Denpasar (Antara) - Kasus korupsi dana Gerakan Pembangunan Desa Terpadu (Gerbangsadu) senilai Rp449 juta yang melibatkan Kepala Desa Bungamekar, Kabupaten Klungkung, Bali, I Ketut Tamtam, dipicu kegalauannya setelah mengetahui istrinya berselingkuh.
"Saat itu saya kalut makanya judi menjadi pelarian. Dana Gerbangsadu saya gunakan untuk judi," kata Ketut Tamtam saat diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Rabu.
Ia mengungkapkan dana hibah dari Pemerintah Provinsi Bali tahun 2012 itu senilai Rp1 miliar. Kemudian sebesar Rp449 juta dihabiskan di meja judi dan Rp2,5 juta untuk membeli peralatan elektronik. "Saya menyesal melakukan perbuatan itu. Padahal tidak ada kebiasaan berjudi sebelumnya," katanya.
Terkait pertanyaan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Denpasar Hasoloan Sianturi tentang alasan perbuatan tersebut, terdakwa menjawab, "Mohon maaf kepada majelis hakim saat itu saya tidak bisa berpikir secara jernih dan mengambil tindakan yang benar."
Akibat perbuatan itu, terdakwa dijerat dengan Pasal 3 dan Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman minimal enam tahun penjara.
Persidangan tersebut juga menghadirkan saksi yang meringankan terdakwa dari anggota Lembaga Perkreditan Desa (LPD) I Wayan Padu. Menurut dia, kepala desanya itu sebelumnya berkelakuan baik. "Sebelum terjadinya kasus itu, kinerja Pak Tamtam juga sangat baik. Pembangunan di desa berjalan lancar," ujarnya.
Masyarakat Desa Bungamekar, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, jauh-jauh menyeberangi Selat Badung untuk memberikan dukungan moral kepada kepala desanya yang duduk di kursi pesakitan itu. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Saat itu saya kalut makanya judi menjadi pelarian. Dana Gerbangsadu saya gunakan untuk judi," kata Ketut Tamtam saat diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Rabu.
Ia mengungkapkan dana hibah dari Pemerintah Provinsi Bali tahun 2012 itu senilai Rp1 miliar. Kemudian sebesar Rp449 juta dihabiskan di meja judi dan Rp2,5 juta untuk membeli peralatan elektronik. "Saya menyesal melakukan perbuatan itu. Padahal tidak ada kebiasaan berjudi sebelumnya," katanya.
Terkait pertanyaan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Denpasar Hasoloan Sianturi tentang alasan perbuatan tersebut, terdakwa menjawab, "Mohon maaf kepada majelis hakim saat itu saya tidak bisa berpikir secara jernih dan mengambil tindakan yang benar."
Akibat perbuatan itu, terdakwa dijerat dengan Pasal 3 dan Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman minimal enam tahun penjara.
Persidangan tersebut juga menghadirkan saksi yang meringankan terdakwa dari anggota Lembaga Perkreditan Desa (LPD) I Wayan Padu. Menurut dia, kepala desanya itu sebelumnya berkelakuan baik. "Sebelum terjadinya kasus itu, kinerja Pak Tamtam juga sangat baik. Pembangunan di desa berjalan lancar," ujarnya.
Masyarakat Desa Bungamekar, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, jauh-jauh menyeberangi Selat Badung untuk memberikan dukungan moral kepada kepala desanya yang duduk di kursi pesakitan itu. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014