"Mencari jarum di tumpukan jerami"
Pepatah itu cukup mewakili perjalanan panjang dan berliku untuk mencari figur seorang Wakil Bupati Badung yang hanya tersisa 19 bulan mendampingi Bupati Anak Agung Gde Agung.
Sidang paripurna DPRD Kabupaten Badung di Mangupura, Rabu (8/1), seharusnya menjadi angin segar bagi masyarakat di daerah terkaya di Bali itu. Acara yang dijadwalkan mulai pukul 10.00 Wita itu semestinya menjadi titik tolak atas kekosongan kursi Wakil Bupati Badung setelah I Ketut Sudikerta terpilih sebagai Wakil Gubernur Bali periode 2013-2018 mendampingi Gubernur Made Mangku Pastika dalam pilkada 15 Mei 2013.
Padahal sejak pagi hari puluhan aparat TNI/Polri sudah bersiaga di halaman gedung parlemen untuk mengantisipasinya adanya gejolak, mengingat ratusan pendukung kedua kandidat Wabup Badung, I Nyoman Sukirta dan I Made Sudiana, sudah berbondong menuju "wantilan" atau sejenis balai-balai di teras gedung berlantai tiga itu.
Pendukung kedua calon Wabup yang mengenakan pakaian adat madya Bali itu tidak diizinkan memasuki ruang sidang paripurna dengan alasan keterbatasan tempat.
Hingga 45 menit berselang, sidang paripurna dengan agenda utama pemilihan Wabup Badung tak kunjung dimulai. Dari 40 anggota Dewan, hanya 26 orang yang datang sehingga Ketua DPRD Kabupaten Badung I Nyoman Giri Prasta menskors sidang sampai kuorum terpenuhi.
Jarum jam terus bergerak. Sampai pukul 12.30 Wita jumlah yang hadir bertambah menjadi 29 orang. Tinggal satu orang untuk menggenapi kuorum, Giri Prasta kembali memukul palu sidangnya sebagai pertanda skors selama 60 menit.
Satu jam ditunggu, daftar hadir di pintu masuk tidak bertambah. "Mohon maaf kepada para undangan yang kami hormati. Karena tetap tidak kuorum, maka sidang paripurna ini kami tutup dan akan kami agendakan kembali," ujar politikus PDIP itu dengan nada kecewa.
Rivalitas Golkar-Demokrat
Dari daftar hadir dapat dilihat, ternyata tidak satu pun dari sembilan anggota Fraksi Partai Demokrat yang menghadiri sidang paripurna tersebut. Fraksi Partai Golkar yang berjumlah 11 orang hadir semua, sedangkan Fraksi PDIP yang berjumlah 14 orang hanya satu yang absen karena sedang menjalani perawatan di Singapura. Fraksi Nurani Marhaen hanya satu anggotanya yang absen.
Akibat tidak kuorum, pemilihan Wabup Badung ditunda. Kekecewaan dan kecaman pun bermunculan. "Rakyat saja kecewa, apalagi saya," kata Made Sudiana, salah satu calon Wabup Badung.
Sekretaris Komisi B itu menyayangkan sikap rekan-rekannya di parlemen "Bagaimanapun kami akan ikuti terus proses ini," katanya pasrah.
Pernyataan senada juga dilontarkan Nyoman Sukirta, rival Made Sudiana pada ajang perebutan kursi Badung 2.
"Ini preseden buruk bagi eksistensi DPRD Kabupaten Badung," kata Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kabupaten Badung, I Wayan Puspa Negara.
"Dengan tidak memiliki wakil tentu sistem pemerintahan akan terganggu karena tidak mungkin bupati bekerja sendiri tanpa ada yang membantu," ujarnya.
Politikus Partai Golkar pantas kecewa karena hanya fraksi itu yang datang dengan kekuatan penuh. Apalagi dua calon wakil bupati juga berasal dari partai politik berlambang pohon beringin itu.
Ada kesan Fraksi Partai Demokrat memboikot pemilihan wakil bupati itu. Pemboikotan dilatarbelakangi oleh kegagalannya mengusung calon, mengingat pasangan Gde Agung-Sudikerta dulunya diusung oleh gabungan partai politik yang dimotori Golkar dan Demokrat.
Sikap elegan justru ditunjukkan oleh PDIP. Meskipun tidak tergabung dalam koalisi dan tidak memiliki keuntungan dari pemilihan wakil bupati itu, partai berlambang banteng gemuk dalam lingkaran itu turun dengan kekuatan 13 orang atau minus satu orang dengan alasan sakit.
Bupati Gde Agung tidak bisa berbuat banyak dengan gagalnya pemilihan wakil bupati. "Terpaksa kami hanya bisa mengandalkan SKPD (satuan kerja perangkat daerah) sejak kursi Wabup kosong," katanya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, khususnya Pasal 35 Ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa apabila kepala daerah diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum, maka jabatan kepala daerah diganti oleh wakil kepala daerah sampai berakhir masa
jabatannya dan proses pelaksanaannya dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Paripurna DPRD dan disahkan oleh Presiden.
Namun apabila terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang sisa masa jabatannya lebih dari 18 bulan, sebagaimana UU itu, maka kepala daerah mengusulkan dua orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh dalam rapat paripurna DPRD berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Berdasarkan undang-undang itu pula, maka kursi wakil bupati sudah harus terisi paling tidak pada 5 Februari 2014 dengan perhitungan masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati Badung berakhir pada 5 Agustus 2015.
