Singapura (Antara Bali) - Berselancar dunia maya di atas pesawat bakal lebih mudah, bak
berinternet di kedai kopi, dengan jaringan hotspot (wifi) berteknologi baru.
Seperti dikutip www.JapanToday.com, beberapa maskapai penerbangan akan segera mengimplementasikan layanan wifi baru dengan teknologi satelit, seiring bertambahnya tuntutan penumpang atas wifi di pesawat.
Perusahaan Honeywell Aerospace dan Gogo, yang selama ini dipercaya membangun koneksi di pesawat, berkolaborasi dengan perusahaan satelit Inmarsat untuk menerapkan global broadband pertama berkecepatan tinggi yang dijuluki jaringan penerbangan Global Xpress (GX).
Pemimpin Honeywell Aerospace Asia Pacific Briand Greer memperkirakan layanan wifi baru itu akan menghasilkan 2,8 miliar dolar AS bagi perusahaan dalam kurun waktu 20 tahun. Dia memperkirakan dari 7--8 persen pesawat yang sudah menawarkan teknologi wifi, pada 2018 akan bertambah menjadi 25 persen.
Setelah bertahun-tahun mengandalkan sinyal internet yang lemah di pesawat, wifi baru itu nantinya memungkinkan pengguna mengunduh konten dengan kecepatan 50 megabits per detik. “Bagaimana kami mendeskripsikannya adalah koneksi itu akan seperti duduk di kedai kopi Starbucks dengan smartphone, komputer atau iPad,†ujar Greer.
Wifi diatas pesawat sejatinya bukan ide baru, maskapai penerbangan Eropa Lufthansa telah mengadaptasinya pada pesawat boeing pada 2004. Namun pada 2006 perusahaan itu mengumumkan pemberhentian layanan wifinya karena target pengguna tidak tercapai.
Bagaimanapun juga survei terbaru yang dilakukan perusahaan Airbus and Honeywell, menyatakan bahwa pasar wifi di pesawat udara saat ini meningkat. Airbus mempublikasikan laporannya pada bulan Februari yang berisi tentang daftar kenyamanan yang diinginkan penumpang Asia di pesawat udara.
Satu dari beberapa layanan yang dibutuhkan oleh pebisnis Asia di pesawat udara adalah jaringan hotspot wifi dengan fasilitas telepon massal.
Sementara Honeywell juga melaporkan bahwa dari 3.000 responden asal Amerika Serikat, Britania dan Singapura, hampir 90 persennya menginginkan jaringan wifi yang lebih cepat dan konsisten.
Selama ini jaringan wifi udara dipancarkan melalui tower, saat pesawat melintasi daratan. Tetapi ketika pesawat melakukan perjalanan panjang dan harus melalui wilayah perairan, koneksi internet menjadi bermasalah.
Dalam kasus ini, jaringan satelit sangat diperlukan. Pada Desember 2013, Inmarsat meluncurkan satu dari tiga satelit yang akan melayani jaringan GX. Maskapai penerbangan Air China akan menjadi maskapai penerbangan pertama yang akan menggunakannya pada pesawat jenis A330 tahun 2015.
Langkah itu juga diikuti Singapore Airlines yang sejak September 2012 lalu telah meluncurkan program konektivitas senilai 50 juta dolar AS.
Serta maskapai murah asal Thailand, Nok Air juga mengumumkan rencana serupa pada pagelaran Singapore Airshow.
Menurut general manajer perusahaan aviasi dan navigasi Jeppesen, Peter Andersson, teknologi baru ini akan menguntungkan kokpit dan operasi pesawat. “Jika kau memiliki sesuatu untuk diperbaiki kau dapat mendapatkan informasi dengan cepat," kata dia.
Analis McKinsey and Co, Sashangar Sreetharan, yang biasa terbang dua kali sepekan mengatakan dirinya tidak begitu yakin semua orang menginginkan layanan wifi dalam pesawat.
“Sejujurnya, jika layanan wifi lebih baik, saya mau menggunakannya, karena bos saya tidak pernah memaksa saya dengan tugas kantor selama penerbangan. Tapi jika bos saya senang menekan saya saat saya sedang dalam penerbangan, saya berpikir sebaiknya perbaikan layanan wifi ini tidak terjadi," selorohnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Seperti dikutip www.JapanToday.com, beberapa maskapai penerbangan akan segera mengimplementasikan layanan wifi baru dengan teknologi satelit, seiring bertambahnya tuntutan penumpang atas wifi di pesawat.
