Denpasar (Antara Bali) - Petani di Bali yang menjual gabah kering panen (GKP) kualitas rendah dengan kadar air lebih dari 25 persen sebanyak 41,18 persen pada bulan Januari 2014, berkurang 0,99 persen dibanding Desember 2014 yang tercatat 42,17 persen.

"Hal itu akibat daerah ini diguyur hujan secara terus menerus sehingga tidak ada kesempatan bagi petani untuk mengeringkan gabahnya setelah panen," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, Panusunan Siregar di Denpasar, Rabu.

Ia mengatakan, petani harus menerima kenyataan bahwa gabah yang dihasilkan berkualitas rendah akibat hujan yang mengguyur Bali pada awal tahun 2014, sekaligus tidak ada kesempatan untuk menjemurnya.

Padahal petani Bali dikenal cukup kreatif melakukan inovasi dengan menjemur gabah kering panen untuk menurunkan kadar air menjadi kurang dari 25 persen, sehingga harga yang dinikmati lebih baik, dibanding tanpa melakukan penjemuran.

"Bulan Desember 2013 dan Januari 2014 betul-betul tidak ada kesempatan bagi petani untuk menjemur hasil panennya akibat lebih banyak turun hujan," ujar Panusunan Siregar.

Panusunan Siregar menambahkan, harga gabah kualitas GKP di tingkat petani di Bali mengalami kenaikan sebesar 3,33 persen pada bulan Januari 2014 dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Sementara harga di tingkat penggilingan mengalami kenaikan sebesar 1,11 persen.

Meskipun petani menghasilkan gabah kualitas rendah, namun harga masih di atas harga patokan pemerintah (HPP) yakni sebesar Rp4.106,25 per kilogram di tingkat petani dan Rp4.163,75 per kilogram di tingkat penggilingan.

Transaksi GKP harga tertinggi di tingkat petani terjadi di Kabupaten Jembrana sebesar Rp4.265/kg untuk varietas Ciherang dan terendah terjadi di Kabupaten Tabanan dengan harga Rp4.000/kg untuk varietas Cigenuk, ujar Panusunan Siregar.(WRA) 

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gede Wira Suryantala


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014