Denpasar (Antara Bali) - Anggota Komisi I DPR Helmy Fauzi mendorong pemerintah untuk melakukan moratorium pemberian grasi untuk terpidana kasus narkoba agar Indonesia tidak menjadi pasar potensial perdagangan barang haram itu.

"Jangan sampai karena ringannya hukuman bagi napi narkoba menyebabkan Indonesia tidak hanya sebagai tempat transit melainkan pasar narkoba potensial," katanya di sela-sela kunjungan kerjanya di Kantor Gubernur Bali di Denpasar, Rabu.

Para terpidana narkoba, jelas dia, tentunya akan merasa gembira jika pemerintah Indonesia selalu memberikan pengurangan hukuman.

Ia mencontohkan Schaphelle Leigh Corby yang menjadi Ratu Mariyuana asal Australia telah mendapat keuntungan besar dari pemberian grasi selama lima tahun.

"Pengurangan hukuman bagi terpidana narkoba sesungguhnya harus dihitung secara hati-hati oleh pemerintah. Jangan sampai memberikan pesan keliru bagi para sindikat narkoba internasional," ucapnya.

Politikus PDIP itu mengingatkan bahwa grasi rentan menimbulkan pesan keliru bahwa Indonesia lunak terhadap para bandar narkoba dan pemahaman yang tidak tepat tersebut harus dicegah.

"Demikian juga terhadap keringanan hukuman yang diberikan pada Corby, sebenarnya Indonesia telah mengirimkan pesan keliru seolah-olah bangsa kita ini cenderung permisif dan tidak bisa bersikap tegas terhadap aktivitas penyelundupan narkoba," katanya.

Di sisi lain, Helmy juga setuju terhadap wacana yang mendesak supaya pemerintah tidak memberi pembebasan bersyarat terhadap Corby. Hal itu terlepas dari kasus renggangnya hubungan antara Indonesia dan Australia akibat kasus penyadapan yang dilakukan intelijen Negeri Kangguru.

"Ke depan, intinya yang terpenting dalam pemberian hukuman bagi penyelundup narkoba ke Indonesia, negara kita harus tegas dan tidak memberikan keringanan hukuman," ucap Helmy. (LHS)

Pewarta: Oleh Ni Luh Rhismawati

Editor : Ni Luh Rhismawati


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013