Denpasar (Antara Bali) - Pencoblosan Pemilu Legislatif tinggal menghitung hari. Apakah mampu caleg perempuan untuk memenuhi kuota sebesar 30 persen seperti yang diamanatkan dalam undang-undang pemilu untuk duduk di parlemen?

Semua itu tergantung dari sejauh mana caleg perempuan melakukan sosialisasi dan kampanye pemilu untuk mendekati kaumnya untuk berpartisipasi dalam memilih caleg perempuan yang memiliki kualitas dan kapabilitas di dunia politik.

Persyaratan untuk mengikutkan caleg perempuan pada semua partai politik untuk lolos menjadi kontestan adalah pekerjaan berat bagi semua partai, karena tidak semua partai memiliki kader perempuan yang siap tampil merebut hati masyarakat dalam kancah politik.

Hal itu disebabkan partai politik masih ada kelemahan untuk mengkader kaum perempuan untuk dipersiapkan dalam panggung politik. Oleh karena itu, dengan waktu singkat agar memenuhi persyaratan bisa lolos menjadi peserta pemilu, tak semua partai menampilkan kader perempuan menjadi caleg yang berbobot. Bahkan terkesan asal comot.

Pengamat politik dari Sekolah Tinggi Sosial dan Politik (Stispol) Wira Bhakti Denpasar, Drs I Gusti Bagus Made Wiradharma, MSi mengamati calon legistatif perempuan untuk meraih simpati pada pemilu mendatang masih rendah, hal itu disebabkan sosialisasi dari caleg tersebut sebagian besar belum mengenai sasarannya.

Ia mengatakan caleg perempuan dalam menyampaikan misi dan visinya masih lemah, masih seputar yang dihadapi kaum perempuan pada umumnya. Belum mampu menunjukan visi dan misi yang mampu membawa perubahan ke depannya.

"Memang saya amati di semua partai politik memasang calon legislatif perempuan tak semuanya mampu menjaring yang berkualitas dan memiliki kemampuan yang berlatar belakang berkecimpung dalam organisasi politik," kata mantan Ketua DPD KNPI Bali itu.

Tapi setidaknya, kata dia, dengan undang-undang yang mewajibkan perempuan mendapatkan porsi 30 persen dalam pencalegan sebagai persyaratan parpol lolos menjadi peserta Pemilu Legislatif 2014, akan menjadi warna dinamika demokrasi ke depannya.

Walau pada pemilu legislatif sekarang tidak akan terpenuhi kuota 30 persen tersebut dari caleg perempuan, tapi aturan pemilu ini telah memberikan cukup besar porsi perempuan di parlemen.

"Kelemahan-kelemahan caleg perempuan saya amati adalah belum mampu sepenuhnya merangkul kaumnya. Kalau caleg perempuan bisa merangkul partisipasi memilih kaumnya, bisa saja kursi parlemen akan berimbang, sebab secara demografi penduduk perempuan di Indonesia dua berbanding satu dengan laki-laki," ujarnya.



Rendah Pilih Caleg Perempuan

Pheni Chalid, Project Manager, SWARGA United Nations Development Programme (UNDP)-KPP PA mengakui partisipasi masyarakat untuk memilik calon legislatif perempuan masih rendah, padahal sudah cukup banyak caleg itu yang berkualitas.

"Kami berupaya mengkampanyekan pada pemilu ini agar partisipasi warga lebih banyak memilih caleg perempuan. Ini sebagai langkah untuk memperjuangkan kesetaraan gender di Indonesia," katanya.

Ia mengatakan perempuan di Indonesia dewasa ini sudah banyak yang berprestasi dan berprofesi di berbagai bidang, mulai dari pekerjaan rumah tangga, dokter, pengacara hingga duduk di parlemen.

"Memang kalau dari kasat mata kaum perempuan tugasnya sebagai ibu rumah tangga yang membantu pekerjaan laki-laki. Tetapi kenyataan yang terjadi di lapangan justru kaum perempuan juga bekerja secara profesional," katanya.

Pheni Chalid tidak menampik pada caleg perempuan yang direkrutmen partai peserta pemilu legislatif ada sekadar memenuhi kuota yang telah ditetapkan KPU sebagai persyaratan untuk menjadi kontestan.

