itu sendiri.
RA Kartini lahir dari keluarga bangsawan Jawa, namun tidak sempat menikmati kehidupan yang bahagia, itu terbaca dalam surat-suratnya ditujukan kepada sejumlah rekannya, meskipun perempuan itu dinobatkan sebagai pahlawan di kemudian hari.
Kartini yang wafat dalam usia 25 tahun relatif muda pada 1904 dari saat lahirnya tahun 1879, memang belum banyak berbuat untuk kemajuan kaumnya, namun buah pikiran dan cita-citanya menjadi inspirasi gerakan perempuan Indonesia selanjutnya.
Pemikiran Kartini, seperti ditulis dalam surat-suratnya terkumpul dalam buku "Habis Gelap terbitlah terang", awalnya memang berupa kemarahan atas kondisi kaumnya, yang secara bertahap kini sejajar dengan pria.
Bahkan kini "kartini-kartini" Bali dalam sosial kemasyarakatan mengemban tugas strategis untuk menyukseskan kegiatan ritual, adat dan pembangunan termasuk belakangan ini terjun ke bidang politik, tanpa mengenyampingkan perannya dalam kehidupan keluarga maupun lingkungan desa adat.
Dr Ni Luh Kartini menjelaskan dalam kententuan undang-undang telah memberikan kuota sebesar 30 persen kepada wanita untuk terjun dalam bidang politik, meskipun selama ini didominasi kaum pria.
Dengan adanya kuota 30 persen bagi calon legislatif (caleg) wanita sangat terbuka peluang mereka berkiprah dalam kancah politik. Potensi besar bagi perempuan Bali dalam kegiatan politik mulai dimanfaatkan secara maksimal, mengingat semua partai politik terbuka terhadap caleg perempuan.
Dari total 3.230 caleg di Bali yang masuk dalam daftar calon tetap (DCT) untuk DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, DPR RI dan DPD RI, perempuan yang masuk dalam DCT sebanyak 1.186 orang atau 36,7 persen.
"Mudah-mudahan di antara caleg perempuan itu ada yang berhasil menjadi wakil rakyat di DPRD kabupaten/kota, DPRD Bali, DPR RI maupun DPD RI," harap Ni Luh Kartini.
Hal itu merupakan sebuah kemajuan, karena dalam beberapa tahun ke depan kaum hawa bisa menduduki jabatan strategis dalam bidang politik, pemerintah maupun swasta. Wanita Bali memiliki keunggulan antara lain pada penampilan, kemampuan intelektual, komunikasi serta keaktifan dalam organisasi.
Selain itu perempuan umumnya lebih disiplin dalam berbagai bidang mulai dari mengikuti kuliah maupun membuat tugas dan beberapa aktivitas kampus sehingga kelak mengantarkan mereka menjadi seorang pemimpin.
Semua itu merupakan salah satu hasil perjuangan dalam mengubah nasib kaum perempuan menyangkut berbagai aspek kehidupan yang kini mendapat pengakuan bahwa mereka bukan lagi sekadar pelengkap bagi kaum pria, tetapi juga memiliki peran setara.
Perjuangan kaum perempuan merambah dunia politik dengan harapan mampu memanfaatkan peluang untuk duduk di kursi parlemen atau pemerintahan sehingga mereka dapat memiliki peran besar dalam membangun bangsa dan negara, khususnya mengangkat derajat kaumnya.
Berbagai Kegiatan Ritual
Umat Hindu di Pulau Dewata memiliki banyak kegiatan ritual dan adat dalam kehidupannya sehari-hari. Kegiatan ritual dan adat memiliki kekhasan, dan keunikan bagi mereka atau wisatawan yang belum pernah menyaksikannya.
Dalam setahun umat Hindu merayakan dua kali hari raya Galungan, dua kali hari Kuningan, dua kali hari raya Saraswati (hari turunnya ilmu pengetahuan), dua kali hari Pagerwesi, rangkaian hari Saraswasti, sekali hari Nyepi, belum termasuk upacara piodalan di pura desa adat masing-masing yang jatuh setiap 210 hari sekali.
Setiap desa adat terdapat tiga sampai empat buah pura, satu sama lain "piodalan" tersendiri, belum termasuk kegiatan ritual di tempat suci milik masing-masing keluarga yang semuanya itu memerlukan sesaji sesuai jenis kegiatan yang dilaksanakan.