"Kita berdoa aja, mudah-mudahan dalam pembahasan kedua ada titik terang dan menghasilkan figur yang pas mendampingi Bupati," kata Giri Prasta beberapa saat sebelum meninggalkan ruang sidang paripurna. (M038)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Pepatah itu cukup mewakili perjalanan panjang dan berliku untuk mencari figur seorang Wakil Bupati Badung yang hanya tersisa 19 bulan mendampingi Bupati Anak Agung Gde Agung.
Sidang paripurna DPRD Kabupaten Badung di Mangupura, Rabu (8/1), seharusnya menjadi angin segar bagi masyarakat di daerah terkaya di Bali itu. Acara yang dijadwalkan mulai pukul 10.00 Wita itu semestinya menjadi titik tolak atas kekosongan kursi Wakil Bupati Badung setelah I Ketut Sudikerta terpilih sebagai Wakil Gubernur Bali periode 2013-2018 mendampingi Gubernur Made Mangku Pastika dalam pilkada 15 Mei 2013.
Padahal sejak pagi hari puluhan aparat TNI/Polri sudah bersiaga di halaman gedung parlemen untuk mengantisipasinya adanya gejolak, mengingat ratusan pendukung kedua kandidat Wabup Badung, I Nyoman Sukirta dan I Made Sudiana, sudah berbondong menuju "wantilan" atau sejenis balai-balai di teras gedung berlantai tiga itu.
Pendukung kedua calon Wabup yang mengenakan pakaian adat madya Bali itu tidak diizinkan memasuki ruang sidang paripurna dengan alasan keterbatasan tempat.
Hingga 45 menit berselang, sidang paripurna dengan agenda utama pemilihan Wabup Badung tak kunjung dimulai. Dari 40 anggota Dewan, hanya 26 orang yang datang sehingga Ketua DPRD Kabupaten Badung I Nyoman Giri Prasta menskors sidang sampai kuorum terpenuhi.
Jarum jam terus bergerak. Sampai pukul 12.30 Wita jumlah yang hadir bertambah menjadi 29 orang. Tinggal satu orang untuk menggenapi kuorum, Giri Prasta kembali memukul palu sidangnya sebagai pertanda skors selama 60 menit.
Satu jam ditunggu, daftar hadir di pintu masuk tidak bertambah. "Mohon maaf kepada para undangan yang kami hormati. Karena tetap tidak kuorum, maka sidang paripurna ini kami tutup dan akan kami agendakan kembali," ujar politikus PDIP itu dengan nada kecewa.
Rivalitas Golkar-Demokrat
Dari daftar hadir dapat dilihat, ternyata tidak satu pun dari sembilan anggota Fraksi Partai Demokrat yang menghadiri sidang paripurna tersebut. Fraksi Partai Golkar yang berjumlah 11 orang hadir semua, sedangkan Fraksi PDIP yang berjumlah 14 orang hanya satu yang absen karena sedang menjalani perawatan di Singapura. Fraksi Nurani Marhaen hanya satu anggotanya yang absen.
Akibat tidak kuorum, pemilihan Wabup Badung ditunda. Kekecewaan dan kecaman pun bermunculan. "Rakyat saja kecewa, apalagi saya," kata Made Sudiana, salah satu calon Wabup Badung.
Sekretaris Komisi B itu menyayangkan sikap rekan-rekannya di parlemen "Bagaimanapun kami akan ikuti terus proses ini," katanya pasrah.
Pernyataan senada juga dilontarkan Nyoman Sukirta, rival Made Sudiana pada ajang perebutan kursi Badung 2.
"Ini preseden buruk bagi eksistensi DPRD Kabupaten Badung," kata Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kabupaten Badung, I Wayan Puspa Negara.
"Dengan tidak memiliki wakil tentu sistem pemerintahan akan terganggu karena tidak mungkin bupati bekerja sendiri tanpa ada yang membantu," ujarnya.
Politikus Partai Golkar pantas kecewa karena hanya fraksi itu yang datang dengan kekuatan penuh. Apalagi dua calon wakil bupati juga berasal dari partai politik berlambang pohon beringin itu.
Ada kesan Fraksi Partai Demokrat memboikot pemilihan wakil bupati itu. Pemboikotan dilatarbelakangi oleh kegagalannya mengusung calon, mengingat pasangan Gde Agung-Sudikerta dulunya diusung oleh gabungan partai politik yang dimotori Golkar dan Demokrat.
Sikap elegan justru ditunjukkan oleh PDIP. Meskipun tidak tergabung dalam koalisi dan tidak memiliki keuntungan dari pemilihan wakil bupati itu, partai berlambang banteng gemuk dalam lingkaran itu turun dengan kekuatan 13 orang atau minus satu orang dengan alasan sakit.
Bupati Gde Agung tidak bisa berbuat banyak dengan gagalnya pemilihan wakil bupati. "Terpaksa kami hanya bisa mengandalkan SKPD (satuan kerja perangkat daerah) sejak kursi Wabup kosong," katanya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, khususnya Pasal 35 Ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa apabila kepala daerah diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum, maka jabatan kepala daerah diganti oleh wakil kepala daerah sampai berakhir masa
jabatannya dan proses pelaksanaannya dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Paripurna DPRD dan disahkan oleh Presiden.
Namun apabila terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang sisa masa jabatannya lebih dari 18 bulan, sebagaimana UU itu, maka kepala daerah mengusulkan dua orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh dalam rapat paripurna DPRD berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Berdasarkan undang-undang itu pula, maka kursi wakil bupati sudah harus terisi paling tidak pada 5 Februari 2014 dengan perhitungan masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati Badung berakhir pada 5 Agustus 2015.
"Kita berdoa aja, mudah-mudahan dalam pembahasan kedua ada titik terang dan menghasilkan figur yang pas mendampingi Bupati," kata Giri Prasta beberapa saat sebelum meninggalkan ruang sidang paripurna. (M038)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014