"Kami tidak menampik caleg perempuan di Indonesia ada yang sekadar memenuhi persyaratan agar lolos parpol tersebut menjadi kontestan pemilu legislatif 2014," ujarnya.

Tetapi kampanye perempuan kali ini, kata dia, pihaknya ingin mengajak masyarakat memilih caleg perempuan yang mampu mewakili aspirasi rakyat dan tentu harus berkualitas.

"Sasaran kami dalam sosialisasi kampanye terhadap perempuan adalah intinya mengajak semua masyarakat agar memilih perempuan berkualitas pada Pemilu Legislatif 9 April mendatang," ujarnya.

Dikatakannya dengan keputusan KPU agar keterwakilan 30 persen pada masing-masing parpol peserta pemilu merupakan peluang cukup besar bagi perempuan itu sendiri untuk duduk di parlemen.

"Namun hal itu kembali kepada kaum perempuan yang maju menjadi caleg, apakah mereka bisa eksis mampu merebut simpati masyarakat agar memilih caleg perempuan itu sendiri," katanya.

Sementara itu, Kepala Bidang Advokasi dan Fasilitasi Gender dalam Politik dan Pengambilan Keputusan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Hasnah Aziz di sela kampanye publik "Pilih Caleg Perempuan" di Renon, Kota Denpasar, beberapa hari lalu mengatakan partisipasi politik perempuan untuk ikut ambil bagian dalam pengambil keputusan dan proses politik dalam kesehariannya belum terlaksana dengan baik, meskipun telah dijamin dalam undang-undang.

"Kami memandang kaum perempuan masih banyak belum bisa mengambil keputusan secara mandiri, keputusan dan pilihannya dipengaruhi laki-laki, keluarga atau kelompok tertentu," katanya,

Ia mengatakan masih banyak menyebabkan perempuan memiliki keterbatasan dalam kemampuannya untuk berpartisipasi aktif di politik, dalam arti dapat berargumentasi, berdebat, menganalisa situasi dan mencari solusi atas suatu persoalan.

"Hal ini didasari karena kebanyakan perempuan berpikir bahwa hubungan dengan anak-anak dan keluarga yang harmonis menjadi satu hal yang terpenting dalam hidupnya," katanya.

Dikatakannya sampai saat ini masalah yang dihadapi perempuan di Indonesia belum sepenuhnya mendapat tanggapan positif dari pengambil kebijakan. Oleh karena itu sebelum ada kebijakan yang responsif terhadap permasalahan perempuan, maka diharapkan perempuan sendiri harus mampu membangun persaudaraan sejati.

"Kami harapkan sehingga kaum perempuan yang nasibnya lebih baik harus dapat menolong sesama perempuan dan masyarakat lain yang tidak beruntung, agar dapat membantu mengubah nasib mereka menjadi lebih baik," ujarnya.

Oleh karena itu, kata dia, penyekat-penyekat kaum perempuan, khususnya di Indonesia dalam era globalisasi harus mampu dihilangkan untuk menjadi kesamaan gender dengan laki-laki.

"Untuk mewujudkan semua itu, kita harus berani berjuang dan menunjukkan kemampuan disegala bidang, bahwa kaum perempuan bisa bekerja secara profesional dan mengambil keputusan yang sama juga," katanya.

Sebelumnya, Ketua Panitia Tim Kampanye Publik "Pilih Caleg Perempuan" Heri Rakhmadi mengatakan perempuan memiliki peluang besar menduduki kursi legislatif di berbagai tingkatan, karena secara demografi kaum perempuan lebih banyak dari laki-laki.

"Kami menilai secara normatif kaum perempuan setidaknya mampu duduk di kursi legislatif sama dengan laki-laki dengan porsi yang sama. Tetapi kenyataannya justru dalam kancah politik, perempuan sangat sedikit duduk diparlemen," katanyanya.

Ia mengatakan pada Pemilu Legislatif 2014 memiliki makna mendalam bagi penguatan hak-hak politik perempuan. Sebab dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD memberikan hak istimewa bagi kaum perempuan dalam pengurus partai dan pengajuan bakal calon anggota legislatif.

"Karena dengan UU tersebut maka kepengurusan partai di semua tingkatan wajib mengakomodir sekurang-kurangnya 30 persen perempuan. Begitu juga dalam proses pengajuan bakal caleg wajib menyertakan 30 persen permpuan di setiap daerah pemilihan," ujarnya.

