Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika gagal menemui warga Desa Sumber Kelampok, Kabupaten Buleleng, yang diundang secara khusus untuk membahas permohonan surat rekomendasi terkait sertifikasi lahan di desa itu.

Pertemuan di Denpasar itu, Senin, akhirnya terselenggara dengan dihadiri Gubernur, jajaran DPRD Buleleng, Bupati Buleleng, Kapolda Bali, BPN Kanwil Bali, dan jajaran anggota DPRD Bali untuk membahas klaim warga Desa Sumber Kelampok atas aset pemerintah daerah.

Ketua Komisi I DPRD Bali Made Arjaya mengusulkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Aset untuk mencari jalan tengah masalah tersebut.

"Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2010 tentang Tanah Telantar, sudah jelas bahwa tanah pemerintah atau aset pemerintah tidak bisa dikatakan telantar yang berada di Margarana I, Margarana II, dan Pemuteran itu merupakan tanah aset Pemprov Bali," kata Politikus PDIP itu.

Kalau masyarakat menginginkan pelepasan lahan pemerintah, maka harus melalui surat rekomendasi dan persetujuan DPRD. Selanjutnya Gubernur bisa menerbitkan surat keputusan.

"Tetapi untuk membahas lebih lanjut, kami akan membentuk Pansus Aset dulu untuk melakukan kajian persoalan itu," kata Arjaya.

Kepala Kantor Wilayah BPN Bali Heri Santoso menegaskan bahwa lahan di kawasan Sumber Kelampok, yaitu Margarana I, Margarana II, dan Pemuteran tidak termasuk kategori tanah telantar.

"Memang Hak Guna Usahanya (HGU) telah habis tahun 1993, tapi secara otomatis kembali milik Pemerintah Provinsi Bali dan tidak bisa dimohonkan sebagai tanah telantar," ujarnya.

Dia menyebutkan bahwa yang dimaksud tanah telantar adalah tanah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, atau hak pakai dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar apabila tanah tersebut dengan sengaja tidak dipergunakan oleh pemegang haknya sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan haknya atau tidak dipelihara dengan baik.

Namun hal ini tidak berlaku bagi aset pemerintah, baik pusat maupun daerah, sebagaimana diatur dalam PP Nomor 11/2011.

Menurut dia, kebijakan atas persoalan tersebut berada pada Gubernur dan pihak DPRD.

"Kami berharap Pansus Aset segera melakukan pendataan di tempat tersebut agar bisa segera diselesaikan, dan tidak sampai seperti kasus Mesuji yang hingga saat ini belum tuntas karena warganya terus bertambah," katanya.

Gubernur Bali Made Mangku Pastika saat memimpin pertemuan tersebut mengatakan, sebenarnya pihak pemerintah ingin masyarakat datang untuk ikut menyelesaikan permasalahan ini.

"Hal ini mengingatkan saya seperti masalah di Cengkareng, Banten, saat saya menjadi Kapolres di sana dan mudah-mudahan hal ini tidak terjadi seperti itu. Saya harus sikapi hati-hati persoalan ini. Kalau ini dikasih, nanti yang lain juga minta," katanya.

Pihaknya tidak mungkin melepaskan hak tanpa prosedur. "Saya tidak mungkin berjanji apa pun kepada masyarakat saat ini. Jadi nanti jangan dibilang saya menolak, karena hal ini memang butuh proses dan prosedur yang jelas untuk pelepasan aset ini. Kalau saya berikan tanpa ada proses yang benar nanti saya dikatakan melanggar Undang-undang lagi," ujarnya.

Untuk mengajukan pelepasan aset dimaksud, harus ada permohonan dulu dan Gubernur dan DPRD. DPRD selanjutnya mengkaji kelayakan melepas aset itu.

"Saya harapkan masyarakat Sumber Kelampok datang saat diundang oleh Pansus Aset agar bisa membahas hal ini, karena persoalannya tidak sederhana. Tak mungkin pansus kerja sendiri nantinya pasti harus melibatkan semua unsur masyarakat termasuk warga Sumberklampok," katanya.

Sementara itu, Arjaya menambahkan agar pihak kepolisian untuk mengusut oknum kenapa warga batal hadir dalam pertemuan ini.

"Saya dapat informasi warga sudah mau datang, bahkan sudah sampai di Kecamatan Melaya, Jembrana. Namun kenapa mereka bisa kembali lagi. Hal ini perlu diusut ada apa semua ini? Siapa dalang di balik semua ini?" katanya. (WRA) 

Pewarta: Oleh I Komang Suparta

Editor : I Gede Wira Suryantala


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013