Jakarta (Antara Bali) - Komisi Pemberantasan Korupsi tidak akan memeriksa buron yang baru ditangkap, Anggoro Widjojo, di luar surat perintah penyidikan dengan dugaan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Kami tidak mau berspekulasi apakah dia mungkin dijerat dengan pasal lain. Takutnya nanti sudah disebutkan akan dijerat pasal lain tapi kenyataannya nanti tidak justru akan bagaimana," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Menurutnya, penyidikan akan terus dilakukan dan dikembangkan. "Sementara KPK mengenakan pasal terkait pemberian, yakni pasal 5 ayat (1) huruf a UU Pemberantasan Tipikor. AW (Anggoro Widjojo) sementara dikenakan satu pasal," katanya.
Pasal tersebut mengatur tentang, perbuatan setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Terkait pasal tersebut, Bos Masaro Radiokom itu diduga melakukan penyuapan kepada sejumlah anggota parlemen demi memuluskan proyek Sistem Radio Komunikasi Terpadu (SRKT) di Kementerian Kehutanan.
Bagi warga negara Indonesia yang melanggarnya diancam pidana penjara minimal satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau pidana denda minimal Rp50 juta dan maksimal Rp250 juta. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Kami tidak mau berspekulasi apakah dia mungkin dijerat dengan pasal lain. Takutnya nanti sudah disebutkan akan dijerat pasal lain tapi kenyataannya nanti tidak justru akan bagaimana," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Menurutnya, penyidikan akan terus dilakukan dan dikembangkan. "Sementara KPK mengenakan pasal terkait pemberian, yakni pasal 5 ayat (1) huruf a UU Pemberantasan Tipikor. AW (Anggoro Widjojo) sementara dikenakan satu pasal," katanya.
Pasal tersebut mengatur tentang, perbuatan setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
Terkait pasal tersebut, Bos Masaro Radiokom itu diduga melakukan penyuapan kepada sejumlah anggota parlemen demi memuluskan proyek Sistem Radio Komunikasi Terpadu (SRKT) di Kementerian Kehutanan.
Bagi warga negara Indonesia yang melanggarnya diancam pidana penjara minimal satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau pidana denda minimal Rp50 juta dan maksimal Rp250 juta. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014