Jakarta (Antara Bali) - Peneliti pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
mengembangkan teknologi sensor dan alat penghisap untuk kontrol air di
dalam tanah guna mendeteksi dan mencegah terjadinya bencana tanah
longsor.
"Ada dua teknologi yang digunakan yakni alat-alat pantau gerakan lereng atau tanah, dan alat untuk menghisap air yang berlebih dalam tanah penyebab gelincir," kata peneliti pada Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Adrin Tohari di Media Center LIPI, Jakarta, Kamis.
Hingga saat ini, teknologi yang dikembangkan untuk menghisap air berlebih sehingga mampu mengontrol kenaikan muka air tanah tersebut masih terus dikembangkan oleh tim dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI.
"The GreaTest nama teknologinya, prinsipnya untuk mengontrol kenaikan muka air tanah, sehingga jika air lebih tinggi dari bidang gelincir yang memicu longsor kita hisap air dalam lereng supaya tetap di bawah bidang gelincir," ujarnya.
Secara logika, ia mengatakan, teknologi tersebut bekerja seperti saat menghisap bensin dari tangki sepeda motor. Ketika proses penghisapan maka air akan dialirkan ke kaki lereng.
Sistem pengontrolnya, menurut dia, juga sudah dipasangi filter hisap yang dihubungkan dengan sistem pengontrol berupa pipa U sampai posisi air di dalam pipa tersebut sama dengan bidang gelincir.
"Tetapi info awal dari bidang gelincir harus diketahui terlebih dahulu agar tahu berapa banyak air yang harus dikeluarkan. Teknologi ini sudah diujicobakan di Stasiun Bumi Waluya di Garut," ucapnya.
Selanjutnya, ia mengatakan, teknologi lain yang digunakan adalah "sensor crack". Sensor ini dipasang di sejumlah rumah penduduk, dan saling terhubung.
Dengan demikian, apabila terjadi gerakan di lereng bukit atau gunung akan terdeteksi dari sensor yang dipasang di rumah-rumah tersebut, sehingga antisipasi bencana dapat dilaksanakan guna mencegah jatuhnya korban jiwa.
"Setelah kejadian, baru kita teliti, untuk bisa memahami kenapa terjadi pergerakan. Sudah kita komunikasikan di Garut, hasilnya kebocoran pertanian atau persawahan akan diatasi," ujarnya.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Ada dua teknologi yang digunakan yakni alat-alat pantau gerakan lereng atau tanah, dan alat untuk menghisap air yang berlebih dalam tanah penyebab gelincir," kata peneliti pada Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Adrin Tohari di Media Center LIPI, Jakarta, Kamis.
Hingga saat ini, teknologi yang dikembangkan untuk menghisap air berlebih sehingga mampu mengontrol kenaikan muka air tanah tersebut masih terus dikembangkan oleh tim dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI.
"The GreaTest nama teknologinya, prinsipnya untuk mengontrol kenaikan muka air tanah, sehingga jika air lebih tinggi dari bidang gelincir yang memicu longsor kita hisap air dalam lereng supaya tetap di bawah bidang gelincir," ujarnya.
Secara logika, ia mengatakan, teknologi tersebut bekerja seperti saat menghisap bensin dari tangki sepeda motor. Ketika proses penghisapan maka air akan dialirkan ke kaki lereng.
Sistem pengontrolnya, menurut dia, juga sudah dipasangi filter hisap yang dihubungkan dengan sistem pengontrol berupa pipa U sampai posisi air di dalam pipa tersebut sama dengan bidang gelincir.
"Tetapi info awal dari bidang gelincir harus diketahui terlebih dahulu agar tahu berapa banyak air yang harus dikeluarkan. Teknologi ini sudah diujicobakan di Stasiun Bumi Waluya di Garut," ucapnya.
Selanjutnya, ia mengatakan, teknologi lain yang digunakan adalah "sensor crack". Sensor ini dipasang di sejumlah rumah penduduk, dan saling terhubung.
Dengan demikian, apabila terjadi gerakan di lereng bukit atau gunung akan terdeteksi dari sensor yang dipasang di rumah-rumah tersebut, sehingga antisipasi bencana dapat dilaksanakan guna mencegah jatuhnya korban jiwa.
"Setelah kejadian, baru kita teliti, untuk bisa memahami kenapa terjadi pergerakan. Sudah kita komunikasikan di Garut, hasilnya kebocoran pertanian atau persawahan akan diatasi," ujarnya.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014