Denpasar (Antara Bali) - Pesta Kesenian Bali (PKB), tradisi tahunan yang menampilkan keragaman dan ekspresi keindahan manusia Bali yang dikonsep budayawan Prof Dr. Ida Bagus Mantra (almarhum) 36 tahun silam (1978-2014) kini menjadi salah satu ikon seni budaya Pulau Dewata.

Dari tahun ke tahun PKB semakin membinar, semarak berkualitas, sehingga seni dapat berfungsi dan tetap hidup dalam masyarakat di tengah-tengah pergaulan era global.

Aktivitas seni tahunan yang mengusung tema yang berbeda-beda sesuai dengan perkembangan dan situasi kondisi yang ada dengan menekankan pada penataan dan kemasan yang unik dan menarik.

Selain untuk menggali, melestarikan, dan mengembangkan seni budaya, PKB juga didesain untuk mengangkat citra Bali sebagai daerah tujuan wisata di dunia internasional yang aman dan nyaman.

Aktivitas seni tahunan yang berlangsung sebulan penuh saat liburan panjang anak-anak sekolah pada bulan Juni-Juli menyuguhkan berbagai bentuk dan keragaman kesenian Bali, Nusantara bahkan grup kesenian mancanegara ikut berperanserta, tutur Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Dr. Gede Arya Sugiartha yang selalu ikut dalam kepanitiaan PKB.

Penampilan duta seni dari delapan kabupaten dan satu kota di Bali, ditata sedemikian rupa untuk memberikan nuansa baru yang berbeda dengan kegiatan serupa tahun-tahun sebelumnya, sehingga PKB mampu menarik perhatian masyarakat luas.

Hampir tidak ada daerah manapun di Nusantara maupun belahan dunia lainnya di dunia yang menggelar perhelatan kesenian, seperti yang digelar di Pulau Dewata setiap tahun secara berkesinambungan selama sebulan penuh.

Hal itu bukan berarti Pemerintah Provinsi Bali mengucurkan dana yang besar untuk membiayai ratusan kelompok kesenian (sekaa) yang melibatkan puluhan ribu seniman untuk tampil secara bergilir di Taman Budaya Denpasar, tempat aktivitas seni itu berlangsung.

Keberhasilan dalam mengelola PKB hingga memasuki tahun ke-35 dan kini menyongsong PKB ke-36 berkat peran serta dan dukungan dari masyarakat desa maupun perkotaan di Pulau Dewata, khususnya seniman yang pentas secara tulus ikhlas (yadnya).

Tingginya semangat dan peranserta masyarakat Bali dalam menyukseskan setiap pelaksanaan PKB mendapat apresiasi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang selama sembilan tahun terakhir membuka PKB.

Begitu tingginya perhatian Kepala Negara terhadap PKB, beberapa kali acara pembukaan PKB pernah diundur menyesuaikan dengan jadwal Presiden Susilo Bambang Yudhonono.

Dukungan dan peranserta masyarakat mempunyai peran yang strategis terhadap suksesnya pelaksanaan PKB selama ini. Masalahnya apakah peranserta masyarakat yang bekerja secara ikhlas (yadnya) untuk PKB tetap dapat dipelihara dan dipertahankan.

Jika PKB tidak mendapat apresiasi masyarakat, hanya mengandalkan upah atau bayaran dari pemerintah, tentu PKB di masa mendatang tidak semarak PKB sekarang, atau entah bagaimana riwayatmu nanti.

Tema Kerthamasa

Panitia PKB, Prof Dr. Wayan Dibia yang juga guru besar ISI Denpasar mensosialisasikan tema PKB ke-36 yang akan berlangsung mulai 14 Juni hingga 12 Juli 2014 mengusung tema "Kerthamasa".

Saat melakukan sosialisasi PKB di Pemkot Denpasar, Prof. Dibia yang didampingi panitia lainnya antara lain Ariyasa, Ketut Kodi, Dr. Nyoman Catra dan Artha Suarka itu menjelaskan, tema sentra itu didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain faktor historis, arah berkesenian masyarakat sekarang.

Tema yang mengandung makna dinamika masyarakat agraris menuju kesejahteraan semesta yang bebas dari pengaruh industri. Ragam kesenian hampir sama dengan tahun sebelumnya, yakni pawai budaya, pagelaran, parade, lomba, sarasehan, dan pameran.

Lewat sosialisasi seluruh kabupaten/kota di Bali memiliki pemahaman dan pemaknaan yang sama dalam menuangkan aneka kegiatan kesenian selama sebulan penuh PKB berlangsung.

Duta seni dari delapan kabupaten dan satu kota di Bali yang akan tampil di arena PKB dirancang secara khusus dan sungguh-sungguh, agar mampu tampil meriah dan menarik dengan mengedepankan penampilan mutu seni budaya.

Kegiatan tersebut tetap menekankan upaya penggalian, pelestarian dan pengembangan seni tradisi yang telah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat Bali. Hal itu sangat strategis untuk merevitalisasi seni agar dapat berfungsi dan hidup dalam masyarakat di era persaingan global.

Seni budaya Bali menitik beratkan pada pengembangan kehidupan seni budaya tradisi yang mampu berintegrasi, beradaptasi dan menyelaraskan diri dengan dinamika zaman.

Oleh sebab itu, masyarakat Bali berusaha meningkatkan kualitas kehidupan berkesenian dengan memberikan bobot pada pelestarian dan pengembangannya, salah satu di antaranya melalui PKB, aktivitas seni tahunan secara berkesinambungan.