Namun, kata dia, kekuatan politik perempuan belum terkonsolidasi dengan baik sehingga berbagai kebijakan "afirmatif action" atau tindakan khusus untuk perempuan belum dapat dimanfaatkan secara optimal.

Oleh karena itu, kata Heri Rakhmadi, peningkatan kesadaran dan keterwakilan politik perempuan masih perlu terus ditingkatkan sehingga terbangun pentingnya eksistensi dan peran perempuan dalam bidang politik.

"Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu kampanye publik yang intensif dengan memanfaatkan berbagai saluran komunikasi yang ada," ucapnya.

Salah satu kampaye publik yang diselenggarakan guna mendukung dan dalam upaya peningkatan partisipasi dan keterwakilan perempuan pada Pemilu 2014 adalah melakukan "Kegiatan Bhakti Caleg Perempuan " dalam bentuk "program charity" diprakarsai Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang didukung UNDP.



Strategi Caleg Perempuan

Calon anggota legislatif untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Tutik Kusuma Wardani melakukan kampanye dengan mendekati petani buah naga di Desa Bulian, Kabupaten Buleleng, Bali.

"Saya ingin melihat langsung para petani buah naga tersebut. Karena petani ini potensinya cukup baik," katanya.

Ia mengatakan potensi buah naga cukup menjanjikan bagi para petani, sebab pemasarannya juga lancar dan masyarakat sangat membutuhkan buah tersebut.

"Pemasaran buah naga itu cukup bagus, karena buah berkulit sisik merah saat ini menjadi primadona di masyarakat," katanya.

Menurut Tutik Wardani untuk memasarkan buah ini juga terbuka, bahkan saat ini masih mendatangkan dari luar Bali.

"Petani di Pulau Dewata perlu mengembangkan buah ini dalam upaya memenuhi pangsa pasar di daerah Bali dan sekitarnya," kata politikus Partai Demokrat itu.

Sementara calon legislatif untuk DPRD Kota Denpasar Arik Ayu Eka Sundari dari Partai Nasdem mengaku jika dirinya terpiih menjadi wakil rakyat akan memperjuangkan perekonomian warga Denpasar.

"Saya nanti memperjuangkan untuk program pemberdayakan kaum perempuan, khususnya kuli junjung di Pasar Badung agar penghasilannya lebih baik," katanya.

Ia mengati penghasilan sehari-harinya sebagai kuli jinjing di pasar tersebut masih kurang, karena itu perlu sentuhan pemberdayaan melalui program-program pemberdayaan.

"Program jangka pendek saya adalah pemberdayaan masyarakat, sehingga warga perekonomiannya masih rendah biar bisa terangkat," katanya.

Sementara itu, calon anggota legislatif dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) untuk DPRD Kabupaten Karangasem Kadek Weisya Kusmiadewi melakukan kampanye pemilu dengan cara datang ke pasar tradisional setempat.

"Saya peduli dengan kaum perempuan. Saya ingin memperjuangkan kaum perempuan dalam perekonomian yang lebih mapan," katanya.

Ia mengatakan selama kampanye di Pasar Umum Karangasem, banyak mendapatkan masukan dari para pedagang tersebut. Mereka berkeluh-kesah terkait lokasi pasar setelah direnovasi jadi pendapatnya berkurang.

"Mereka menyampaikan keluhan hasil jualannya tidak sebanyak dulu. Sebab pedagang sebagian ada jualan di depan pasar. Dengan demikian konsumen enggan masuk pasar lagi," ujarnya.

Pedagang pasar tersebut, kata dia, meminta pengelola pasar agar kembali menertibkan para pedagang yang menggelar dagangannya di depan pasar tersebut. Mereka berharap agar semua pedagang masuk ke dalam pasar, sehingga penjualan bagi pedagang akan bisa merata.

"Semua mengharapkan pedagang masuk ke dalam pasar, sehingga para konsumen bisa berbelanja secara leluasa dan pedagang itu juga merata mendapatkan rezeki," ucap calon DPRD dengan nomor urut tiga daerah pemilihan Kecamatan Karangasem ini.

Ia mengatakan jika dipercaya duduk di lembaga legislatif maka program jangka pendek adalah memperjuangkan kaum perempuan agar kehidupannya lebih baik.