Dalam hal ini, peran dan ketegaran "Kartini Bali" bisa menjadi cermin betapa sesungguhnya kaum feminim memiliki kemampuan prima dalam menyukseskan berbagai aspek kehidupan dan pembangunan.
"Saya merasa terharu menyaksikan ketulusan, keiklasan dan ketekunan wanita Bali dalam memaknai hari suci yang jatuhnya secara beruntun," tutur Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali, Ny Ayu Pastika mengomentari aktivitas dan peranan wanita Bali.
Tidak mengherankan ibu rumah tangga yang merangkap bekerja di kantor instansi pemerintah atau swasta pada siang hari, terpaksa membuat "banten" pada malam hari seperti yang dituturkan Dra Ni Wayan Nuryati, seorang PNS di lingkungan Pemprov Bali.
Ibu dari seorang putra dan putri itu mengaku, mengerjakan keperluan ritual keagamaan yang dipersembahkan pada hari suci itu, dilakoninya secara iklas dan senang hati, walaupun harus kerja sampai tengah malam.
Hampir seluruh "Kartini-Kartini Bali" mengerahkan segala upaya dan kemampuannya dalam membuat "banten" dan sarana upakara lainnya sehingga rangkaian hari suci dapat terlaksana dengan baik dan sukses.
Kesibukan aktivitas ritual itu bisa menjadi bukti, wanita Bali masih tetap eksis di tengah kehidupan sehari-hari sekaligus semakin mengukuhkan sosok wanita Bali sebagai figur yang tahan banting," uja.
Wanita Bali tidak bekerja sendirian untuk itu, mereka dibantu oleh suami dan anggota keluarga masing-masing, meskipun yang lebih menonjol adalah peranan dan aktivitas kaum ibu.
Tanpa kerja sama dan saling membantu dalam keluarga itu, mustahil dapat menyiapkan dan menyukseskan rangkaian pelaksanaan hari suci itu.
wanita Bali memang sejak kecil terlatih membuat "banten" dan orang tua selalu melibatkan anak perempuan dalam membuat sesaji keperluan ritual. "Metode mendidik anak belajar sambil bekerja sangat efektif dan menunjukan hasil gemilang, sehingga wanita Bali tidak pernah berkeluh kesah dalam menunaikan tugas serta kewajibannya, tutur Dr Ketut Sumadi. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Kehalusan jiwa dan watak Kartini-kartini Bali bisa tersenyum berkat kelembutan maupun kepiawaian dalam membuat banten dan sesaji (rangkaian janur), sarana ritual yang digelar umat Hindu tiada hentinya.
Wanita Bali memang dikenal gigih dan sanggup kerja apa saja yang produktif dalam meningkatkan pendapatan keluarga. Setiap saat mereka sangat sibuk menyiapkan sarana ritual rangkaian beberapa hari suci yang bekalangan ini jatuh secara beruntun, disamping aktivitas dan profesi yang digelutinya.
Memasuki 2014 yang berawal dari hari suci Siwa Ratri hari perenungan dosa yang dirayakan pada 29-30 Januari 2014, menyusul hari Saraswati, hari lahirnya ilmu pengetahuan dan teknologi pada hari Sabtu (8/3) dan hari suci Pagerwesi yang bermakna untuk meningkatkan keteguhan iman pada Rabu (12/3) tutur dosen Fakultas Pertanian Universitas Udayana Dr Ni Luh Kartini.
Sosok wanita kelahiran Buleleng, Bali utara itu menilai kegigihan wanita Bali tampak dengan tanpa pandang bulu dalam melakukan pekerjaan, jenis pekerjaan apapun sangup dilakoninya.
Wanita Bali, selain bekerja keras membantu suami menambah pendapatan keluarga, mereka juga aktif dan berperan dalam menyukseskan kegiatan ritual. "Kartini-kartini" Bali sanggup memberikan pemahaman yang baik tentang kodrat sebagai wanita, yakni menjadi ibu yang penuh kasih sayang dalam kehidupan sehari-hari yang terasa semakin berat.
Wanita Bali menyingsingkan lengan baju bekerja keras. Bisa jadi seorang perempuan Bali pada siang hari menjadi pedagang, menekuni usaha industri kecil dan kerajinan rumah tangga, namun pada malam harinya tampil sebagai seniman pentas di atas panggung.
Mereka tampil menari dengan lincah dan menyanyi di atas pentas diiringi gamelan, instrumen musik tradisional Bali yang mampu menarik perhatian penonton, termasuk wisatawan mancanegara maupun nusantara.
