Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Hadapi Ekulibrium Baru

Kamis, 17 April 2014 7:05 WIB

Jakarta (Antara Bali) - Ekonom Standard Chartered Bank Eric Sugandi mengatakan perekonomian Indonesia akan mencapai titik ekulibirum baru dan tumbuh pada kisaran 5,5 persen-6,0 persen per tahun, setelah pemerintah fokus mengatasi isu defisit neraca transaksi berjalan.

"Perekonomian tumbuh enam persen bisa saja, tapi risikonya adalah defisit neraca transaksi berjalan akan membengkak lagi, makanya kebijakan yang dilakukan pemerintah sengaja mengerem pertumbuhan ekonomi," ujarnya di Jakarta, Rabu.

Eric mengatakan kebijakan fiskal maupun moneter untuk mengatasi defisit neraca transaksi berjalan baik dalam jangka pendek, namun pemerintah perlu melakukan pembenahan struktural yang lebih efektif dalam menjaga fundamental ekonomi.

"Pembenahan struktural bisa dilakukan melalui pembangunan industri manufaktur, jadi idealnya ada reformasi dalam bidang industri, karena ekspor diperkirakan melemah akibat harga komoditas tidak membaik," ujarnya.

Menurut dia, isu defisit neraca transaksi berjalan akan menjadi masalah utama yang dihadapi Indonesia hingga tiga atau lima tahun mendatang, kecuali reformasi struktural industri berlangsung lebih cepat dari perkiraan.

Selain masalah tersebut, Indonesia juga menghadapi tantangan terkait pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, serta kemungkinan kenaikan laju inflasi serta suku bunga hingga akhir tahun 2014, meskipun perekonomian menghadapi pemulihan.

"Rata-rata rupiah hingga akhir tahun Rp10.900 per dolar AS, laju inflasi dengan asumsi tidak ada kenaikan harga BBM, lima persen, tapi kalau ada kenaikan harga, inflasi 7,5-8,0 persen dan BI Rate bisa delapan persen tahun ini," ujar Eric.

Sebelumnya, rasio neraca transaksi berjalan terhadap PDB nominal memburuk dari surplus 0,2 persen pada 2011, menjadi defisit 2,8 persen pada 2012 dan 3,3 persen pada awal 2013, akibat kenaikan impor minyak dan BBM.

Namun, pemerintah telah menerbitkan paket kebijakan ekonomi sejak pertengahan tahun 2013, berupa pengetatan fiskal maupun moneter, untuk menekan defisit neraca transaksi berjalan dan membuat nilai tukar rupiah mengalami penguatan.

Paket yang lebih banyak bertujuan untuk mengurangi impor dan mendorong ekspor tersebut, bermanfaat untuk proses stabilisasi namun perekonomian nasional 2014 diperkirakan tidak tumbuh lebih tinggi dari perkiraan 5,8 persen-6,0 persen. (WDY)

Pewarta: Oleh Satyagraha

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014

Terkait

Indonesia kuasai 40 persen pasar digital ASEAN

Senin, 14 Agustus 2023 14:24
Terpopuler