PKB selain pementasan juga diisi dengan berbagai jenis perlombaan, pameran industri kecil kerajinan rumah tangga, dan sarasehan yang keseluruhannya berlangsung di kawasan Taman Budaya, kecuali pawai budaya mengawali pembukaan PKB dilaksanakan di sekitar Monumen Perjuangan Rakyat Bali Bajra Sandi Renon Denpasar.

PKB kini menjadi kebanggaan masyarakat Bali untuk menunjukkan kemampuan dan kebolehan para seniman dalam menggali, melestarikan, dan mengembangkan seni budaya setempat.

Taman Budaya Denpasar yang dilengkapi panggung terbuka Ardha Candra berkapasitas 5.000-7.000 penonton, dan enam panggung pementasan lainnya dengan kapasitas lebih kecil yang selama ini selalu padat selama sebulan penuh PKB berlangsung.

Guru besar Universitas Udayana, Prof Dr. I Nyoman Darma Putra menilai pendirian Taman Budaya oleh almarhum Ida Bagus Mantra merupakan bentuk pengembangan seni budaya Bali untuk kepentingan pementasan panggung (staged culture).

Terobosan yang dilakukan hampir setengah abad yang lalu dinilai sangat cemerlang, di tengah kondisi sekarang sangat sulit mencari ruang untuk dijadikan panggung mementaskan kesenian Bali.

Dulu, pentas kesenian drama gong, joged, bisa dilakukan di halaman luar pura, di bale banjar, di bawah pohon atau di ladang kering yang menanti air untuk ditanami padi. Kini, ruang-ruang terbuka yang bebas seperti itu sudah tidak ada lagi, sungguh sulit mencari panggung pementasan.

Oleh sebab itu, adanya fasilitas Taman Budaya Denpasar yang kini dijadikan lokasi pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB), aktivitas seni tahunan di Pulau Dewata secara berkesinambungan setiap tahun, merupakan antisipasi atas kian sulitnya mencari panggung kesenian di Kota Denpasar dan sekitarnya.

Almarhum Prof Mantra yang dipercaya menjadi Gubenur Bali (1978-1988) mempunyai inisiatif mendirikan taman budaya atau gedung kesenian di tingkat kabupaten sebagai "art centre mini".

Perubahan baru

Dosen ISI Denpasar, Kadek Suartaya, S,S.Kar., M.Si menilai garapan sendratari kolosal memeriahkan Pesta Kesenian Bali (PKB) sejak tahun 1979 merupakan awal perubahan baru dalam tari Bali.

Perubahan dari prinsip terinci dalam tari Bali menjadi prinsip global (kolosal) ditranformasikan secara mantap melalui tahapan-tahapan eksperimentasi dan penggarapan yang mantap pula.

Sendratari Bali pada hakikatnya merupakan hasil kreativitas para seniman modern melalui penuangan dan pengolahan kembali elemen-elemen seni serta bentuk-bentuk kebudayaan yang sudah ada seperti seni Pewayangan.

Selain itu juga pegambuhan, pelegongan, dan kekebyaran. Demikian juga tentang konsep estetik sendratari sebagai sebuah tarian berlakon yang lebih menekankan penyajian cerita lewat gerak tari dan musik.

Sejarah dan perkembangan sendratari Bali dapat dibedakan menjadi dua, yakni sendratari kecil dan sendratari besar atau kolosal. Sendratari kecil melibatkan 10 sampai 25 orang penari sedangkang sendratari besar melibatkan 50 sampai 150 orang penari.

Sendratari merupakan salah satu seni pertunjukan Indonesia yang muncul seiiring arus globalisasi. Seni drama dan tari yang lahir di Jawa Tengah pada tahun 1961 itu digagas untuk kepentingan industri budaya.

Kendati demikian, sebagai sebuah ekspresi budaya, sendratari menjadi sebuah kreativitas seni pentas yang secara konseptual memanfaatkan beragam elemen seni pertunjukan tradisi.

Namun dalam perkembangannya, sendratari Bali mengalami suatu transformasi konsep dan bentuk yang mepresentasikan suatu proses reposisi kultural dalam konstelasi dinamika masyarakatnya.

Pagelaran sendratari di PKB dikenal masyarakat dengan sebutan sendratari kolosal dibawakan oleh ratusan pelaku seni pertunjukan. Sendratari kolosal yang dipentaskan di panggung terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Bali itu selama ini diapresiasi ribuan penonton.

Garapan sendratari kolosal termasuk seni pertunjukan baru, namun tetap eksis di tengah keberagaman kesenian tradisional Bali. Garapan sendratari berdurasi sekitar tiga jam itu mempergunakan sumber lakon utama cerita Ramayana dan Mahabharata yang mampu menarik perhatian penonton dari berbagai lapisan masyarakat.

Masyarakat umumnya menyimak pementasan sendratari kolosal yang ditampilkan setiap pelaksanaan Pesta Kesenian Bali itu dengan tekun keseluruhan aspek bentuk dan isi yang dikomunikasikan dalam seni pertunjukan tersebut.

Sendratari digolongkan kesenian baru, karena baru muncul di tengah masyarakat Bali sekitar tahun 1960-an. Kehadirannya mampu memberikan kontribusi penting dalam percaturan kesenian dan kultural masyarakat Bali masa kini.

Kehadiran sendratari kolosal membawa perubahan dalam tari Bali menyangkut dari prinsip terinci menjadi prinsip global. Kendati demikian sendratari kolosal Ramayana dan Mahabharata tetap merupakan ciptaan baru yang masih bersumber dari tari klasik Bali dan tidak pernah tercabut dari akar budayanya.

"Akar yang menjadi penunjang sendratari bersumber dari perpaduan elemen-elemen kesenian klasik, seni tari, karawitan, dan pedalangan Bali," ujar Suartaya. (WDY)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014