Dibalik "bola mata" penari yang disorot sinar lampu itu, ternyata sosok wanita Bali juga sanggup melakoni pekerjaan kasar, yakni bergelut dalam urusan pangan atau buruh bangunan bekerja di bawah terik matahari, tanpa mengenyampingkan peranannya sebagai ibu rumah tangga dan mengurus keluarga.
Wanita Bali tidak pernah diam, berperan secara aktif dalam berbagai aspek pembangunan serta berusaha meningkatkan kemampuan, keterampilan dan produktivitas kerja, tanpa mengabaikan keluarga, seperti yang dituturkan Direktur Program Doktor Ilmu Agama Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar Dr Ketut Sumadi.
Dengan keluguan wanita Bali mengarungi kehidupan, ternyata sanggup beradaptasi dengan perempuan modern seperti yang diungkapkan W. Gerard Holker, seorang wisatawan yang sudah puluhan kali berkunjung ke Bali itu mengaku sangat terpesona oleh perempuan Pulau Dewata.
Turis yang juga seorang seniman lukis itu, menggambarkan sosok wanita Bali mengenakan pakaian adat serat bunga emas yang gemerlapan sambil membawa sesajen dalam bokor.
Demikian pula perintis seni lukis Pita Maha di Ubud, Rudolf Bonnet sering kali menuangkan karya seninya di atas kanvas, yang inspirasinya dari sosok perempuan Bali yang polos dengan rambut panjang dikepang dan bunga kamboja terselip dipangkal ekor kepang rambutnya.
Mario Antonio Belanco (alm), pelukis kelahiran Spanyol yang belasan puluhan tahun menetap di perkampungan seniman Ubud, tidak luput menggambarkan perempuan Bali dari segi estetisnya, keluguan, kepolosan dan kodratnya.
"Wanita Bali tidak hanya dikenal sebagai ibu rumah tangga, namun memanfaatkan waktunya seefektif mungkin untuk meningkatkan pendapatan keluarga, bukan semata-mata mengandalkan suami," tutur Luh Kartini.
Pria-Wanita Sejajar
Siapapun bisa menilai bahwa pendidikan perempuan Indonesia, termasuk Bali sudah sangat maju seperti yang dicita-citakan RA Kartini, namun hal itu merupakan kerja keras dan hasil perjuangan kaum wanita itu sendiri.
RA Kartini lahir dari keluarga bangsawan Jawa, namun tidak sempat menikmati kehidupan yang bahagia, itu terbaca dalam surat-suratnya ditujukan kepada sejumlah rekannya, meskipun perempuan itu dinobatkan sebagai pahlawan di kemudian hari.
Kartini yang wafat dalam usia 25 tahun relatif muda pada 1904 dari saat lahirnya tahun 1879, memang belum banyak berbuat untuk kemajuan kaumnya, namun buah pikiran dan cita-citanya menjadi inspirasi gerakan perempuan Indonesia selanjutnya.
Pemikiran Kartini, seperti ditulis dalam surat-suratnya terkumpul dalam buku "Habis Gelap terbitlah terang", awalnya memang berupa kemarahan atas kondisi kaumnya, yang secara bertahap kini sejajar dengan pria.
Bahkan kini "kartini-kartini" Bali dalam sosial kemasyarakatan mengemban tugas strategis untuk menyukseskan kegiatan ritual, adat dan pembangunan termasuk belakangan ini terjun ke bidang politik, tanpa mengenyampingkan perannya dalam kehidupan keluarga maupun lingkungan desa adat.
Dr Ni Luh Kartini menjelaskan dalam kententuan undang-undang telah memberikan kuota sebesar 30 persen kepada wanita untuk terjun dalam bidang politik, meskipun selama ini didominasi kaum pria.
Dengan adanya kuota 30 persen bagi calon legislatif (caleg) wanita sangat terbuka peluang mereka berkiprah dalam kancah politik. Potensi besar bagi perempuan Bali dalam kegiatan politik mulai dimanfaatkan secara maksimal, mengingat semua partai politik terbuka terhadap caleg perempuan.
Dari total 3.230 caleg di Bali yang masuk dalam daftar calon tetap (DCT) untuk DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, DPR RI dan DPD RI, perempuan yang masuk dalam DCT sebanyak 1.186 orang atau 36,7 persen.
"Mudah-mudahan di antara caleg perempuan itu ada yang berhasil menjadi wakil rakyat di DPRD kabupaten/kota, DPRD Bali, DPR RI maupun DPD RI," harap Ni Luh Kartini.
