Denpasar (Antara Bali) - Puluhan pecalang (aparat keamanan desa adat di Bali) turut serta mengamankan tradisi Ngerebong yang digelar setiap enam bulan sekali tepatnya pada delapan hari setelah Hari Raya Kuningan.

Pukul 15.00 Wita para pecalang sudah berjaga di sepanjang kawasan Puri Kesiman hingga Pura Petilan atau Jalan W.R. Supratman untuk menata lalu lintas di kawasan tersebut.

Selama upacara berlangsung, jalan utama tersebut ditutup sementara dan dialihkan ke jalan terdekat di kawasan itu.

Para pecalang juga berjaga di kawasan pura mengingat tradisi Ngerebong berisikan adegan menggunkan senjata tajam perlu mendapat pengamanan khusus agar tidak melukai warga setempat.

Tradisi Ngerebong diawali sembahyang bersama di Pura Petilan yang bersamaan dengan tradisi tabuh rah/tajen atau mengadu ayam, kemudian dilanjutkan dengan keluar dari pura untuk melanjutkan ritualnya dengan mengelilingi wantilan tempat adu ayam tadi sebanyak tiga kali putaran.

Pada saat melakukan arak-arakan mengelilingi wantilan, beberapa warga akan mengalami kesurupan/kerasukan dengan berbagai ekpresi yaitu berteriak, menggeram, menangis sambil menari diiringi yang diiringi alunan musik bale ganjur.

Selama kesurupan warga setempat melakukan tindakan berbahaya seperti menghujamkan keris pada dada, leher, bahkan ubun-ubun atau disebut dengan tradisi ngurek. Namun, tidak satu pun warga yang luka akibat aksi tersebut.

Selama aksi itu berlangsung para pecalang dan warga setempat turut serta mengamankan agar tidak melukai warga lainnya yang tidak kesurupan.

Wisatawan domestik dan mancanegara terlihat sangat antusias untuk menyaksikan ritual ngurek dan tanpa henti-hentinya untuk mengabadikan momen yang sangat langka tersebut.

Ritual itu akan berakhir pada saat matahari tenggelam, roh-roh yang merasuki tubuh warga itu akan dipulangkan ke alamnya dengan melakukan persembahyangan bersama dan mendapat siraman air yang sudah disucikan. (WRA) 

Pewarta: Oleh Wira Suryantala

Editor : I Gede Wira Suryantala


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013