Perusahaan Honeywell Aerospace dan Gogo, yang selama ini dipercaya membangun koneksi di pesawat, berkolaborasi dengan perusahaan satelit Inmarsat untuk menerapkan global broadband pertama berkecepatan tinggi yang dijuluki jaringan penerbangan Global Xpress (GX).
Pemimpin Honeywell Aerospace Asia Pacific Briand Greer memperkirakan layanan wifi baru itu akan menghasilkan 2,8 miliar dolar AS bagi perusahaan dalam kurun waktu 20 tahun. Dia memperkirakan dari 7--8 persen pesawat yang sudah menawarkan teknologi wifi, pada 2018 akan bertambah menjadi 25 persen.
Setelah bertahun-tahun mengandalkan sinyal internet yang lemah di pesawat, wifi baru itu nantinya memungkinkan pengguna mengunduh konten dengan kecepatan 50 megabits per detik. “Bagaimana kami mendeskripsikannya adalah koneksi itu akan seperti duduk di kedai kopi Starbucks dengan smartphone, komputer atau iPad,†ujar Greer.
Wifi diatas pesawat sejatinya bukan ide baru, maskapai penerbangan Eropa Lufthansa telah mengadaptasinya pada pesawat boeing pada 2004. Namun pada 2006 perusahaan itu mengumumkan pemberhentian layanan wifinya karena target pengguna tidak tercapai.
Bagaimanapun juga survei terbaru yang dilakukan perusahaan Airbus and Honeywell, menyatakan bahwa pasar wifi di pesawat udara saat ini meningkat. Airbus mempublikasikan laporannya pada bulan Februari yang berisi tentang daftar kenyamanan yang diinginkan penumpang Asia di pesawat udara.
Satu dari beberapa layanan yang dibutuhkan oleh pebisnis Asia di pesawat udara adalah jaringan hotspot wifi dengan fasilitas telepon massal.
Sementara Honeywell juga melaporkan bahwa dari 3.000 responden asal Amerika Serikat, Britania dan Singapura, hampir 90 persennya menginginkan jaringan wifi yang lebih cepat dan konsisten.
Selama ini jaringan wifi udara dipancarkan melalui tower, saat pesawat melintasi daratan. Tetapi ketika pesawat melakukan perjalanan panjang dan harus melalui wilayah perairan, koneksi internet menjadi bermasalah.
Dalam kasus ini, jaringan satelit sangat diperlukan. Pada Desember 2013, Inmarsat meluncurkan satu dari tiga satelit yang akan melayani jaringan GX. Maskapai penerbangan Air China akan menjadi maskapai penerbangan pertama yang akan menggunakannya pada pesawat jenis A330 tahun 2015.
Langkah itu juga diikuti Singapore Airlines yang sejak September 2012 lalu telah meluncurkan program konektivitas senilai 50 juta dolar AS.
Serta maskapai murah asal Thailand, Nok Air juga mengumumkan rencana serupa pada pagelaran Singapore Airshow.
Menurut general manajer perusahaan aviasi dan navigasi Jeppesen, Peter Andersson, teknologi baru ini akan menguntungkan kokpit dan operasi pesawat. “Jika kau memiliki sesuatu untuk diperbaiki kau dapat mendapatkan informasi dengan cepat," kata dia.
Analis McKinsey and Co, Sashangar Sreetharan, yang biasa terbang dua kali sepekan mengatakan dirinya tidak begitu yakin semua orang menginginkan layanan wifi dalam pesawat.
“Sejujurnya, jika layanan wifi lebih baik, saya mau menggunakannya, karena bos saya tidak pernah memaksa saya dengan tugas kantor selama penerbangan. Tapi jika bos saya senang menekan saya saat saya sedang dalam penerbangan, saya berpikir sebaiknya perbaikan layanan wifi ini tidak terjadi," selorohnya. (WDY)
Penerjemah: Rangga Pandu Asmara Jingga
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014