Denpasar (Antara Bali) - Di Bali kampanye keluarga berencana (KB) sudah dilakukan sejak dulu. Penggeraknya Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) yang berdiri tahun 1959. Salah seorang aktivisnya Dewa Ayu Kade Suwitri yang akrab dikenal dengan nama Ibu Suwitri Riyasse.

Perempuan yang masih energik dalam usia 84 tahun ini mendapat penghargaan Gubernur Bali Sukarmen sebagai pelopor KB karena menjadi pengguna alat kontrasepsi IUD (spiral) I tahun 1962.

Perempuan yang pernah menjabat pengurus PWI Persiapan Cabang Bali 1957-983 ini, sangat antusias menceritakan pengalamannya sebagai pengguna IUD pertama di Bali.

"Waktu itu saya sudah mempunyai enam anak. Saya ditawari mencoba alat kontrasepsi IUD. Sebagai pengurus PKBI, saya tertarik mencobanya karena bagaimana saya bisa memberikan penerangan kepada para perempuan tentang alat kontrasepsi itu sendiri kalau saya sendiri tidak mencobanya," tuturnya.

Ada lima sampel IUD yang dikirim dari London ke Bali. Suwitri Riyasse merupakan pemakai IUD yang pertama. Setelah merasa aman menggunakan IUD, ia mengajak temannya, Putra Pastime, mengikuti jejaknya memakai alat kontrasepsi tersebut.

Sementara, tiga sampel IUD lainnya, pemakainya dia lupa. Selama menggunakan IUD, ia mengaku tidak pernah ada masalah.

"Saya mengikuti semua aturan pakainya. Ada penjelasan bahwa saya harus periksa tiga bulan setelah pemakaian pertama, kemudian periksa enam bulan berikutnya, dan selanjutnya periksa tiap tahun selama tiga tahun. Saya turuti semua aturannya," kata Riyasse.

Menurut dia, selama ini, sebagian besar masalah yang terjadi pada pemakaian alat kontrasepsi karena pemakai tidak mengikuti aturan pakai dengan baik.

"Mereka tidak rutin memeriksakan diri sehingga bisa saja terjadi pendarahan atau pun kebobolan alias hamil lagi," ucap istri mantan Kepala Dinas Pariwisata Bali I Gde Putu Riyasse (almarhum).

Dari pengamatannya, pemakai sampel IUD tersebut aman-aman saja. Sebagai pelopor pemakai alat kontrasepsi, Ibu Riyasse sudah mendapatkan tiga kali penghargaan termasuk dari Presiden Soeharto sebagai peserta KB Lestari.

Riyasse aktif sebagai pengurus PKBI Daerah Bali sampai tahun 1996. Pada tahun 1969, ia merupakan orang pertama di PKBI Bali yang dikirim mengikuti pelatihan keluarga berencana di Singapura selama sebulan.

Kisah Menarik
Ada kisah menarik yang dituturkan ibu tujuh anak, 19 cucu dan 11 cicit ini mengenai KB di Singapura.

Ia mengatakan, ada aturan di Singapura, dua anak cukup laki-laki atau perempuan sama saja. Kalau ada yang memunyai anak lebih dari dua, anak ketiga tidak boleh bersekolah di lingkungannya. Mereka harus keluar dari wilayah tersebut.

"Aturan ini membuat warga Singapura mematuhi kampanye dua anak cukup. Mereka tidak tega harus berpisah dengan anaknya yang masih kecil," katanya.

Menurut Riyasse, sekarang ini aturan ber-KB semacam itu sulit diterapkan di Indonesia. "Kedisiplinan orang Indonesia kurang. Buang sampah saja masih sembarangan," ucapnya.

Menurutnya, sekarang ini pendidikan kependudukan untuk generasi muda sangat diperlukan. Hal ini, katanya, untuk memberikan pemahaman kepada calon pasangan usia subur agar menerapkan prinsip dua anak saja untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Selain itu, sekolah sebaiknya memberikan pendidikan kesehatan reproduksi sejak SMP.(I020/ADT)

Pewarta: I Komang Suparta

Editor : I Komang Suparta


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014