Hal itu merupakan sebuah kemajuan, karena dalam beberapa tahun ke depan kaum hawa bisa menduduki jabatan strategis dalam bidang politik, pemerintah maupun swasta. Wanita Bali memiliki keunggulan antara lain pada penampilan, kemampuan intelektual, komunikasi serta keaktifan dalam organisasi.
Selain itu perempuan umumnya lebih disiplin dalam berbagai bidang mulai dari mengikuti kuliah maupun membuat tugas dan beberapa aktivitas kampus sehingga kelak mengantarkan mereka menjadi seorang pemimpin.
Semua itu merupakan salah satu hasil perjuangan dalam mengubah nasib kaum perempuan menyangkut berbagai aspek kehidupan yang kini mendapat pengakuan bahwa mereka bukan lagi sekadar pelengkap bagi kaum pria, tetapi juga memiliki peran setara.
Perjuangan kaum perempuan merambah dunia politik dengan harapan mampu memanfaatkan peluang untuk duduk di kursi parlemen atau pemerintahan sehingga mereka dapat memiliki peran besar dalam membangun bangsa dan negara, khususnya mengangkat derajat kaumnya.
Berbagai Kegiatan Ritual
Umat Hindu di Pulau Dewata memiliki banyak kegiatan ritual dan adat dalam kehidupannya sehari-hari. Kegiatan ritual dan adat memiliki kekhasan, dan keunikan bagi mereka atau wisatawan yang belum pernah menyaksikannya.
Dalam setahun umat Hindu merayakan dua kali hari raya Galungan, dua kali hari Kuningan, dua kali hari raya Saraswati (hari turunnya ilmu pengetahuan), dua kali hari Pagerwesi, rangkaian hari Saraswasti, sekali hari Nyepi, belum termasuk upacara piodalan di pura desa adat masing-masing yang jatuh setiap 210 hari sekali.
Setiap desa adat terdapat tiga sampai empat buah pura, satu sama lain "piodalan" tersendiri, belum termasuk kegiatan ritual di tempat suci milik masing-masing keluarga yang semuanya itu memerlukan sesaji sesuai jenis kegiatan yang dilaksanakan.
Dalam hal ini, peran dan ketegaran "Kartini Bali" bisa menjadi cermin betapa sesungguhnya kaum feminim memiliki kemampuan prima dalam menyukseskan berbagai aspek kehidupan dan pembangunan.
"Saya merasa terharu menyaksikan ketulusan, keiklasan dan ketekunan wanita Bali dalam memaknai hari suci yang jatuhnya secara beruntun," tutur Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali, Ny Ayu Pastika mengomentari aktivitas dan peranan wanita Bali.
Tidak mengherankan ibu rumah tangga yang merangkap bekerja di kantor instansi pemerintah atau swasta pada siang hari, terpaksa membuat "banten" pada malam hari seperti yang dituturkan Dra Ni Wayan Nuryati, seorang PNS di lingkungan Pemprov Bali.
Ibu dari seorang putra dan putri itu mengaku, mengerjakan keperluan ritual keagamaan yang dipersembahkan pada hari suci itu, dilakoninya secara iklas dan senang hati, walaupun harus kerja sampai tengah malam.
Hampir seluruh "Kartini-Kartini Bali" mengerahkan segala upaya dan kemampuannya dalam membuat "banten" dan sarana upakara lainnya sehingga rangkaian hari suci dapat terlaksana dengan baik dan sukses.
Kesibukan aktivitas ritual itu bisa menjadi bukti, wanita Bali masih tetap eksis di tengah kehidupan sehari-hari sekaligus semakin mengukuhkan sosok wanita Bali sebagai figur yang tahan banting," uja.
Wanita Bali tidak bekerja sendirian untuk itu, mereka dibantu oleh suami dan anggota keluarga masing-masing, meskipun yang lebih menonjol adalah peranan dan aktivitas kaum ibu.
Tanpa kerja sama dan saling membantu dalam keluarga itu, mustahil dapat menyiapkan dan menyukseskan rangkaian pelaksanaan hari suci itu.
wanita Bali memang sejak kecil terlatih membuat "banten" dan orang tua selalu melibatkan anak perempuan dalam membuat sesaji keperluan ritual. "Metode mendidik anak belajar sambil bekerja sangat efektif dan menunjukan hasil gemilang, sehingga wanita Bali tidak pernah berkeluh kesah dalam menunaikan tugas serta kewajibannya, tutur Dr Ketut Sumadi. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014