Denpasar (Antara Bali) - Kreator buku Ali Muakhir mendorong para orang tua dan guru untuk menumbuhkan budaya menulis kepada anak-anak mereka sejak usia dini dengan memanfaatkan media sebagai stimulasi.
"Untuk menumbuhkan budaya menulis, anak-anak perlu mendapatkan stimulasi karena tidak mungkin seseorang bisa menulis tanpa memiliki minat baca," katanya seusai memberikan kursus singkat menulis cerita anak-anak di Denpasar, Minggu.
Salah satu penggagas berdirinya komunitas penulis "Kecil-Kecil Punya Karya" itu juga menyayangkan sejumlah orang tua dan sekolah yang masih melarang anak-anak membaca komik.
"Padahal komik itu bagian dari upaya meningkatkan minat baca. Dengan membaca, seseorang bisa menulis," kata Ali yang pernah mengenyam pendidikan agama di Pondok Pesantren Al Falah, Ploso, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, itu.
Ia mengakui memang ada beberapa komik di Indonesia yang materinya kurang bagus sehingga diperlukan peran orang tua dan guru untuk mengarahkannya.
"Seperti halnya kartun Shin-chan, sebenarnya tidak cocok untuk anak-anak. Di sinilah pentingnya orang tua dan guru yang bisa mengarahkan," kata penulis 368 judul buku cerita anak-anak itu.
Ali melihat perkembangan buku cerita anak-anak di Indonesia dalam satu dekade terakhir makin bagus dan lebih variatif, baik dari segi penulisan maupun disain kreatif.
"Bahkan kini sudah banyak buku anak-anak yang dilengkapi dengan media visual termasuk `gimmick`. Pokoknya tidak kalah jauhlah dengan produk dari luar negeri. Beda dengan dulu yang standar banget, sekarang ini buku cerita anak-anak sudah ada yang jadi buku pendamping di sejumlah sekolah," ujar pengelola Rumah Kreasi LineProduction yang tinggal di Bandung, Jawa Barat, itu.
Saat ini sudah ada sekitar 200 penulis buku dari kalangan anak-anak berusia delapan hingga 12 tahun. "Bahkan tahun kemarin sudah memasuki tahun kelima diselenggarakannya Kongres Penulis Cilik Indonesia," kata Ali yang juga aktif di Forum Lingkar Pena itu. (M038)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Untuk menumbuhkan budaya menulis, anak-anak perlu mendapatkan stimulasi karena tidak mungkin seseorang bisa menulis tanpa memiliki minat baca," katanya seusai memberikan kursus singkat menulis cerita anak-anak di Denpasar, Minggu.
Salah satu penggagas berdirinya komunitas penulis "Kecil-Kecil Punya Karya" itu juga menyayangkan sejumlah orang tua dan sekolah yang masih melarang anak-anak membaca komik.
"Padahal komik itu bagian dari upaya meningkatkan minat baca. Dengan membaca, seseorang bisa menulis," kata Ali yang pernah mengenyam pendidikan agama di Pondok Pesantren Al Falah, Ploso, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, itu.
Ia mengakui memang ada beberapa komik di Indonesia yang materinya kurang bagus sehingga diperlukan peran orang tua dan guru untuk mengarahkannya.
"Seperti halnya kartun Shin-chan, sebenarnya tidak cocok untuk anak-anak. Di sinilah pentingnya orang tua dan guru yang bisa mengarahkan," kata penulis 368 judul buku cerita anak-anak itu.
Ali melihat perkembangan buku cerita anak-anak di Indonesia dalam satu dekade terakhir makin bagus dan lebih variatif, baik dari segi penulisan maupun disain kreatif.
"Bahkan kini sudah banyak buku anak-anak yang dilengkapi dengan media visual termasuk `gimmick`. Pokoknya tidak kalah jauhlah dengan produk dari luar negeri. Beda dengan dulu yang standar banget, sekarang ini buku cerita anak-anak sudah ada yang jadi buku pendamping di sejumlah sekolah," ujar pengelola Rumah Kreasi LineProduction yang tinggal di Bandung, Jawa Barat, itu.
Saat ini sudah ada sekitar 200 penulis buku dari kalangan anak-anak berusia delapan hingga 12 tahun. "Bahkan tahun kemarin sudah memasuki tahun kelima diselenggarakannya Kongres Penulis Cilik Indonesia," kata Ali yang juga aktif di Forum Lingkar Pena itu. (M038)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014