"Karena saat ini kaum perempuan masih dianggap sebagai nomor dua di rumah tangga, khususnya di Bali. Karena itu jika nanti terpilih menjadi wakil rakyat saya berjuang untuk dapat menyamakan kedudukan dalam status maupun di bidang ekonomi," katanya.

Menurut dia, kaum perempuan dari segi status rumah tangga masih dianggap membantu kepala rumah tangga (laki). Tetapi dalam pekerjaan untuk perekonomian seharusnya mampu setara dengan laki-laki.

"Buktinya kaum perempuan sekarang sudah banyak menjadi pemimpin di pemerintahan maupun instansi swasta. Tetapi kaum perempuan yang kehidupannya masih menengah ke bawah tetap ada anggapan terpinggirkan. Perjuangan itu bagi saya cukup berat untuk menyamakan penghasilan dalam perekonomian," katanya.

Karena itu, kata dia, pihaknya mengajak kepada perempuan untuk bisa menentukan pilihan kepada caleg perempuan dalam pemilu legislatif mendatang.

"Soal siapa dan dari mana partai politiknya itu urusan berikutnya. Tetapi bagaimana kaum perempuan setidaknya harus mampu memenuhi kuota tersebut. Saya juga punya obsesi memperjuangkan anak-anak kurang mampu agar bisa sekolah dan mendapatkan pekerjaan layak," katanya.

Tanpa ada komitmen para pemilih dari kaum perempuan, kata dia, pihaknya tidak akan menjamin bisa memperjuangkan sepenuhnya untuk perempuan.

"Saya minta perempuan di Bali, khususnya di Kabupaten Karangasem untuk memberi dukungan agar caleg perempuan lebih banyak di legislatif, sehingga mereka bisa bersuara untuk kaum perempuan dalam setiap program kerja DPRD. Termasuk program memajukan perempuan dan anak kurang mampu," katanya.

Kalangan calon anggota legislatif dari kaum perempuan di Bali memprihatinkan masalah kesehatan yang mengakibatkan kematian ibu dan bayi saat proses persalinan.

"Meski angka kasus yang terjadi terus mengalami penurunan, namun masalah kematian ibu dan bayi ini perlu mendapat perhatian," ujar Ni Putu Sri Purwaningsih, calon anggota DPRD Kabupaten Badung dari Partai Demokrat.

Menurut dia, kematian ibu dan bayi tetap menjadi ancaman bagi masyarakat Bali khususnya kaum ibu yang berdomisili di daerah terpencil jauh dari pusat pelayanan kesehatan.

Purwaningsih menjelaskan bahwa pembangunan sarana kesehatan dan Puskesmas Pembantu hingga ke desa-desa memang sangat menggembirakan. Namun, harus dibarengi dengan kesadaran kaum ibu dalam menjaga dan memelihara kesehatannya saat hamil.

"Bila saya dipilih rakyat untuk menjadi anggota DPRD Badung akan berusaha memberikan penyuluhan maksimal kepada kaum ibu tentang pentingnya menjaga kesehatan saat hamil dengan rutin mengunjungi pelayanan kesehatan," ujarnya.

Perempuan yang berprofesi sebagai bidan di sebuah rumah sakit swasta tersebut mengatakan bahwa ibu hamil juga wajib memperhatikan pola makan sehingga saat persalinan bayi yang dilahirkan sehat.

Hal senada dikatakan Desy Sartika Dewi, Caleg Partai Nasdem untuk DPRD Kota Denpasar mengatakan bahwa perlu adanya bimbingan dan penyuluhan untuk menurunkan tingkat kematian ibu dan bayi dengan tetap menjaga kesterilan alat-alat kesehatan tersebut.

Sementara itu, Caleg DPR-RI Dapil Bali dari PDIP, I Gusti Agung Putri Astrid mengemukakan bahwa meski sudah ada perluasan pendidikan. Namun, pengetahuan masyarakat tentang masalah kesehatan ibu hamil memang masih terbatas.

"Di berbagai daerah Indonesia kaum perempuan terutama kalangan ibu dan anak memerlukan transportasi jalan yang menjadi akses menuju pusat-pusat pelayanan kesehatan, bukan semata-mata jalan untuk akses ekonomi," ujar Astrid. (WRA) 

Pewarta: Oleh I Komang Suparta

Editor : I Komang Suparta


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014